Monday, September 25, 2017

Geografi Regional 1


DIKTAT KULIAH



GEOGRAFI REGIONAL
                                                 















Disusun Oleh:
Drs. Soetjipto, S.H., S.E., M.Pd.










PROGRAM STUDI IPS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2014








BAB I
PENGERTIAN REGION DAN GEOGRAFI REGIONAL


A.  Region

Dalam berbagai kesempatan baik secara resmi ataupun tidak resmi sering kali orang mengucapkan kata region, daerah, wilayah, space, dan area. Keempat kata tersebut secara bahasa merupakan sinonim, tetapi mempunyai penerapan yang berbeda yakni menyesuaikan dengan konteksnya. Istilah yang sering dipakai dalam terminology berbagai dsiplin ilmu  terutama  ilmu  kebumian  dan  teknik  perencanaan,  seperti  ilmu geografi, geodesi, planologi dan lain-lain adalah region dan spasial. Dalam bahas Inggris   Anglosaxon,   lebih   banyak   digunakan   istilah   region, sedangkan istilah  spasial (space)  yang berbentuk katsifat kini popular bersamaan munculnya berbagai teknik analisis keruangan (spatial analysis) dengan menggunakan berbagai perangkat lunak.
Region adalah suatu wilayah   yang memiliki   ciri-ciri keseragaman

gejala internal (internal uniformity) atau fungsi yang membedakan wilayah tersebut dengan wilayah lain. Ciri-ciri keseragaman tersebut dapat berupa kenampakan sosial maupun kenampakan fisik. Kenampakan sosial antara lain berupa kegiatan perekonomian/mata pencaharian, bentuk pemerintahan, bentuk kebudayaan, atau kenampakan fisik, yang dapat berupa keseragaman iklim, kesamaan topografi (dataran, pegunungan, lembah, dan lain-lain), kesamaan lokasi geografis, dan lain-lain.
Region yang penentuannya didasarkan pada keseragaman gejala internal sebagaimana tersebut di atas disebut dengan formal region. Sementara region juga dapat dilihat sebagai bagian dari suatu sistem, dalam arti bahwa suatu region berhubungan dengan region lainnya sebagai suatu sistem, dalam hal ini region disebut sebagai functional region. Sebagai contoh  functional  region,  suatu  region  dapat  berfungsi  sebagai  pusat








perkotaan dan berhubungan dengan region lainnya yang berfungsi sebagai perdesaan. Jadi kota menjadi pusat perdagangan dan desa sebagai pensuplai bahan mentah/komoditi yang diperdagangkan (Suparmat, 1989).
Untuk melakukan regionalisasi suatu bagian permukaan bumi dapat

dilakukan dengan berbagai macam cara, yakni dengan menggunakan aspek tertentu yang dimiliki secara bersama-sama oleh bagian-bagian permukaan bumi tersebut, sehingga antar bagian permukaan bumi tersebut menjadi relatif homogin. Secara umum regionalisasi bagian-bagian permukaan bumi ini dapat dilakukan dengan menggunakan 4 dasar, yakni: river basin, similarity, functionality, dan  adhoc. Sementara dalam ilmu wilayah dikenal beberapa paradigma wilayah yang dapat digunakan untuk pewilayahan, dan dapat dijadikan dasar bagi pengaturan dalam undang-undang penataan ruang, yakni: Daerah aliran sungai, Wilayah homogin, Wilayah nodal, Wilayah metropolitan, Wilayah pengelolaan (Son Diamar dalam Jakub Rais,
2004).

1.  River Basin

A river basin is the land that water flows across or under on its way to a river. As a bathtub catches all the water that falls within its sides, a river basin sends all the water falling on the surrounding land into a central river and out to an estuary or the sea. A river basin drains all the land around a major river. Basins can be divided into watersheds, or areas of land around a smaller river, stream or lake. The landscape is made up of many inter-connected basins, or watersheds. Within each watershed, all water runs to the lowest point—a stream, river, lake or ocean. On its way, water travels over the surface and across farm fields, forestland, suburban lawns   and   city   streets,   o i seeps   into   the   soil   and   travel as groundwater. Large river basins such as the Neuse and Cape Fear are made up of many smaller watersheds (www.ncwildlife.org).

