Friday, May 12, 2017

Makalah: Pembudayaan Karakter Bangsa berdasarkan Nilai-nilai Pancasila

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pancasila merupakan warisan bangsa dari para pendahulu yang wajib dijaga dan diterapkan dalam kehidupan berbangsa. Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Suatu kenyataan bahwa kemerosotan akhlak serta penghayatan pada nilai-nilai pancasila akhir-akhir ini ini tidak hanya menimpa kalangan orang dewasa, tetapi telah merembet pada kalangan pelajar tunas-tunas bangsa. Terlihat tidak adanya kebanggaan sebagai orang Indonesia dengan pancasilanya.
Menurut Singal Tambunan (2015) dalam Artikelnya yang berjudul Membangun Karakter Bangsa Berlandaskan Pancasila, Beliau berpendapat, bahwa Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal ini tercermin dari kesenjangan sosial-ekonomi yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi diberbagai pelosok negeri dan masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang akhirnya merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Semua itu terjadi itu terjadi karena belum dihayatinya nilai-nilai pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep pembudayaan karakter bangsa?
2.      Bagaimana Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila?
3.      Apa tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada pancasila?

C.  Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dipaparkan diatas, Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah.
1.      Memaparkan konsep pembudayaan karakter bangsa.
2.      Memaparkan Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila.
3.      Memaparkan tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada nilai-nilai pancasila.















BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dirumuskan pada Bab I, Pembahasan masalah akan menyajikan tentang (1) Konsep pembudayaan karakter bangsa (2) Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila (3) Tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada nilai-nilai pancasila.

