BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah terombang-ambing
oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara, maka tentu perlu
memiliki dasar negara dan ideologi negara yang kokoh dan kuat pula. Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara
Indonesia didirikan, dan hingga sekarang di era globalisasi, Negara Indonesia
tetap berpegang teguh kepada Pancasila sebagai dasar negara. Sebagai dasar
negara tentulah pancasila harus menjadi acuan negara dalam menghadapi tantangan
global dunia yang terus berkembang.
Di
era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk menjaga
eksistensi kepribadian bangsa Indoensia, karena dengan adanya globalisasi
batasan-batasan diantara negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai
kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat. Hal ini dapat
memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia, jika kita dapat
memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul maka globalisasi akan menjadi
hal yang positif. Namun, jika tidak mampu memfilter maka dampak globalisasi
akan dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan Indonesia.
Memperlajari
Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa Indonesia yang
memiliki jati diri dan harus diwjudkan
dalam pergaulan hidup sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih
bermartabat dan berbudaya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
Latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, Rumusan masalah dalam
makalah ini adalah.
1. Bagaimana
Konsep dan Peran Pancasila sebagai ideologi bangsa?
2. Bagaimana
Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara di Era Global?
1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan
Masalah yang telah dipaparkan diatas, Tujuan penulisan dalam makalah ini
adalah.
1. Memaparkan
Konsep Pancasila sebagai ideologi bangsa.
2. Memaparkan
Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara di Era Global.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan
Rumusan Masalah yang telah dirumuskan pada Bab I, Pembahasan masalah akan
menyajikan tentang (1) Konsep Pancasila sebagai ideologi. (2) Tantangan
Pancasila sebagai Ideologi Negara di Era Global.
2.1
Pancasila
Sebagai Ideologi
Pancasila
sering disebut sebagai dasar falsafah bangsa dan ideologi negara. Pancasila
dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur
penyelenggaraan negara.
2.1.1
Pengertian
Pancasila dan Nilai-nilai dalam Pancasila
Kata
Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta: panca
berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara
Republik Indonesia berisi :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan
Indonesia
4.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Nilai yang
ada dalam Pancasila memiliki serangkaian nilai, yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan.Kelima nilai tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh dimana mengacu dalam tujuan yang
satu. Nilai-nilai dasar Pancasila seperti ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan yang bersifat universal,objektif, artinya
nilai-nilai tersebut dapat dipakai dan diakui oleh negara-negara lain, walaupun
tidak diberi nama Pancasila.Pancasila bersifat subjektif, artinya bahwa
nilai-nilai pancasila itu melekat pada pembawa dan pendukung nilai pancasila
itu sendiri, yaitu masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Nilai-nilai
Pancasila juga merupakan suatu pandangan hidup bangsa
Indonesia. Pancasila juga merupakan nilai-nilai yang sesuai dengan hati
nurani bangsa Indonesia, karena bersumber pada kepribadian bangsa.Nilai-nilai
Pancasila ini menjadi landasan dasar, serta motivasi atas segala perbuatan baik
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kenegaraan.Dalam kehidupan kenegaraan,
perwujudan nilai Pancasila harus tampak dalam suatu peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia.Karena dengan tampaknya Pancasila dalam suatu peraturan
dapat menuntun seluruh masyarakat dalam atau luar kampus untuk bersikap sesuai
dengan peraturan perundangan yang disesuaikan dengan Pancasila.
Berikut ini
adalah nilai-nilai dalam tiap –tiap butir Pancasila :
Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang
Maha Esa
1. Mengandung
arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
2. Menjamin
penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
3. Tidak
memaksa warga negara untuk beragama.
4. Menjamin
berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5. Bertoleransi
dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut
agamanya masing-masing.
6. Negara
memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan
mediator ketika terjadi konflik agama.
Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab
1. Menempatkan
manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
2. Menjunjung
tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
3. Mewujudkan
keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Arti dan Makna Sila Persatuan
Indonesia
1. Nasionalisme.
2. Cinta bangsa
dan tanah air.
3. Menggalang
persatuan dan kesatuan Indonesia.
4. Menghilangkan
penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
5. Menumbuhkan
rasa senasib dan sepenanggungan.
Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
1. Hakikat sila
ini adalah demokrasi.
2. Permusyawaratan,
artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan
tindakan bersama.
3. Dalam
melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Kemakmuran
yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
2. Seluruh
kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut
potensi masing-masing.
3. Melindungi
yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan
bidangnya.
2.1.2
Pengertian
Ideologi
Istilah
ideologi berasal dari kata “idea” berarti gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita, dan “logos” berarti ilmu. Kata idea sendiri berasal dari bahasa
Yunani “eidos” yang artinya bentuk. Selanjutnya ada kata “idein” yang artinya
melihat. Dengan demikian secara harfiah ideologi berarti ilmu
pengertian-pengertian dasar, cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai,
sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan
dan paham (Kaelan,2005).