Regionalisasi berdasrkan azas river basin adalah penentuan suatu permukaan bumi sebagai suatu region berdasarkan satuan lahan aerah aliran sungai (DAS) atau watershed. River basin adalah daerah yang menjadi tempat presipitasi air hujan yang dibatasi oleh igir-igir, sehingga








air huja  terkonsentras melalui berbagai anak  sungai  menuju sungai utama  yang  merupakan satu  outlet  menuju ke  lautDAS  merupakan satuan  ekosistem  yang  kompleks  dan  luasnya  dapat  melebihi  luas wilayah administrative kabupaten, meskipun mungkin tidak selalu demikian tetapi pada umumnya DAS lebih luas dari wilayah administrative  kabupaten.  DAS  secara  garsis  besar  dibagi  menjad3, yakni DAS berbentuk bulu burung, menyebar, dan sejajar (lihat gambar
1). Bentuk-bentuk DAS dapat dilihat pada gambar Dalam DAS terdapat

berbagai komponen fisik, biotic, tutupan/ penggunaan lahan yang berbeda karakteristiknya antara bagian hulu, tengah dan hilir. Semua permukaan daratan ini merupakan bagian dari DAS-DAS. DAS biasanya dinamakan sesuai dengan nama sungai utamanya. Untuk keperluan pembangunan regional, azas inilah yang paling tepat diabandingkan dengan azas lainnya karena pembangunan yang memperhatikan karakteristik DAS ini akan selaras dengan lingkungan dan berarti dapat meminimalkan dampak negatif.




2. Similarity

Azas similarity atau azas kesamaan, ada yang menyebutnya sebagai azas  homoginity  adalah  suatdasar  untuk  menentukan bahwa  suatu bagian   permukaan   bumi   dinyatakan   sebagai   suat region   karena memiliki karakteristik yang homogin atau kesamaan tertentu baik secara fisik maupun budaya (kultur). Secara fisik aspek yang menjadi ciri khas kesamaan dapat berupa letak geografis, fisiografis (bentuk lahan, jenis tanah, geologis), klimatologis, keterkaitan dengan kondisi fisiografis dengan daerah lain. Kesamaan secara kultur dapat berupa mata pencaharian, adat istiadat, latar belakang sejarah, ideologis, tingkat peradaban, dan lain-lain. Kedua aspek similaritas ini dapat berlaku secara sendiri-sendiri dan dapat pula secara komplementar. Region yang terwujud karena  similaritas komplementer biasanya soliditasnya  lebih kuat.   Kesamaan secara fisik saja tidak cukup untuk dianggap sebagai region yang solid, karena banyak bukti menunjukkan banyak wilayah- wilayah di permukaan bumi ini yang secara  fisik sebagai satu  region tetapi defacto menjadi tidak satu region.
3. Functionality

Suatu bagian permukaan bumi dapat  dinyatakan sebagai sebuah region karena memiliki kesamaan fungsi. Suatu daerah memiliki fungsi tertentu bila dikaitkan dengan daerah lainnya. Fungsi tersebut muncul karena adanya perbedaan potensi fisik, budaya atau perpaduan antara fisik dan budaya. Suatu daerah dapat dinyatakan sebagai penghasil tembakau,  pengimpor  beras,  pengekspor  minyak,  dan  lain-lain.  Di daerah perkotaan ada daerah yang disebut pusat kota, pusat bisnis, dan lain-lain.  Penamaan  tersebut  karena  secara  sistemikterdapat  daerah yang menghasilkan suatu komoditi dan ada daerah yang mengkonsumsi komoditi.  Demikian  pula  bagian  dari  wilayah  kota,  ada  yang  tidak menjadi pusat, ada daerah kota yang tidak berfungsi sebagai pusat bisnis








dan sebaliknya. Termasuk dalam penamaan  kotdan desa, keduanya dapat dianggap mempunyai fungsi yang berbeda, sehingga keduanya menjadi region sendiri-sendiri dalam satu sistem.
4. Adhoc