2.1 Konsep Pembudayaan Karakter Bangsa
            Ketika bangsa Indonesia bersepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para bapak pendiri bangsa menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat, kedua adalah membangun bangsa, dan ketiga adalah membangun karakter. Pada implementasinya kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan upaya untuk membangun bangsa dan membangun karakter.
2.1.1 Pengertian Pembudayaan
            Pembudayaan mempunyai arti setingkat lebih tinggi dari Pemsyarakatan. Pemsyarakatan adalah mensosialisasikan kepada seluruh warga masyarakat tentang nilai-nilai yang perlu diketahui, sekaligus sebagai masalah yang mungkin muncul dalam melaksanakan nilai-nilai yang demikian fundamental bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara .
 Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (Wiyono, 2016:121).
Sementara definisi Kebudayaan yang cukup lama dikenal adalah dari Menurut Edward Burnett Tylor (Wiyono, 2016:122) menjelaskan bahwa Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (Wiyono, 2016:122)  kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan melalui belajar.
Berdasarkan pengertian di atas maka bila kita berbicara tentang pembudayaan nilai-nilai pancasila yang merupakan sumber dari karakter bangsa, berarti kita berbicara tentang perwujudan nilai-nilai pancasila itu (1) dalam gagasan nilai, norma dan peraturan, (2) dalam aktivitas serta tindakan terpola dari manusia, dan (3) wujud hasil cipta manusia.
Pembudayaan nilai-nilai Pancasila merupakan peningkatan secara kualitatif dari pemsyarakatan, sehingga mencakup pengertian yang dalam, karena tidak sekedar memahami belaka. akan tetapi juga harus dihayati dan diwujudkan dalam pengamalannya oleh setiap diri pribadi dan seluruh lapisan masyarakat sehingga menumbuhkan kesadaran dan kebutuhan, mempertajam perasaan, meningkatkan daya tahan, daya tangkap dan daya saing bangsa yang kesemuannya tercermin pada sikap tanggap dan sikap perilaku. Pembudayaan berarti mengusahakan agar sesuatu itu menjadi budaya di masyarakat luas. Hal ini berarti diharapkan adanya peningkatan, dimana orientasinya tidak lagi sekedar supaya bisa dipahami, akan tetapi diharapkan sudah merupakan bagian dari budaya masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, pembudayaan dimakudkan agar lebih mengakarkan nilai-nilai luhur pancasila.
2.1.2 Pengertian Karakter Bangsa
            Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan kebajikan dan kebaikan. Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan melalui pikiran dan perbuatan .
            Menurut Wyne (Muchlas & Hariyanto, 2016:41) Mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Sedangkan menurut Scerenko (Muchlas & Hariyanto, 2016:41) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan komplesitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Sementara itu The Free Dictionary dalam situs online-nya yang dapat diunduh secara bebas mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain.
Berdasarkan uraian diatas tentang definisi Karakter maka bila kita berbicara tentang Karakter bangsa berarti  kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.2 Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
Menurut Fauzi Ahmad (2014) menjelaskan bahwa Nilai (value) termasuk dalam pokok bahasan filsafat. Nilai biasa digunakan untuk menunjuk kata benda yang abstrak. Pengertian nilai dapat kita temukan dalam salah satu cabang filsafat, yaitu aksiologi (filsafat nilai). Nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak. Nilai dapat dijuga diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. 
Menurut Robert Mz Lawang (Ahmad, 2014) Nilai adalah gambaran apa yang diinginkan, yang pantas, berharga dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
Ciri-ciri nilai, yaitu:
w       Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat ditangkap melalui panca indra, tetapi ada).
w       Normatif (yang seharusnya).
w       Berfungsi sebagai daya dorong manusia .
2.2.1 Butir-butir Pancasila
Menurut Amanoto (2014) Sejak tahun 2003, berdasarkan Tap MPR no. I/MPR/2003, 36 butir pedoman pengamalan Pancasila telah diganti menjadi 45 butir butir Pancasila. Dan berikut ini 45 butir butir Pancasila yang baru sesuai dengan Tap MPR no. I/MPR/2003.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Suko Wiyono (2016:124) maka yang ingin dicapai dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada nilai-nilai luhur pancasila adalah:
1.      Masyarakat yang memiliki kesadaran yang tinggi akan hak dan kewajiban sebagai pribadi, anggota keluarga/masyarakat, dan warganegara.
2.      Sebagai pribadi ia dapat bersikap dan bertingkah laku sebagai insan hamba Tuhan, yang mampu menggunakan cipta, rasa dan karsanya secara tepat, sehingga dapat bersikap adil.
3.      Sebagai anggota keluarga dan masyarakat ia mampu mendudukan dirinya secara tepat sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
4.      Sebagai warganegara ia diharapkan faham akan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, patuh melaksanakan segala ketentusn peraturan perundang-undangan yang didasarkan atas kesadaran.
5.      Sebagai tenaga pembangunan maka ia memahami prinsip-prinsip dasar program dan pelaksanaan, baik pembangunan di daerah maupun pembangunan nasional.
2.3 Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila
Media (sarana, alat) untuk pembudayaan Pancasila secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam: formal dan non-formal. Formal melalui jalur pendidikan formal (sekolah) dari tingkat terendah sampai yang tertinggi. Non-formal melalui jalur apa saja di luar pendidikan formal—media massa, jejaring sosial, seni, lembaga sosial, lembaga adat, dan lembaga keagamaan.
a.       Pembudayaan Pancasila melalu media Pendidikan Formal
Pembudayaan Pancasila melalui lembaga pendidikan formal, bagaimanapun juga, sebagai sarana yang paling efektif, karena pendidikan lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku manusia. Pendidikan formal sejauh ini sebagai satu sistem organisasi yang lebih teratur dibandingkan dengan lembaga lain yang bersentuhan dengan pengubahan perulaku manusia. Pendidikan formal, entah yang dikelola oleh negara maupun oleh lembaga swasta, tentu memiliki organisasi, kurikulum, guru, tenaga administratif yang merupakan satu sistem yang bersentuhan langsung dengan anak didik. Pancasila sejauh ini sudah dibudayakan lewat pendidikan formal, yaitu melalui PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), namun mata pelajaran PPKN ini dirasa masih sangat kurang untuk penanaman nilai-nilai Pancasila lewat jalur pendidikan formal.
b.      Pembudayaan Pancasila melalui Media di Luar Pendidikan Formal
Generasi muda sekarang sangat akrab dengan teknologi komunikasi: internet dan handphone. Banyak sekali keuntungan positif yang diperoleh dengan pemakaian dua alat komunikasi tersebut: informasi dapat diakses dengan mudah kapan saja dan di mana saja. Namun alat tetaplah alat, yang penting adalah “the man behind the gun”. Internet dan handphone dengan segala fungsinya, tidak diragukan, dapat digunakan sebagai sarana yang efektif bagi pembudayaan nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda. Di samping kedua alat tersebut di atas, masih ada alat komunikasi lain yang relatif lebih tua: koran, majalah, tabloid, jurnal, radio, televisi, pertunjukan seni live, yang lebih cenderung ke “one way traffic communication”, komunikasi satu arah. Mereka masing-masing dapat diikutsertakan di dalam pembudayaan Pancasila untuk generasi muda