Secara
sederhana ideologi diartikan sebagai:apa yang dipikirkan, diinginkan atau
dicita-citakan. Pada umumnya yang dimaksud ideologi adalah seperangkat
cita-cita, gagasan-gagasan yang merupakan keyakinan, tersusun secara
sistematis, disertai petunjuk cara-cara mewujudkan cita-cita tersebut (Wiyono,
2016:1).
Menurut
Anthony Downs (Al Hakim, 2014:278) memberi pengertian ideologi sebagai
seperangkat asumsi dasar baik normative maupun empiris mengenai sifat dan
tujuan manusia atau masyarakat agar dapat dipakai untuk mendorong serta
mengembangkan teori politik.
Menurut
Newman (Al Hakim, 2014:278) menyatakan ideologi sebagai seperangkat gagasan
yang menjelaskan atau melegalisasikan tatanan sosial, struktur kekuasaan atau
cara hidup dilihat dari segi tujuan, kepentingan atau status sosial dari
kelompok atau kolektivitas dimana ideologi itu muncul.
Sedangkan
menurut Poespowardojo (Al Hakim, 2014:278) berpendapat ideologi sebagai
kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan
bagi seseorang untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan
sikap dasar untuk mengolahnya.
Sebagai
pemikiran yang menyeluruh dan mendalam, ideologi bertumpu atau bersumber pada
suatu filsafat. Filsafat itu dirumuskan menjadi cita-cita dengan suatu program
untuk mencapai tujuan. Ideologi merupakan gagasan-gagasan pada filsafat sosial
sebagai suatu rencana sistematis mengenai cita-cita yang dijalankan oleh
sekelompok atau golongan masyarakat tertentu.
2.1.3
Karakteristik
dan Fungsi Ideologi
Menurut
Hidayat (Al Hakim, 2014:279) Ideologi sebagai pandangan masyarakat memiliki
karakteristik: (a) Ideologi sering muncul dan berkembang dalam situasi kritis;
(b) Ideologi memiliki jangkauan yang luas, beragam, dan terprogram. (c) Ideologi
mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan. (d) Ideologi memiliki pola
pemikiran yang sistematis. (e) Ideologi cenderung eksklusif, absolut dan
universal. (f) Ideologi memiliki sifat empiris dan normatif. (g) Ideologi dapat
dioperasionalkan dan didokumentasikan konseptualisasinya. (h) Ideologi biasanya
terjadi di dalam gerakan-gerakan politik.
Sedangkan
Fungsi ideologi bagi menusia menurut Hidayat (Al Hakim, 2014:279) adalah: (a)
sebagai pedoman bagi individu, masyarakat, atau bangsa untuk berfikir,
melangkah dan bertindak; (b) sebagai kekuatan yang mampu memberi semangat dan
motivasi individu, masyarakat dan bangsa untuk mencapai tujuan, dan (c) sebagai
upaya menghadapi berbagai persoalan masyarakat dan bangsa di segala aspek
kehidupan.
Selain
itu Menurut Suko Wiyono (2016:3) ideologi berfungsi sebagai: (a) pengikat
kelompok atau bangsa menjadi satu kesatuan untuk mengejar cita-cita bersama;
(b) pedoman untuk bertindak; (3) pendorong bagi suatu bangsa untuk berjuang
didalam mengejar tujuan bersama.
2.14
Macam-macam
Ideologi di Dunia
Macam-macam
Ideologi di dunia antara lain:
a.
Komunisme
Komunis merupakan salah satu ideologi besar yang
digunakan oleh beberapa negara di dunia ini. awal ajarannya berasal dari tokoh
Karl Marx dan friederich engels dimana fokus utama tujuan dari ideology ini
adalah untuk memperjuangkan hak semua kelas sosial yang ada di dalam masyarakat
menjadi kelas sosial yang sama tanpa adanya perbedaan sesuai dengan hak dan kewajiban warga
negara. Komunisme juga memiliki nama lain yaitu marxisme atau leninisme karena
kedua tokoh inilah yang melahirkan ideologi ini di dunia.
Ideologi komunis tumbuh karena adanya pertentangan
terhadap ideologi kapitalisme dimana buruh dan tani tidak diapresiasi dengan
baik dan hanya dianggap sebagai salah satu faktor produksi saja. imbas dari
pemikiran tersebut adalah terjadinya ketimpangan yang sangat besar antara
pengusaha dan buruh. Oleh karena itu muncullah partai komunis yang
memperjuangkan hak rakyat terutama rakyat kecil.
b.