Adalah penentuan region berdasarkan salah satu kesamaan karakter yang dimiliki oleh bagian tertentu dari permukaan bumi yang bersifat   relative/tidak   tetap   atau   sementara,   karena   ad peristiwa tertentu  atau  untuk  tujuan  tertentu..  Suatu  daerah  dapat  dianggap sebagai satu region oleh hanya satu atau lebih kesamaan bahkan kesamaan tersebut dapat diciptakan untuk maksud tertentu. Contoh regionalisasi berdasar azas adhoc adalah region endemic flu burung, region A dan B yang berbeda secara administrative dapat menjadi satu region  karena  keduanya  sama-sama  terjangkit  flu  burungContoh lainnya adalah region pemilihan dalam pemilihan umum. Penentuan suatu daerah pemilihan ditentukan atas dasar kepentingan kemudahan koordinasi dan manajemen pemilu. Setelah pemilu selesai regionalisasi tersebut   selesai.   Hanya   saj regioanlisas secara   adhoc   ini   tidak selamanya bersifat sementara seperti dalam contoh penentuan daerah pemilu, tetapi dapat bersifat tetap meskipun aspek yang menjadi dasar regionalisasi hanya bersifat relative.
5. Nodal

Suatu wilayah/region dapat diidentifikasi sebagai suatu satuan wilayah yang terbentuk karena adanya  jaringan interaksi antar pusat- pusat  kegiatan, dalam hal  produksi, distribusi, dan pelayanan.  Dalam konsep geografi, nodal biasa digunakan untuk menggambarkan system kota-kota  atau  system  pusat-pusat  permukiman.  Dalam  system  ini, pusat-pusat  kegiatan  mempunyai  hierarkhi,  orde,  atau  eselon  (Son Diamar dalam Jacub Rais, 2004).








Berdasarkan konsepsi wilayah nodal tersebut, maka dapat saja terjadi suatu region nodal mencakup sua atau lebih daerah kabupaten/propinsi,  misalnya  salah  satu  propinsi  ditentukan  sebagai orde I, sedangkan dua propinsi lainnya menjadi sub-ordinatnya, yakni pusat orde II.
6. Metropolitan

Metro (mater, mather, induk), jadi suatu wilayah dapat diidentifikasi sebagai wilayah metropolitan berdasarkan adanya satuan wilayah perkotaan yang terdiri dari satu atau lebih kota induk beserta beberapa kota  satelit  di  sekitarnya,  yang  saling  berhubungan  membentuk satu kesatuan social, ekonomi, dan ekologi perkotaan. Contoh wilayah metropolitan adalah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi) Surabaya   Raya   yang   dikenal   dengan   sebutan   Gerbang Kertosusilo (Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, sidoarjo, dan Lamongan
7. Pengelolaan

Satuan   wilayah   in ditentukan   berdasarka suat hukum seperti undang-undang atau lainnya, menjadi yurisdiksi, dan atau wilayah “kewenangan” dan tanggung jawab pengelolaan, untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya adalah wilayah administratif pemerintah daerah (pemda), wilayah otorita, daerah khusus, dan lain-lain.
8. Dasar lainnya

Regionalisasi atau pewilayahan yang merupakan paradigm baru diperkenalkan oleh the Habibie Center, Departemen kelautan dan Perikanan, dan Dewan Maritim Indonesia, yakni paradigma wilayah benua maritime. Inti paradigm ini memandang wilayah Negara kepualauan sebagai satu benua, karena dilihat dari sejarah geologinya berjuta tahun sebelum es mencair menjadi laut, pulau-pulau tersebut merupakan satu benua yang tidak terpisah-pisah (gondwana). Karena








pulau-pulau saat ini telah terpisah, maka penyatunya adalah dasar laut, sehingga menjadi benua dasar laut yang harus dikelola secara terpadu. Tetapi karena luasnya benua laut ini, maka wilayah benua maritime Indonesia dibagi menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil yang dinamakan wilayah kemaritiman.
Dalam  wilayah  kemaritiman  terdapat  berbagai  wilayah  seperti

DAS, wilayah homogin, wilayah nodal, mungkin beberapa wilayah metropolitan, yang berinteraksi melalui laut. Dengan paradigm ini, maka laut bukan sebagai pemisah, tetapi laut sebagai penyatu. Laut mengintegrasikan antar wilayah darat (Son  Diamar dalam Jakub Rais,
2004).