2.4 Tantangan dalam Pembudayaan Karakter Bangsa berdasarkan Nilai-nilai Pancasila
            Sudah tentu generasi muda zaman sekarang tidak lebih mudah dibandingkan generasi sebelumnya. Generasi muda yang hidup pada era komunikasi dan informasi yang canggih sudah dikepung oleh iklan yang membawa pesan konsumtif di berbagai media. Rangsangan untuk bergaya hidup hedonis dan konsumtif terasa makin masif. Mereka kurang peduli dengan nasib bangsa secara keseluruhan. 
            Menurut Hariyono (2014:39) menjelaskan bahwa permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah aspek kebangsaan, eksistensi Pancasila dan Nasionalisme. Nasionalisme di era reformasi seakan telah terdistorsi oleh system pasar. Pancasila yang sejak awal telah dijadikan sebagai dasar negara seakan tersisih oleh ideologi pasar.
1.      Konflik Horizontal
Keanekaragaman bangsa Indonesia tersebut sangat rawan menimbulkan konflik horizontal. Konflik horizontal tentu saja bertentangan dengan sila kedua pada kekerasan. Namun bangsa Indonesia telah mempunyai pedoman yakni Pancasila. Pancasila merupakan sarana yang ampuh sekali untuk mempersatukan bangsa, sehingga peran Pancasila sangat strategis untuk menjaga kesatuan bangsa. 
2.      Paham Radikal
Munculnya ideologi-ideologi baru yang tidak sesuai dengan Pancasila Terutama ideologi-ideologi radikal yang mengatasnamakan agama. Padahal dalam kenyataanya ideologi-ideologi radikal tersebut hanya menggunakan agama sebagai alat. Karena kebanyakan paham-paham di atas menggunakan penafsiran yang salah dan cenderung memaksakan. Contoh saja adalah terorisme. Tentu saja terorisme sangat bertentangan dengan Pancasila dan semua sila-silanya.
3.      Westernisasi
Arus Westernisasi masuk begitu saja tanpa di filter atau disaring terlebih dahulu. Generasi muda lebih tertarik dengan budaya barat yang menurutnya lebih unggul daripada budaya sendiri. Mereka tidak peduli terhadap budaya sendiri yang dianggapnya telah ketinggalan jaman. Ditambah lagi, semakin majunya teknologi informasi yang semakin menggerus batas-batas kebangsaan.
4.      Modernisasi
Berbagai arus modernisasi begitu mudah masuk tanpa disaring terlebih dahulu. Bukan saja westernisasi yang masuk di Indonesia. Budaya Asia Timur, sebut saja budaya Korea dan Jepang juga masuk di Indonesia serta menjadi trendi di kalangan masyarakat, khususnya para remaja. Sebenarnya tidak masalah jika menerapkan budaya Barat maupun budaya Asia Timur (Korea dan Jepang), namun yang diterapkan adalah budaya positifnya.
5.      Globalisasi
Di abad ke 21 ini memang terjadi perubahan yang mendasar pada setiap negara. Sekaligus seolah-olah memaksa negara untuk bersikap terbuka jika ingin maju dan tidak tertinggal. Oleh karena itu negara-negara tertutup yang umumnya merupakan negara Komunis banyak yang membuka diri (kecuali Korea Utara). Hal tersebut dilakukan agar dapat menyesuaikan diri kehidupan global dan bertujuan juga agar tidak tertinggal dalam pergaulan global.
6.      Liberalisme
Sebagai ideologi bangsa, Pancasila haruslah adaptif, jadi agar tidak terombang-ambing dalam gempuran berbagai paham asing. Semangat Pancasila harus dibangkitkan guna mengimbangi kebebasan yang lebih condong ke Liberalisme. Kebebasan dalam Liberalisme tentu saja tidak sesuai dengan Pancasila. Kebebasan dalam Pancasila adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Sedangkan kebebasan Liberalisme hanya sekedar kebebasan saja. Jadi dalam Liberalisme tidak masalah jika terjadi penghinaan suku, ras, maupun agama. Padahal dalam masyarakat Indonesia sendiri sangat sensitif bila terjadi penghinaan suku, ras dan agama. Yang artinya Liberalisme bertentangan dengan kepribadian bangsa.
7.      Separatisme
Separatisme tentu saja sangat bertentangan dengan Pancasila terutama sila kedua dan ketiga karena selain menggunakan kekerasan, separatisme juga mengancam persatuan bangsa. Jika kita lihat sejak awal reformasi, banyak sekali gerakan Separatisme yang mengancam persatuan bangsa. Bahkan ada gerakan separatisme yang berhasil memerdekakan wilayah mereka dari NKRI. Separatisme yang dimaksud adalah Fretilin yang berhasil memisahkan Timor-Timur (sekarang Timor Leste) dari Republik Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa pada masa pasca reformasi seperti saat ini Pancasila mengalami berbagai tantangan mulai dari arus globalisasi, westernisasi, modernisasi, Liberalisme-Kapitalisme, paham radikal yang mengatasnamakan agama, konflik horizontal hingga gerakan separatisme. Sebagai pandangan hidup bangsa, kekokohan Pancasila kembali di uji. Dan bangsa Indonesia diharapkan lebih bijak dalam melaksanakan Pancasila. Karena tanpa Pancasila, bangsa Indonesia  tak mampu mengahadapi berbagai tantangan global dan akan kehilangan arah serta jati diri. Oleh karena itu perlu dibangkitkan kembali semangat Pancasila demi kokohnya bangsa Indonesia.








BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada Bab II dipaparkan secara rinci penjelasan tentang (1) Konsep pembudayaan karakter bangsa (2) Implementasi Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (3) Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila (4) Tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada nilai-nilai pancasila.

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:
:: Pembudayaan nilai-nilai Pancasila adalah memahami pancasila, menghayati serta mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap individu dan seluruh lapisan masyarakat.
:: Karakter bangsa berarti  kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari raga seseorang atau sekelompok orang.
:: Strategi Pembudayaan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Formal dan non-Formal. Formal melalui jalur pendidikan formal (sekolah) dari tingkat terendah sampai yang tertinggi. Non-formal melalui jalur apa saja di luar pendidikan formal—media massa, jejaring sosial, seni, lembaga sosial, lembaga adat, dan lembaga keagamaan.
:: Tantangan Pembudayaan Karakter Bangsa yaitu arus globalisasi, westernisasi, modernisasi, Liberalisme-Kapitalisme, paham radikal yang mengatasnamakan agama, konflik horizontal hingga gerakan separatisme.
3.2 Saran
            Berdasarkan pada simpulan yang telah dikemukakan diatas, ada beberapa saran yang ditujukan. Upaya mewujudkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memang tidak mudah. Sehubungan dengan hal itu seluruh lapisan masyarakat diharapkan ikut andil berpartisipasi dalam upaya Pembudayaan niali-nilai Pancasila. Sebab keberhasilan Pembudayaan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber karakter bangsa, sangat diitentukan oleh para orang tua, totkoh-tokoh masyarakat, tokoh nasional, baik yang formal maupun non-formal.


No comments:

Post a Comment