Kapitalisme
Inti dari paham ideologi ini adalah adanya modal yang dikuasai oleh pihak swasta dimana
negara tidak memiliki kekuasaan atas terjadinya sistem ekonomi dan hanya
berperan sebagai pengawas saja. para pengusaha ini memiliki tujuan yang jelas
yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang seminimal
mungkin sehingga untuk mencapai hal tersebut negara tidak boleh ikut campur
dalam usaha mereka.
Tokoh yang sangat terkenal dengan ideologi ini adalah
Adam Smith atau yang juga dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi. paham ini awalnya
adalah sebuah cara untuk menentang adanya paham merkantilisme dimana menurut
paham merkantilisme tanah merupakan sumber modal utama dan melupakan sumber
modal lainnya.
c.
Anarkisme
Ideologi lainnya yang pernah ada di dunia adalah paham
anarkisme. Anarkisme merupakan sebuah tatanan politik dimana dianjurkan tidak
perlu adanya negara dan merupakan sebuah tindakan sukarela yang mengatur
dirinya sendiri. Namun ada beberapa orang yang mendefinisikan sebagai suatu
tatanan tanpa adanya hierarki di dalamnya sehingga semuanya dianggap sama.
Menurut paham anarkisme, negara merupakan sesuatu yang tidak dibutuhkan dan
dapat menjadikan gangguan.
Sesuai dengan namanya terkadang para orang yang
menganut anarkisme ini menggunakan kekerasan menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan
kewenangan dalam mencapai tujuannya atau dalam berusaha
menyampaikan ide yang dimilikinya.
d.
Liberalisme
Liberal berarti bebas. Para penganut
liberalisme ini percaya bahwa untuk menciptakan tatanan dunia yang bagus dan
maju harus didasarkan pada kebebasan baik kebebasan dalam pandangan politik
bahkan agama sehingga sering terjadinya penyebab tawuran.
Di dalam paham liberalism ini terdapat tiga nilai
pokok utama yang menjadikannya kuat yaitu life, liberty dan property. Dalam
pemikiran ideology ini menekankan adanya pemusatan kekuasaan pada diri individu
jadi tidak dipegang oleh negara melainkan setiap invidu memiliki hak untuk
menyampaikan segala ide dan pendapatnya. Namun perlu diketahui bukan berarti
bahwa liberalisme tidak berperilaku yang sebebas-bebasnya.
e.
Sosialisme
Istilah
sosialisme ini muncul pada abad ke 19 di perancis dan kemudian pengaruhnya
menyebar ke berbagai kalangan di dunia. tokoh dari ideologi sosialisme ini
adalah Karl Marx atas kritiknya terhadap kaum kapitalis yang telah
menyengsarakan para buruh dan tani.
Para buruh dan tani hanya dijadikan sebagai faktor
produksi dan tidak dilihat lagi gaji yang mereka dapatkan. Tingkat kelayakan
hidup mereka sangat kurang sehingga muncullah bahwa dalam negara harus
melindungi rakyatnya sedemikian rupa tanpa adanya perbedaan dari satu orang ke
orang lainnya sehingga terjadi kesejahteraan yang utuh di dalam suatu negara.
f.
Konservatisme
Paham ini lebih memusatkan pada nilai-nilai ajaran
kuno atau tradisional dan menentang keras dengan adanya modernisasi dan globalisasi. Karena adanya perbedaan niliai
disetiap negara maka tujuan dari paham konservtaif juga berbeda sesuai dengan
budayanya masing-masing.
Awalnya perkembangan ideologyi ini tidak bergitu
terkenal hingga meletusnya revolusi perancis yang kemudian banyak orang yang
ingin kembali ke tatanan dunia lama. Hal ini sangat beralasan karena
modernisasi ternyata tidak memberikan dampak yang baik bagi warga negara dan
menumbuhkan perpecahan di dalamnya sehingga merujuk pada bagian yang sangat
tidak menyenangkan. Negara yang sampai saat ini masih menggunakan paham ini
adalah negara-negara di eropa yang biasanya di dukung oleh para pekerja pasar
dan para pengusaha serta pejabat berkerah putih.
g.
Komunitarianisme
Ideologi
komunitarianisme merupakan paham komunis gaya baru atau dalam versi
modern. Paham utamanya tetap sama dengan komunis klasik yaitu menentang adanya
paham kapitalis dan liberalis. Namun paham ini tidak sebagaimana komunis klasik
tapi telah mengalami banyak perubahan dalam pemikirannya.
h.
Libertanianisme
Pada paham ideologi libertanianisme warga negaranya
sangat menjunjung tinggi adanya kebebasan terutama dalam kebebasan individu.