B. Geografi Regional

Geografi Regional merupakan deskripsi yang komprehensif-integratif aspek fisik dengan aspek manusia dalam relasi keruangannya di suatu wilayah. Geografi Regional adalah suatu bagian atau keseluruhan bagian yang   didasarkan   atas   aspek   keseluruhan   suatu   wilayah.   Dapat   pula dikatakan bahwa Geografi Regional sebagai suatu studi tentang variasi penyebaran gejala dalam ruang pada suatu wilayah teretentu, baik local, negara, maupun continental.   Pada Geografi Regional, seluruh aspek dan gejala   geograf ditinjau   dan   dideskripsika secara   bertautan   dalam hubungan  integrasi,  interelasi  keruangannya.  Melalui  interpretasdan analisa geografis regional ini, karakteristik suatu wilayah yang khas dapat ditonjolkan, sehingga perbedaan antar wilayah menjadi kelihatan jelas (Sumaatmadja, 1988).
Hal  yang  di  bahas  di  dalam  geografi  regional  sangat  luas,  karena

seluruh aspek fisiografis dan manusia yang saling berinterelasi, interaksi, dan interdependensi serta persebarannya menjadi perhatiannya. Aspek fisik misalnya  bentuk  lahan,  jenibatuan/tanah,  iklim,  struktur  geologi,  dan



lain-lain  yang berkaitan dengan aspek manusia yang berada di atas atau di sekitarnya, kaitan persebaran sumber daya alam dengan karakteristik penduduk, sistem mata pencaharian, serta aspek-aspek sosial lainnya.
Berdasarkan  struktur  keilmuan  geografi,  maka  geografi  regional
bukanlah salah satu cabang dari geografi manusia ataupun geografi fisik. Tetapi  geografi  regional  merupakan  bagian  dari  geografi  yang  bertugas untuk menjelaskan secara komprehensif segala keterkaitan (asosiasi, relasi, interelasi, interakasi, inter- dependensi) unsur fisik dan manusia yang ada pada suatu region tertentu pada waktu tertentu. Asosiasi dan korelasi gejala geografi di permukaan bumi secara dinamik, tidak hanya meliputi proses keruangannya saja, melainkan pula meliputi kronologi berdasarkan urutan waktunya. Dengan demikian, dalam melakukan pendekatan dan analisa berdasarkan kerangka kerja geografi regional tidak hanya memperhatikan faktor ruang, melainkan juga harus memperhatikan waktu sebagai faktor historiknya.
Melalui pendekatan historic seorang ahli geografi akan dapat memperhitungkan atau melakukan pendugaan terhadap kemungkinan perubahan suatu gejala di dalam region. Kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran geografi regional ialah kemampuan mendeskripsikan wilayah (regional discription), pendugaan wilayah (regional forecasting), analisis dan sintesis wilayah dan melakukan evaluasi wilayah (regional evaluation) dengan pendekatan keruangan, ekologi, dan kompleks wilayah. Hal yang biasanya terjadi, kompetensi yang dicapai hanya sampai pada mendeskripsikan  wilayah,   sehingga   materi   geografi   regional   terkesan berupa kumpulan diskripsi wilayah yang kering dari makna.








