BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pancasila merupakan warisan bangsa dari para pendahulu yang wajib dijaga
dan diterapkan dalam kehidupan berbangsa. Secara
yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa Pancasila adalah
pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan sebagai ideologi
nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad untuk dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah
jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa
Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin
baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Suatu kenyataan bahwa kemerosotan akhlak
serta penghayatan pada nilai-nilai pancasila akhir-akhir ini ini tidak hanya
menimpa kalangan orang dewasa, tetapi telah merembet pada kalangan pelajar
tunas-tunas bangsa. Terlihat tidak adanya kebanggaan sebagai orang Indonesia
dengan pancasilanya.
Menurut Singal Tambunan (2015) dalam Artikelnya
yang berjudul Membangun Karakter Bangsa Berlandaskan Pancasila, Beliau berpendapat,
bahwa Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk,
hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal ini tercermin dari
kesenjangan sosial-ekonomi yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi
diberbagai pelosok negeri dan masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan
bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan,
korupsi yang akhirnya merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Semua
itu terjadi itu terjadi karena belum dihayatinya nilai-nilai pancasila sebagai
filosofi dan ideologi bangsa.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
konsep pembudayaan karakter bangsa?
2.
Bagaimana
Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila?
3.
Apa
tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada pancasila?
C. Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dipaparkan diatas, Tujuan
penulisan dalam makalah ini adalah.
1.
Memaparkan
konsep pembudayaan karakter bangsa.
2.
Memaparkan
Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila.
3.
Memaparkan
tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada nilai-nilai
pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah dirumuskan pada Bab I, Pembahasan
masalah akan menyajikan tentang (1) Konsep pembudayaan karakter bangsa (2) Strategi
dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila (3) Tantangan
dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber pada nilai-nilai pancasila.
2.1 Konsep Pembudayaan Karakter Bangsa
Ketika bangsa Indonesia bersepakat
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para
bapak pendiri bangsa menyadari bahwa paling tidak ada tiga tantangan besar yang
harus dihadapi. Pertama, adalah mendirikan negara yang bersatu dan berdaulat,
kedua adalah membangun bangsa, dan ketiga adalah membangun karakter. Pada
implementasinya kemudian upaya mendirikan negara relatif lebih cepat jika
dibandingkan dengan upaya untuk membangun bangsa dan membangun karakter.
2.1.1 Pengertian Pembudayaan
Pembudayaan mempunyai arti setingkat
lebih tinggi dari Pemsyarakatan. Pemsyarakatan adalah mensosialisasikan kepada
seluruh warga masyarakat tentang nilai-nilai yang perlu diketahui, sekaligus
sebagai masalah yang mungkin muncul dalam melaksanakan nilai-nilai yang
demikian fundamental bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara .
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang
berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia (Wiyono, 2016:121).
Sementara definisi Kebudayaan yang
cukup lama dikenal adalah dari Menurut Edward Burnett Tylor (Wiyono, 2016:122)
menjelaskan bahwa Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (Wiyono,
2016:122) kebudayaan ialah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan melalui belajar.
Berdasarkan pengertian di atas maka
bila kita berbicara tentang pembudayaan nilai-nilai pancasila yang merupakan
sumber dari karakter bangsa, berarti kita berbicara tentang perwujudan
nilai-nilai pancasila itu (1) dalam gagasan nilai, norma dan peraturan, (2)
dalam aktivitas serta tindakan terpola dari manusia, dan (3) wujud hasil cipta
manusia.
Pembudayaan nilai-nilai Pancasila
merupakan peningkatan secara kualitatif dari pemsyarakatan, sehingga mencakup
pengertian yang dalam, karena tidak sekedar memahami belaka. akan tetapi juga
harus dihayati dan diwujudkan dalam pengamalannya oleh setiap diri pribadi dan
seluruh lapisan masyarakat sehingga menumbuhkan kesadaran dan kebutuhan,
mempertajam perasaan, meningkatkan daya tahan, daya tangkap dan daya saing
bangsa yang kesemuannya tercermin pada sikap tanggap dan sikap perilaku. Pembudayaan
berarti mengusahakan agar sesuatu itu menjadi budaya di masyarakat luas. Hal
ini berarti diharapkan adanya peningkatan, dimana orientasinya tidak lagi
sekedar supaya bisa dipahami, akan tetapi diharapkan sudah merupakan bagian
dari budaya masyarakat. Sehubungan dengan hal itu, pembudayaan dimakudkan agar
lebih mengakarkan nilai-nilai luhur pancasila.