Proses pemilihan dilakukan secara utuh pada tiap individu dan negara tidak
berhak adanya pengaturan terhadap masyarakat. Pada paham ini juga lebih
menganjurkan untuk tidak membuat adanya lembaga sosial karena bisa menganggu
jalannya negara. Yang paling penting di sini adalah kebebasan individu baik
dalam ranah politik maupun dalam ranah ekonomi.
Meskipun mereka menjunjung tinggi adanya kebebasan
individu, mereka ini sangat menentang keras adanya hak kepemilikan individu
pada sektor-sektor strategis. Mereka masih membutuhkan negara sebagai alat
untuk mengatur dan mengawasi jalannya sebuah tatanan negara.
i.
Nazisme
Nazi merupakan singkatan dari nasional sosialisme
adalah salah satu paham yang berasal dari negara jerman dimana tokohnya yang
sangat fenomenal adalah Adolf Hitler. Paham ini disinyalir bukanlah menjadi
paham baru melainkan adalah paham yang dikombinasikan dari berbagai jenis paham
lainnya seperti anti yahudi. Oleh karena itu pada masa kejayannya banyak para
yahudi yang mendapatkan hukuman mati.
Paham ideologi nazisme sangat ketat dan sangat keras
sehingga banyak ditentang oleh banyak orang. ujung dari adanya nazisme ini
adalah adolf hitler dibunuh. Namun hal tersebut masih menjadi perdebatan apakah
adolf hitler memang sudah mati atau belum pada saat tersebut. Banyak orang yang
mengatakan bahwa Adolf hitler berhasil meloloskan diri dan kabur ke negara
lainnya yang jauh dari eropa. Meskipun aliran ini sudah dianggap hilang,
namun tidak menutup kemungkinan masih ada sisa-sisa orang yang masih
mempercayai ideologi ini. mereka tidak menunjukkan diri dan merupakan
organisasi bawah tanah.
j.
Nasionalisme
Nasionalisme merupakan paham dimana kedaulatan negara
menjadi hal yang mutlak dimana untuk mencapai hal tersebut harus dilakukan
kerjasama atas orang-orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama.
Keberadaan negara sangatlah penting dalam paham ini dan keamanannya sangat
dijaga ketat baik keamanan internal maupun keamanan eksternal.
k. Monarkisme
Monarkisme merupakan paham dimana kerajaan merupakan
sumber utama dari kesejahteraan negaranya. Saat ini masih ada banyak negara
yang menganut paham monarki diantaranya adalah brunei Darussalam, arab Saudi
dan lainnya. jadi pusat kekuasaan tertinggi adalah raja yang memerintah dan
segenap keturunannya.
l.
Fasisme
Fasisme merupakan salah satu ideologi yang sangat
keras karena mereka ingin mengatur segala aspek kehidupannya mulai dari
politik, budaya, ekonomi dan hal lainnya di negara tersebut. Pada paham ini
mereka berusaha untuk membentuk partai tunggal di dalam negara sehingga partai
inilah yang akan mengatur berjalannya negara. Para penganut paham fasis ini
percaya bahwa pemimpin tunggal yang kuat dan otoriter mampu menciptakan
kedaulatan dan kesejahteraan bersama di dalam sistem negara.
Paham fasisme ini mulai berkembang setelah perang
dunia 1 dan terus berkembang hingga pada perang dunia ke 2. Namun karena
pahamnya yang keras dan menguntungkan satu pihak saja yaitu yang memiliki
kekuasaan maka hal ini kemudian banyak mendapatkan pertentangan dari dunia luar
sehingga paham ini juga runtuh.
m. Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos yang
berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Jadi, demokrasi merupakan
kekuasaan yang berada di tangan rakyat. Dalam pelaksanaannya demokrasi memiliki
slogan kuat yaitu oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Landasan pemikiran
dari paham demokrasi ini adalah kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat
dengan memiliki dewan perwakilan rakyat yang pada kenyataannya menjadi lembaga
pemerintahan eksekutif, yudikatif dan legislative.
Dalam pemerintahan demokrasi pemimpin dipilih oleh
rakyat secara langsung melalui proses pemilihan umum. Kemudian rakyat juga
memilih wakil-wakilnya sebagai sarana penyalur lidah rakyat kepada pemerintahan
yang berkuasa. Ada beberapa negara yang menganut ideologi ini yaitu inggris,
Denmark, norwegia, swedia, amerika, Israel, Venezuela, belgia, Australia,
selandia baru dan lainnya.
2.1.5
Pancasila
sebagai Ideologi Negara
Ideologi
berkaitan dengan tertib sosial, dan tertib politik yang ada, berupaya untuk
secara sadar sistematis mengubah, mempertahankan tertib masyarakat. Suatu
pemikiran mendalam, menyeluruh menjadi ideologi apabila pemikiran,
gagasan-gagasan tersebut secara praktis difungsikan kedalam lembaga-lembaga
politik suatu masyarakat, suatu bangsa, suatu negara.