C. Geografi Regional Indonesia






Berdasarkan pengertian Geografi Regional di atas, dapat dinyatakan bahwa Indonesia merupakan suatu region. Nama “Indonesia” untuk kepulauan nusantara pertama kali diperkenalkan oleh JR. Logan pada tahun
1850. Indonesia sebagai bagian dari wilayah di permukaan bumi dianggap sebagi suatu region   berdasarkan kenyataan bahwa antar bagian wialayah Indonesia mempunyai kesamaan-kesamaan tertentu, misalnya keamaan iklim, keamaan letak, kesamaan bahasa dan ideology, kesamaan budaya, dan yang paling penting secara hukum antar bagian wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan hukum Negara yang berasal dari wilayah bekas jajahan Hindia Belanda ditambah  dua daerah istimewa, Derah Istimewa Yogyakarta  (DIY)  dan  Nangroe  Aceh  Darussalam  (NAD).  Bila  dianalisis lebih lanjut menurut kriteria/konsep ideal sebuah region, wilayah Indonesia bukanlah satu region, tetapi menjadi beberapa region, kecuali apabila kriteria pengklasifikasian region itu dibuat secara makro, misalnya kriteria








region  berdasarkan  iklim  matahari,  yang  membagi dunia  menjadi iklim tropik (0 - 23,50    LU/LS), subtropik (23,50LU/LS - 66,5LU/LS), dan iklim polar (66,50  LU/LS - 900    LU/LS), maka seluruh bagian wilayah Indonesia dapat dinyatakan sebagai suatu region iklim tropic.
Bentuk-bentuk wilayah negara dilihat dari fisiografisnya terdiri dari bentuk kompak (contigous shape) dan tidak kompak (non-contigous shape). Bentuk  kompak  terdiri  dari  bentuk  membulat  dan  memanjang  (sejajar pantai dan tegak lurus pantai). Bentuk tidak kompak, terdiri dari bentuk fragmental (kepulauan), terpecah (broken shape), tersebar (scattered shape), dan lingkar laut (sircum marine). Region Indonesia merupakan kepulauan (archipelagic state), yang berarti region ini berbentuk tidak kompak (non- contigues shape), tetapi terpisah-pisah oleh perairan. Meski demikian perairan tersebut dalam konsep negara kesatuan tidak menjadi batas pemisah antar wilayah/pulau karena adanya kesamaan/keseragaman tertentu. Sebagai sebuah region yang luas (lebih dari 5 juta km2, dengan luas daratan ± 2.206.833 km2), Indonesia harus mempunyai batas-batas wilayah yang jelas dan dapat membedakan dengan wilayah lain. Batas wilayah diperlukan untuk keperluan pengelolaan, pengawasan dan perlindungan negara.
1. Batas Politik

Batas   wilayah    Republik    Indonesia   mengalami    beberapa    kali perubahan secara politik dilandasi oleh :
a. Kesepakatan 1824 antara Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris.

Kedua Negara imperialis yang menguasai wilayah-wilayah jajahan di banyak Negara ini memerlukan batas penguasaan agar tidak terjadi konflik diantara mereka sendiri. Di wilayah yang kemudian disebut Asia Tenggara menjelang Perang Dunia II ini, dahulu berkuasa beberapa Negara imperalis, seperti Inggris, Belanda, Portugis. Untuk keperluan pengaturan kekuasaan dalam rangka eksploitasi kekayaan








alam dan penduduk negeri jajahan Belanda dan Inggris membuat kesepakatan batas wilayah jajahan, yakni Indonesia (Hindia Belanda) di bawah kekuasaan Belanda, sementara Malaysia, Singapura dan Filipina menjadi wilayah jajahan Inggris, dengan menggunakan Thailand sebagai negeri pembatas (bufferstate).
b. Keputusan Pengadilan tetap International tahun 1928