2.1.2 Pengertian Karakter Bangsa
Akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan
kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah
sandangan fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk
hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan
kebajikan dan kebaikan. Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun
secara berkesinambungan melalui pikiran dan perbuatan .
Menurut Wyne (Muchlas & Hariyanto, 2016:41) Mengungkapkan bahwa
kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to
mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh
sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan
sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur,
suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah
karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Sedangkan menurut Scerenko (Muchlas & Hariyanto,
2016:41) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk
dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan komplesitas mental dari seseorang,
suatu kelompok atau bangsa. Sementara itu The
Free Dictionary dalam situs online-nya yang dapat diunduh secara bebas
mendefinisikan karakter sebagai suatu kombinasi kualitas atau ciri-ciri yang
membedakan seseorang atau kelompok atau suatu benda dengan yang lain.
Berdasarkan uraian diatas tentang definisi
Karakter maka bila kita berbicara tentang Karakter bangsa berarti kualitas
perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tecermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai
hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari raga
seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia haruslah berdasarkan
nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.2
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
Menurut
Fauzi Ahmad (2014) menjelaskan bahwa Nilai (value) termasuk dalam pokok bahasan filsafat. Nilai biasa digunakan
untuk menunjuk kata benda yang abstrak. Pengertian nilai dapat kita temukan dalam salah satu
cabang filsafat, yaitu aksiologi (filsafat nilai). Nilai dijadikan landasan,
alasan, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun
tidak. Nilai dapat dijuga diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin.
Menurut Robert Mz Lawang
(Ahmad, 2014) Nilai adalah gambaran apa yang diinginkan, yang pantas, berharga
dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
Ciri-ciri nilai, yaitu:
w
Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat ditangkap melalui
panca indra, tetapi ada).
w
Normatif (yang seharusnya).
w
Berfungsi sebagai daya dorong manusia .
2.2.1 Butir-butir Pancasila
Menurut Amanoto (2014)
Sejak tahun 2003, berdasarkan Tap MPR no. I/MPR/2003, 36 butir pedoman
pengamalan Pancasila telah diganti menjadi 45 butir butir Pancasila. Dan berikut ini 45 butir butir
Pancasila yang baru sesuai dengan Tap MPR no. I/MPR/2003.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan
kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan
yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara
sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku,
keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit
dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling
tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak
semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan
keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan,
kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk
kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada
tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan
berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia
atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Sebagai warga negara dan warga
masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak
kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat
diliputi oleh semangat kekeluargaan.
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi
setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa
tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada
wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang
luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap
sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada
orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk
hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang
lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
(11) Suka melakukan kegiatan dalam
rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Suko Wiyono
(2016:124) maka yang ingin dicapai dalam pembudayaan karakter bangsa yang bersumber
pada nilai-nilai luhur pancasila adalah:
1.
Masyarakat
yang memiliki kesadaran yang tinggi akan hak dan kewajiban sebagai pribadi,
anggota keluarga/masyarakat, dan warganegara.
2.
Sebagai
pribadi ia dapat bersikap dan bertingkah laku sebagai insan hamba Tuhan, yang
mampu menggunakan cipta, rasa dan karsanya secara tepat, sehingga dapat
bersikap adil.
3.
Sebagai
anggota keluarga dan masyarakat ia mampu mendudukan dirinya secara tepat sesuai
dengan fungsi dan tugasnya.
4.
Sebagai
warganegara ia diharapkan faham akan hak dan kewajibannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, patuh melaksanakan segala ketentusn
peraturan perundang-undangan yang didasarkan atas kesadaran.
5.
Sebagai
tenaga pembangunan maka ia memahami prinsip-prinsip dasar program dan
pelaksanaan, baik pembangunan di daerah maupun pembangunan nasional.