Ideologi
bangsa dan ideologi negara dapatlah dikatakan sebagai pemikiran mendalam,
diyakini kebenarannya oleh suatu negara pendukungnya dalam mempersatukan gerak
langkah kelompok-kelompok, golongan-golongan, partai-partai untuk menyatukan
diri, menyerasikan diri secara berdaya guna dalam kehidupan politik suatu
negara dalam upaya mewujudkan tujuan nasional berdasarkan kepentingan nasional
suatu bangsa.
Pancasila
sebagai ideologi nasional, memiliki kekuatan mengikat dan berlaku bagi segenap
bangsa Indonesia dan kekuatan sosial-politik yang ada di negara Republik
Indoneisa. Setiap partai politik pasti memperjuangkan ideologi politik
tertentu. Ideologi nasional mengatasi dan memiliki jangkauan lebih luas dari
ideologi politik yang ada di negara Indonesia.
Kedudukan
pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia tidak bisa terlepas dari kedudukan
pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia. Keberadaan
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia merupakan suatu realitas yang tidak
bisa dibantah sebagai bentuk perjalanan sjarah perjuangan bangsa Indonesia
sejak masyarakat Indonesia ada, mulai memproklamirkan kemerdekaannya, hingga
saat sekarang ini dalam menuju terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan.
Secara
demikian, makna pancasila sebagai ideologi bangsa adalah sebagai kkeseluruhan
pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bangsa Indonesia yang secara normatif
perlu diimplementasikan dalam kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.1.6
Pancasila
sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila
sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka, reformatif dan dinamis
dimaksudkan bahwa ideologi pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah (a) nilai
dasar, yaitu hakekat kelima sila Pancasila. Nilai dasar ini merupakan esensi
dari sila-sila pancasila yang bersifat universal, sehinga dalam nilai dasar
tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar;
(b) nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran
serta lembaga pelaksanaanya. Nilai instrumental ini merupakan penjabaran lebih
lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila; (c) nilai Praksis, yaitu
merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi pengamalan
yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa
dan bernegara (Kaelan, 2005).
Di samping itu, menurut Alfian
(Wiyono, 2016:9) suatu ideologi terbuka memiliki tiga dimensi, yaitu:
a.
Dimensi Realitas, yakni nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang
hidup di dalam masyarakatnya, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan
demikian, masyarakat pendukung ideologi itu dapat merasakan dan menghayati
bahwa nilai-nilai dasar itu milik mereka bersama.
b.
Dimensi Idealitas, Ideologi ini mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, bebangsa, dan bernegara. Dengan
demikian, bangsa yang memiliki ideologi adalah adalah bangsa yang telah
mengetahui kearah mana mereka akan membangun bangsa dan negaranya.
c.
Dimensi Fleksibilitas, Ideologi harus memberikan ruang yang memungkinkan
berkembangnya pemikiran-pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa
menghilangkan hakikat yang terkandung didalamnya.
2.2 Tantangan Pancasila sebagai
Ideologi Negara di Era Global
Sejak reformasi, bangsa Indonesia sedang mengalami
perubahan yang radikal. Reformasi yang sebenernya memiliki tujuan yang mulai,
ternyata telah menghantarkan bangsa Indonesia pada dunia baru yang sama sekali
berbeda dengan sebelumnya, yaitu sangat terbuka dan liberal, ditengah suatu
gelombang yang disebut globalisasi.
2.2.1
Pengertian
Globalisasi
Globalisasi
merupakan istilah populer yang ditemukan oleh ahli komunikasi bernama Marshall
McLuhhan dalam bukunya “Understanding
Media” (tahun 1964). Menurutnya dengan ditemukannya revolusi teknologi
informasi, maka dunia akan menjadi seperti “desa
buana”.
Menurut
Wignjosoebroto (Al Hakim, 2014:291) Globalisasi berarti sebagai proses
terjadinya perluasan skala kehidupan manusia yang multidimensial, dari
formatnya yang lokal dan kemudian nasional, untuk menuju format baru yang
meliputi seluruh dataran bumi tanpa kecuali.
Menurut
Mubyanto (Al Hakim, 2014:292) Globalisasi memiliki dua pengertian; pertama, sebagai definisi yaitu proses
menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal (borderless market), dan kedua,
sebagai “obat kuat” menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju
kemajuan masyarakat dunia.
Sedangkan
menurut Budiono (Al Hakim, 2014:292) Globalisasi secara gramatikal diartikan
sebagai proses dimana keterkaitan dan ketergantungan antar entitas telah sampai
pada titik mutlak dimana segala sesuatu masuk ke ruang lingkup global.