c. Ordonansi 1939 (Territorial Zee en Maritime Kringen Ordonantie) Ordonansi ini membagi wilayah laut Indonesia menjadi Laut Teritorial dan  Laut  Pedalaman.  Saat  itu,  laut  territorial  dinyatakan  sebagai wilayah perairan yang membentang ke arah laut sampai jarak 3 mil laut dari garis surut pulau-pulau atau bagian-bagian pulau, termasuk karang-karang dan gosong-gosong yang ada di atas permukaan laut pada  waktu  air  surut.  Sedangkan  perairan  pedalaman  terdiri  dari semua perairan yang terletak pada bagian isi darat dari laut territorial, termasuk  sungai-sungai,  terusan-terusan,  danau-danau,  dan  rawa- rawa. Di luar wilayah perairan tersebut merupakan laut bebas, yang terdapat  diantara  pulau-pulau  nusantara.  Kondisi  ini  sebagaimana ditampilkan  pada  gambar  3  seiring  dengan  perkembangan  waktu disadari  dapat  menimbulkan  kerawanan  ekonomi,  keamanan,  dan politik (Jacub Rais, dkk., 2004).
dDeklarasi  Juanda  13  Desember  1957,  menyatakan  bahwa  segala perairan di sekitar, diantara, dan yang menghubungkan pulau-pulau atau sebagian pulau-pulau yang termasuk daratan Republik Indonesia,  dengan  tidak  memandang  luas  atau  lebarnya  adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia,   dan   dengan   demikian   merupakan   bagia daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan  mutlak  Negara  Republik  Indonesia,  lalu  lintas  yang damai  di  perairan  pedalaman  ini  bagi  kapal-kapal  asing  terjamin








selama dan sekedar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan  Negara  Indonesia.  Penentuan batas  laut  12  mil  yang diukur  dari  garis-garis  yang  menghubungkan  titik  terluar  pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan undang-undang. Atas dasar Deklarasi Juanda, selanjutnya ditetapkan UU No.4 Prp 60 tentang perairan Indonesia, yang intinya menyatakan:
1 Kepulauan   dan   perairan   Indoesia   menjad sat kesatuan,

sedangkan    laut    yangmenghubungkan     pulau     demi    pulau merupakan bagian tak terpisahkan dari daratannya.
2)  Lebar  laut  wilayah  dinyatakan  12  mil  laut  diukur  mulai  garis pangkal menuju keluar
3)  Di perairan pedalaman dijamin hak lintas damai bagi kendaraan

air asing yang diatur oleh peraturan tersendiri.

e.   Undang-undang nomor 7 tahun 1976 tentang pengesahan penyatuan Timor Timur ke NKRI dan pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur, sebagai tindak lanjut pelaksanaan perjanjian New York pada  5  Mei 1999, serta TAP MPR  No VI/1978 tentang penyatuan Timor Timur. Luas  wilayah  Indonesia  berkurang karena  lepasnya Timor Timur berdasarkan Ketetapan MPR RI yakni Tap No. V/MPR/1999 yang mengakui hasil jajak pendapat di Timor Timur dimana mayoritas rakyat Timor Timur, sekitar 78,5%, menolak tawaran otonomi khusus. Dasar keluarnya ketetapan ini adalah demi menghargai hak asasi warga Timor Timur yang  telah menunjukkan kemauan mereka melepaskan diri dari Indonesia melalui jajak pendapat tersebut.









































Gambar 3. Ilustrasi wilayah NKRI menurut Ordonansi 1939 (Sumber: Bakosurtanal 2002


f.    Konvensi Hukum Laut International Tahun 1982

Pad Konvens Huku Lau PB (UNCLOS-United   Nations

Convention on the Law of the Sea) III  yang diselenggarakan pada 30

April 1982 di New York, Indinesia berhasil meyakinkan dunia Internasional  mengenai  bentuk  Negara  kepulauan.  Menurut Konvensi tersebut, dengan pengakuan sebagai Negara kepulauan wilayah lautan Indonesia mencakup 75% dan daratannya 25% termasuk Zona Ekonomi Eksklusif, dimana batas region RI terdiri dari 3 jenis batas laut, yakni :
1). Batas laut teritorial








Adalah batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar, dengan jarak 12 mil keluar kearah laut bebas (lihat gambar 2). Garis dasar yang dimaksud adalah garis khayal yang menghubungkan titik=titik dari ujung-ujung pulau terluar. Jarak titik yang satu dengan titik yang lain (terjauh) yang boleh dihubungkan dengan garis dasar tidak melebihi 200 mil (1 mil=1609 m). Oleh karena itu, antara P. Chritsmas (wilayah Australia) yang terletak di sebelah selatan P. Jawa, tidak boleh menjadi dasar untuk menentukan  batas  laut  territorial  dengan  cara  menarik  garis dasar dengan titik manapun di pantai Australia  ke P. Chritsmas (karena jarak  dari pantai utara Australia  dengan P.  Chritsmas lebih dari 200 mil). Sementara batas laut territorial di sebelah timur  Kalimantan  Timu(tepatnya  di  sebelah  timur  Pulau Sebatik) masih dalam penyelesaian.
Laut yang terletak pada bagian dalam garis dasar disebut laut