2.3
Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila
Media
(sarana, alat) untuk pembudayaan Pancasila secara garis besar dapat digolongkan
menjadi dua macam: formal dan non-formal. Formal melalui jalur pendidikan
formal (sekolah) dari tingkat terendah sampai yang tertinggi. Non-formal
melalui jalur apa saja di luar pendidikan formal—media massa, jejaring sosial,
seni, lembaga sosial, lembaga adat, dan lembaga keagamaan.
a. Pembudayaan Pancasila melalu media Pendidikan Formal
Pembudayaan Pancasila melalui lembaga pendidikan
formal, bagaimanapun juga, sebagai sarana yang paling efektif, karena
pendidikan lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku
manusia. Pendidikan formal sejauh ini sebagai satu sistem organisasi yang lebih
teratur dibandingkan dengan lembaga lain yang bersentuhan dengan pengubahan
perulaku manusia. Pendidikan formal, entah yang dikelola oleh negara maupun
oleh lembaga swasta, tentu memiliki organisasi, kurikulum, guru, tenaga
administratif yang merupakan satu sistem yang bersentuhan langsung dengan anak
didik. Pancasila sejauh ini sudah dibudayakan lewat pendidikan formal, yaitu
melalui PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), namun mata pelajaran
PPKN ini dirasa masih sangat kurang untuk penanaman nilai-nilai Pancasila lewat
jalur pendidikan formal.
b. Pembudayaan Pancasila melalui Media di Luar Pendidikan
Formal
Generasi muda sekarang sangat akrab dengan teknologi
komunikasi: internet dan handphone. Banyak sekali keuntungan positif yang
diperoleh dengan pemakaian dua alat komunikasi tersebut: informasi dapat
diakses dengan mudah kapan saja dan di mana saja. Namun alat tetaplah alat,
yang penting adalah “the man behind the gun”. Internet dan handphone dengan
segala fungsinya, tidak diragukan, dapat digunakan sebagai sarana yang efektif
bagi pembudayaan nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda. Di samping kedua
alat tersebut di atas, masih ada alat komunikasi lain yang relatif lebih tua:
koran, majalah, tabloid, jurnal, radio, televisi, pertunjukan seni live, yang
lebih cenderung ke “one way traffic communication”, komunikasi satu arah. Mereka
masing-masing dapat diikutsertakan di dalam pembudayaan Pancasila untuk
generasi muda
2.4
Tantangan dalam Pembudayaan Karakter Bangsa berdasarkan Nilai-nilai Pancasila
Sudah
tentu generasi muda zaman sekarang tidak lebih mudah dibandingkan generasi
sebelumnya. Generasi muda yang hidup pada era komunikasi dan informasi yang
canggih sudah dikepung oleh iklan yang membawa pesan konsumtif di berbagai media.
Rangsangan untuk bergaya hidup hedonis dan konsumtif terasa makin masif. Mereka
kurang peduli dengan nasib bangsa secara keseluruhan.
Menurut
Hariyono (2014:39) menjelaskan bahwa permasalahan yang perlu mendapatkan
perhatian serius adalah aspek kebangsaan, eksistensi Pancasila dan
Nasionalisme. Nasionalisme di era reformasi seakan telah terdistorsi oleh
system pasar. Pancasila yang sejak awal telah dijadikan sebagai dasar negara
seakan tersisih oleh ideologi pasar.
1.
Konflik
Horizontal
Keanekaragaman bangsa Indonesia tersebut sangat
rawan menimbulkan konflik horizontal. Konflik horizontal tentu saja
bertentangan dengan sila kedua pada kekerasan. Namun bangsa Indonesia telah
mempunyai pedoman yakni Pancasila. Pancasila merupakan sarana yang ampuh sekali
untuk mempersatukan bangsa, sehingga peran Pancasila sangat strategis untuk
menjaga kesatuan bangsa.
2.