Globalisasi biasa dikait-kaitkan dengan kemajuan tekonologi informasi,
spekulasi dalam pasar uang, meningkatnya arus mofal lintas negara, pemasaran
massal, pemanasan global, era perusahaan multinasional hilangnya batasan antar
negara dan kian melemahnya kekuasaan negara.
2.2.2
Dampak
Positif dan Negatif Globalisasi bagi Indonesia
Arus
globalisasi tidak mungkin dihentikan. Dampak pada kehidupan manusia juga tidak
dapat dielakkan. Bagi masyarakat, bangsa
dan negara Indonesia, globalisasi memiliki dampak positif dan negatif.
a.
Dampak
Positif Globalisasi bagi Indonesia
Dampak
positif dengan adanya globalisasi bagi bangsa Indonesia antara lain:
1.
Semangat
kompetitif
Dampak
globalisasi adalah memacu persaingan (kompetitif). Untuk mengikuti arus
globalisasi suatu negara dituntut mampu bersaing di dunia internasional agar
tetap eksis sebagai suatu negara yang terintegrasi karena kunci uata dari
globalisasi adalah liberalisasi.
2.
Kemudahan
dan Kenyamanan Hidup
Globalisasi
yang seiring dengan kemajuan bidang informasi, komunikasi dan transportasi
telah memberi kemudahan dan kenyamanan hidup masyarakat. Dengan kemajuan
komunikasi memudahkan mengadakan hubungan, tidak saja antar kota, juga antar
negara antar benuda. Kemajuan informasi memberi kemudahan masyarakat memperoleh informasi apapun yang
dibutuhkan.
3.
Sikap
toleransi dan solidaritas kemanusiaan
Sikap toleransi
dan solidaritas kemnusiaan akan meningkat tidak saja intern bangsa, namun sudah
bersifat universal. Informasi mengenai keprihatinan dan penderitaan sejumlah
manusia di suatu negara, memotivasi pemerintah di negara lain untuk ikut
membantu meringankan penderitaan yang dirasakan sesamanya.
4.
Kesadaran
dalam kebersamaan
Sikap
perilaku toleransi serta solidaritas antar bangsa selanjutnya berkembang
menjadi kesadaran dalam kebersamaan untuk mengatasi berbagai masalah, dimana ancaman
dan bencana bagi keselmatan dunia sebagai satu-satunya planet tempat tinggal
bagi umat manusia merupakan ancaman bersama.
5.
Menumbuhkan
sikap terbuka
Globalisasi
berdampak tumbuhnya sikap terbuka manusia maupun bangsa. sikap terbuka ini
untuk mengenal dan menghormati perbedaan, kelebihan, kekurangan dalam kehidupan
manusia sebagai individu maupun bangsa yang hidup di negara lain.
6.
Globalisasi
memberikan tawaran baru
Globalisasi
menawarkan kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya. Contohnya paling gampang
kesempatan untuk mengakses ilmu pengetahuan seluas-luasnya di Internet.
7.
Terbukanya
mobilitas sosial
Kemajuan
transportasi mendorong mobilitas sosial yang semakin terbuka, dimana jarak
tidak lagi menjadi permasalahan. Dengan alat tarnsportasi modern jarak
bermil-mil bisa ditempuh dengan waktu singkat.
b.
Dampak
Negatif Globalisasi
Relita
menunjukkan bahwa globalisasi tidak sekedar memberi dampak positif.
Dampak-dampak
negatif globalisasi antara lain:
1.
Pergeseran
nilai
Globalisasi
sering kali cenderung mengintrodusir sesuatu yang baru, baik bersifat materiil
maupun non materiil yang bersifat asing dalam tempo yang sangat cepat.
Akibatnya di satu pihak terlihat masih belum siap menerima, mengadopsi dan
menyerap. Sehingga akan menyebabkan terjadinya kegoncangan budaya sekaligus
ketertinggalan budaya (“cultural lag”),
keresahan dan dilema dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.
Pertentangan
nilai
Masuknya
nilai baru dan asing yang tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan nilai
luhur dari pandangan hidup masyarakat/bangsa. contohnya pergaulan bebas, samenleven atau hidup bersama tanpa ada
ikatan pernikahan.
3.
Perubahan
gaya hidup
Globalisasi
juga mampu menghadirkan gaya hidup konsumeris. Torsten Veblen (Al Hakim,
2014:299) menguraikan fungsi laten konsumsi dan pemborosan secara berlebihan
menjadi simbol status tinggi dan percobaan untuk memperbesar gengsi melalui
kompetisi.
4.
Berkurangnya
kedaulatan negara
Globalisasi
memang memunculkan kekhawatiran yang luas bahwa kedaulatan suatu negara
digerogoti. Pemerintah kini mengakui dan bekerja di suatu lingkungan dimana
sebagian besar penyelesaian masalah harus dirumuskan dengan memperhatikan dunia
global.