pedalaman. Suatu negara memiliki hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas Laut territorial, meski demikian suatu negara harus menyediakan jalur pelayaran untuk lalu lintas damai, baik di atas permukaan maupun di bawah permukaan air laut.
2). Batas landas kontinen

Landas kontinen (continental shelf) semula merupakan konsep dalam geologi. Secara geologis suatu bagian lahan daratan pantai akan menurun dari kemiringan kecil sampai ke bawah laut tertentu menurun secara terjal ke dasar laut.  Bagian lahan dasar lau dengan   kemiringan   kecil   tersebu dinamakan   landas kontinen (lihat gambar 4). Dasar lautan yang dari segi geologi maupun morfologi merupakan kelanjutan dari kontinen atau benuanya.  Lautan  yang  ada  di  atasnya  adalah  laut  dangkal, dengan   kedalama kurang   dari   15 mete (Dalam   hal   ini








Indonesia terletak diantara dua landas kontinen, yakni yakni landas kontinen Asia dan Australia. Kewenangan dan hak sebuah Negara dalam wilayah landas kontinen adalah dalam memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat di dalam  dan di bawah wilayah landas koninen, tetapi dengan syarat tidak mengganggu lalu lintas pelayaran damai.
Jarak batas landas kontinen dari garis dasar tidak tentu jaraknya, tetapi maksimal 200 mil. Kalau ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landas kontinen, batas antar negara-negara tersebut ditarik sama jaraknya dari garis dasar masing-masing. Misalnya antara Indonesia, Malaysia, dan Singapura terjadi penguasaan wilayah laut yang berada pada landas kontinen yang sama, maka antar Negara-negara tersebut perlu ada kesepakatan mengenai batas lautnya.
Batas landas kontinen antara wilayah Republik Indonesia

dan Malaysia di Selat Malaka sebelah selatan, selain ditarik di tengah-tengah antara Malaysia dan Republik Indonesia juga berhimpit dengan batas Laut Territorial kedua negara. Batas landas kontinen RI-Malaysia-Muangthai di Selat Malaka sebelah utara bertemu dengan koordinat 980BT dan 60 LU.
Permasalahan batas landas  kontinen pertama kali  diajukan

oleh AS pada konvensi hukum laut international I tahun 1958, mengingat  banyaknya  kekayaan  pada  wilayah  ini.  Penentuan batas   landas   kontinen   Negara-negera   pantai   ini   oleh   PBB diberikan  kesempatan  hingga  tahun  2009.  Dalam  penentuan batas landas kontinen negera pantai  diberi  kesempatan untuk menambah di luar 200 mil laut hingga mencapai 350 mil laut.
































Gambar 4. Landas kontinen



3). Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE)

MenuruUNCLOS  1982  pasal  55  dan  56  ayat  1a,  Zone ekonomi ekslusif (ZEE) suatu daerah di luar dan berdampingan dengan  laut  territorial,  ditentukan dengan  cara  menarik  jarak tidak lebih dari 200 mil dari garis dasar ke arah laut bebas. Kewenangan suatu Negara pada ZEE adalah hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam, baik di laut maupun di bawah dasar laut dan tanah di bawahnya, baik hayati maupun non-hayati dengan kewajiban menghormati lalu lintas pelayaran damai.
ZEE hanya dimiliki oleh Negara kepulauan (arphilagic state),

oleh karena itu ketika terjadi sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia, khususnya dalam mengklaim blok Ambalat posisi Indonesia sebenarnya sangat kuat karena Blok Ambalat berjarak kurang lebih 70 mil dari Pulau Sipadan dan Ligitan (yang telah berhasil   diklaim   Malaysia   sebaga bagian   dari   wilayahnya).