5.
Lunturnya
aspek kebangsaan
Sudah
tentu generasi muda zaman sekarang tidak lebih mudah dibandingkan generasi
sebelumnya. Generasi muda yang hidup pada era komunikasi dan informasi yang
canggih sudah dikepung oleh iklan yang membawa pesan konsumtif di berbagai
media. Rangsangan untuk bergaya hidup hedonis dan konsumtif terasa makin masif.
Mereka kurang peduli dengan nasib bangsa secara keseluruhan.
Menurut Hariyono (2014:39)
menjelaskan bahwa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah
aspek kebangsaan, eksistensi Pancasila dan Nasionalisme. Nasionalisme di era
reformasi seakan telah terdistorsi oleh sistem pasar. Pancasila yang sejak awal
telah dijadikan sebagai dasar negara seakan tersisih oleh ideologi pasar.
2.2.3
Pengendalian
Dampak Negatif
Menurut
Suparlan Al Hakim (2014:302) Cara mengendalikan dampak negatif globalisasi yang
dapat dilakukan untuk mengahdapi dampak utamanya negatif adalah sebagai
berikut:
(1)
Pendidikan
Daya
tahan dan daya dangkal sebagai pengendalian dalam mengahdapi globalisasi yang
berdampak negatif, harus dilakukan pada setiap individu sebagai warga negara.
Cara yang dapat ditempuh antara lain melalui pendidikan baik formal, informal
maupun non formal.
Upaya pendidikan, harus sampai pada terwujudnya
warga negara dengan kepribadian yang di dalamnya terintegrasi norma-norma/
nilai-nilai berdasarkan pandangan hidup bangsanya. Pengendalian diharapkan agar
setiap individu mampu menjadi warga negara yang berkualitas, dalam arti harus
menjadi penghayat dan pengamal terbaik norma-norma/ nilai-nilai yang menjadi
pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(2)
Cara
Regulatif
Masyarakat
tidak seluruhnya memiliki kesadaran untuk mengatasi, dan kemampuan untuk
mengendalikan diri dalam mengahadapi dampak negatif globalisasi, maka
pemerintah harus berusaha menjalankan peranannya secara sungguh-sungguh dan
ketat untuk mengatur dengan mengeluarkan peraturan (regulasi). Pengawasan terhadap
tempat hiburan yang terbuka untuk umum yang disediakan orang dewasa, sepatutnya
pihak yang berwenang melakukan usaha mencegah generasi muda yang bermaksud ikut
menikmatinya.
(3)
Pengendalian
Sosial
Dengan
prinsip “lebih baik mencegah daripada harus memperbaiki atau menyembuhkan
pengaruh buruk globalisasi terhadap generasi muda”. Untuk itu pengawasan sosial
memerlukan keterpaduan, agar kegiatannya berlangsung sinergis.
(4)
Memperkokoh
Nilai Lokal
Globalisasi
dapat dihadapi melalui penguatan nilai-nilai. Nilai budaya lokal yang dituduh
sebagai penghambat globalisasi sebenarnya mempunyai kekuatan yang bisa
dijadikan dasar atau acuan dalam pengendalian nilai global.
(5)
Pemantapan
Nilai-nilai Religius dan Agama
Untuk
mengahadapi dampak negatif globalisasi, maka penguatan nilai-nilai religius/
agama merupakan kekuatan dalam rangka pertahanan mengahadapi gempuran dampak
buruk globalisasi. Megaktualisasikan nilai-nilai religius dan agama dalam
kehidupan nyata menjadi pengendali pribadi dan keluarga, masyarakat dan bangsa
dalam menyikapi hal-hal buruk yang bisa merendahkan derajat kemanusiaan.
(6)
Pemantapan
Identitas Nasional, Integrasi Nasional dan Wawasan Kebangsaan
Di
era globalisasi identitas nasional, integrasi nasional dan wawasan kebangsaan
harus semakin dimantapkan. Dengan tujuan, agar loyalitas ganda sebagai warga
bangsa dan warga negara terwujud secara proposional. Sikap kokoh akan kecintaan
dan rasa hormat dengan keluarga, daerah dan negaranya akan berbanding secara
prposional dengan sikap kecintaan dengan menciptakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada
Bab II dipaparkan secara rinci penjelasan tentang (1) Konsep Pancasila sebagai
ideologi. (2) Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara di Era Global.
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat
dikemukakan simpulan sebagai berikut:
f
Pancasila disebut sebagai dasar falsafah
bangsa dan ideologi negara.
f
Ideologi merupakan gagasan-gagasan pada
filsafat sosial sebagai suatu rencana sistematis mengenai cita-cita yang
dijalankan oleh sekelompok atau golongan masyarakat tertentu.
f
Globalisasi berarti sebagai proses
terjadinya perluasan skala kehidupan manusia yang multidimensial, dari
formatnya yang lokal dan kemudian nasional, untuk menuju format dunia.
f
Dampak positif globalisasi meliputi:
semangat kompetitif, kemudahan dan kenyamanan hidup, sikap toleransi dan
solidaritas, menumbuhkan sikap terbuka, memberi tawaran baru, terbukanya
mobilitas sosial.
f
Dampak negatif globalisasi meliputi:
pergeseran nilai, pertentangan nilai, perubahan gaya hidup, berkurangnya
kedaukatan negara.
f
Pengendalian dampak negatif melalui
pendidikan, cara regulatif, pengendalian sosial, memperkokoh nilai
lokal,pemantapan nilai reigius, pemantapan identitas nasional, integrasi
nasional dan wawasan kebangsaan.
3.2 Saran
Sebagai
rakyat Indonesia kita sebaiknya selalu menjaga ideologi negara kita yaitu
Pancasila karena pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan dengan
kehidupan negara. Selain itu, sebagai warga negara yang baik kita harus ikut
berpartisipasi serta berperan aktif dalam pengendalian dampak negatif Globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Al
Hakim, Suparlan. DKK. 2014. Pendidikan
Kewarganegaraan Dalam Konteks Indonesia. Malang: Madani.
Hariyono.
2014. Ideologi Pancasila: Roh Progresif
Nasionalisme Indonesia. Malang:
Intrans Publishing.
Kaelan.
2005. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Meta,
Putu. 2017. Wiranto ajak kampus ikut
bendung ideologi Anti-Pancasila, (Online), (Liputan6.com), diakses 7 Mei
2017.
Wiyono,
Suko. 2016. Reaktualisasi Pancasila dalam
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Malang: Universitas Wisnuwardhana Malang
Press.
Wiranto Ajak Kampus Ikut Bendung Ideologi Anti-Pancasila
Liputan6.com,
Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)
Wiranto mengungkapkan, persatuan Indonesia saat ini tengah diuji. Hal tersebut
terkait munculnya ideologi atau paham anti-Pancasila.
Karena itu, ia mengajak perguruan tinggi (PT) ikut membendung perkembangan
ideologi itu. Demikian disampaikan dia saat bertemu dengan wakil rektor bidang
kemahasiswaan perguruan tinggi negeri dan swasta se-Jabodetabek di Kemenko
Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2017).
"Kampus diharapkan ikut terlibat dalam membendung ideologi-ideologi
yang tidak sejalan dengan Pancasila," ujar Wiranto.
Dengan adanya kebebasan akademis, ia mengatakan, semestinya bisa menjadi
jembatan membangun kualitas kebangsaan yang berlandaskan Pancasila di kalangan
mahasiswa. Sebab jika nilai-nilai anti-Pancasila berkembang, kekacauan bisa
saja terjadi.
"Jika ada ideologi lain yang muncul selain Pancasila, maka ada
kekacauan dan instabilitas," ungkap Wiranto.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, Yusron Razak mengatakan, pihaknya sudah membendung
ideologi anti-Pancasila. Salah satu caranya dengan menolak
organisasi luar masuk ke dalam kampus.
"Kalau dalam kontes secara umum, kita sudah ada aturan melarang
organisasi ekstra masuk ke dalam kampus. Apa yang disebut ekstra? Itu
organisasi yang bukan internal universitas. Kalau yang lain masuk, bisa ribut
kampus kita jadinya," jelas Yusron.
Meski demikian, dia terlihat galau jika pihak kampus menolak ajaran lain,
yang dijadikan diskursus, khususnya masalah ideologi.
"Kita ingin tetap konsisten dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Tapi
bukan berarti kita juga membenarkan orang menangkap orang lain atas dasar
ideologi dan menganggap, 'saya yang paling NKRI, saya yang paling Pancasila.
Menurut saya, itu bukan sikap yang wise dalam konteks perguruan
tinggi," beber Yusron.
Sedangkan Wakil Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Achmad Sofyan
Hanif, tak menepis adanya gerakan anti-Pancasila di kampusnya.
"Ya kalau dibilang enggak ada, juga enggak juga. Kalau gerakan ada
lah, tapi masih kecil," ungkap Achmad.
Ia juga mengungkapkan, pihaknya tak bisa melarang hal tersebut berada di
dalam kampusnya. Ia menjelaskan, pihak kampus hanya sebatas tak memberikan
dukungan.
"Saya pun mengajak kita saling ingatkan. Kalau kita katakan ini (anti-Pancasila) enggak
boleh, kan enggak enak juga. Jadi kemarin ada kelompok mahasiswa yang dalam
tanda kutip begini, ya jangan gunakan uniform UNJ," tandas Achmad.
No comments:
Post a Comment