Padahal hanya Negara kepulauan saja yang boleh menarik garis sepanjang  itu.  Seperti  diketahubahwa  Malaysia  merupakan bukan Negara kepulauan tetapi negara kontinen, sehingga tidak berhak untuk menarik garis ke arah blok Ambalat.
g.  Undang-undang No. 4 Prp 1960 tentang perairan Indonesia, yang secara garis besar menyatakan bahwa:
1) Kepulauan dan perairan Indonesia menjadi satu kesatuan, sedangkan laut yang menghubungkan pulau demi pulau merupakan bagian yang tidak dapat  dipisahkan dari daratnya, untuk itu ditarik garis pangkal lurus yang menghubungkan titik- titik terluar atau bagian pulau-pulau terluar dalam wilayah Indonesia. Perairan pada sisi dalam garis-garis pangkal/dasar tersebut disebut perairan pedalaman.
2)  Lebar laut wilayah dinyatakan 12 mil laut diukur mulau dari garis pangkal tersebut menuju ke luar.
3) Kedaultan Negara  Republik  Indonesia  mencakup perairan Indonesia, ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya, beserta sumber-sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
4) Di perairan pedalaman dijamin hak lalu lintas damai bagi kendaraan air nasing yang pengaturannya ditentukan tersendiri.
h.  Undang-undang  No.  17  Tahun  1985,  mengamanahkan  perlunya

penanganan secara serius penataan batas-batas maritim dengan negara-negara  tetangga.   D lau Indonesia  terdapat  perbatasan dengan   10 negara, yakni India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua Nugini, dan Timor Leste. Batas-batas maritim yang harus diselesaikan adalah batas laut territorial, Zona Tambahan (sampai 12 mil laut diukur dari batas laut territorial atau
2 mil   lau diuku dari   gari pangkal) Indonesia   memiliki








kewenangan mengontrol pelanggaran terhadap aturan-aturan di bidang bea cukai, keuangan, karantina kesehatan, pengawasan imigrasi,  dan  menjamin pelaksanaan  hukum  di  wilayahnya  (Jalal,
2003).


2. Batas Fisik

Batas  wilayah  Indonesia  dengan  wilayah  negara  lain  berupa daratan dan perairan (laut, selat, lautan bebas). Batas berupa daratan misalnya di Papua yang berbatasan dengan Papua Nugini dan di Kalimantan dengan Malaysia Timur. Perbatasan tersebut hanya berupa patok dan tugu, yang seungguhnya sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya penyusupan-penyusupan dari negara lain, misalnya perbatasan








Indonesia Papua Nugini yang berupa garis perbatasan sepanjang kurang lebih  900  km  baru  ditandadengan  patok-patok  sebanyak  24  buah. Bahkan di Kalimantan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia belum jelas   keadaannya   d lapangan,   oleh   karena   it perlu   dilakukan pengukuran. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan dan dalam rangka melindungi masyarakat, maka didirikan beberapa pos perbatasan. Misalnya pos pengawas perbatasan di Longbawang Kalimantan Timur, Pos Pengawas lintas batas di Entekong Kalimantan Barat, pos lintas batas di Pulau serasan (Riau Kepulauan dekat Kalimantan Barat).
Batas   fisik   region   Indonesia   yang   berupa   perairan   adalah

Samudera Hindia di sebelah selatan berbatasan dengan laut bebas dan Pulau Chritsmas (Australia). Batas berupa laut juga terdapat di Selat Malaka antara Indonesia-Malaysia-Muangthai (sebagaimana di bahas dalam batas landas kontinen). Hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal batas ini adalah pemberian tanda dan   pengawasan yang cukup dari suatu negera, dimana pengawasan ini dapat pula didukung oleh rakyat. Tanpa pengawasan dan batas yang memadai maka batas ini akan menjadi tidak bermakna. Apalagi region Indonesia yang banyak berbatasan dengan negera lain ditambah pula dengan garis pantai yang panjang, sehingga kemungkinan terjadi penyusupan/inflitrasi sangat besar.



No comments:

Post a Comment