Paham
Radikal
Munculnya ideologi-ideologi baru yang tidak
sesuai dengan Pancasila Terutama ideologi-ideologi radikal yang mengatasnamakan
agama. Padahal dalam kenyataanya ideologi-ideologi radikal tersebut hanya
menggunakan agama sebagai alat. Karena kebanyakan paham-paham di atas
menggunakan penafsiran yang salah dan cenderung memaksakan. Contoh saja adalah
terorisme. Tentu saja terorisme sangat bertentangan dengan Pancasila dan semua
sila-silanya.
3.
Westernisasi
Arus Westernisasi masuk begitu saja tanpa di
filter atau disaring terlebih dahulu. Generasi muda lebih tertarik dengan
budaya barat yang menurutnya lebih unggul daripada budaya sendiri. Mereka tidak
peduli terhadap budaya sendiri yang dianggapnya telah ketinggalan jaman.
Ditambah lagi, semakin majunya teknologi informasi yang semakin menggerus
batas-batas kebangsaan.
4.
Modernisasi
Berbagai arus modernisasi begitu mudah masuk
tanpa disaring terlebih dahulu. Bukan saja westernisasi yang masuk di
Indonesia. Budaya Asia Timur, sebut saja budaya Korea dan Jepang juga masuk di
Indonesia serta menjadi trendi di kalangan masyarakat, khususnya para remaja.
Sebenarnya tidak masalah jika menerapkan budaya Barat maupun budaya Asia Timur
(Korea dan Jepang), namun yang diterapkan adalah budaya positifnya.
5.
Globalisasi
Di abad ke 21 ini memang terjadi perubahan yang
mendasar pada setiap negara. Sekaligus seolah-olah memaksa negara untuk
bersikap terbuka jika ingin maju dan tidak tertinggal. Oleh karena itu
negara-negara tertutup yang umumnya merupakan negara Komunis banyak yang
membuka diri (kecuali Korea Utara). Hal tersebut dilakukan agar dapat menyesuaikan
diri kehidupan global dan bertujuan juga agar tidak tertinggal dalam pergaulan
global.
6.
Liberalisme
Sebagai ideologi bangsa, Pancasila haruslah
adaptif, jadi agar tidak terombang-ambing dalam gempuran berbagai paham asing.
Semangat Pancasila harus dibangkitkan guna mengimbangi kebebasan yang lebih
condong ke Liberalisme. Kebebasan dalam Liberalisme tentu saja tidak sesuai
dengan Pancasila. Kebebasan dalam Pancasila adalah kebebasan yang bertanggung
jawab. Sedangkan kebebasan Liberalisme hanya sekedar kebebasan saja. Jadi dalam
Liberalisme tidak masalah jika terjadi penghinaan suku, ras, maupun agama. Padahal
dalam masyarakat Indonesia sendiri sangat sensitif bila terjadi penghinaan
suku, ras dan agama. Yang artinya Liberalisme bertentangan dengan kepribadian
bangsa.
7.
Separatisme
Separatisme tentu saja sangat bertentangan
dengan Pancasila terutama sila kedua dan ketiga karena selain menggunakan
kekerasan, separatisme juga mengancam persatuan bangsa. Jika kita lihat sejak
awal reformasi, banyak sekali gerakan Separatisme yang mengancam persatuan
bangsa. Bahkan ada gerakan separatisme yang berhasil memerdekakan wilayah
mereka dari NKRI. Separatisme yang dimaksud adalah Fretilin yang berhasil
memisahkan Timor-Timur (sekarang Timor Leste) dari Republik Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa pada masa pasca
reformasi seperti saat ini Pancasila mengalami berbagai tantangan mulai dari
arus globalisasi, westernisasi, modernisasi, Liberalisme-Kapitalisme, paham
radikal yang mengatasnamakan agama, konflik horizontal hingga gerakan
separatisme. Sebagai pandangan hidup bangsa, kekokohan Pancasila kembali di
uji. Dan bangsa Indonesia diharapkan lebih bijak dalam melaksanakan Pancasila.
Karena tanpa Pancasila, bangsa Indonesia tak mampu mengahadapi berbagai
tantangan global dan akan kehilangan arah serta jati diri. Oleh karena itu
perlu dibangkitkan kembali semangat Pancasila demi kokohnya bangsa Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada Bab II dipaparkan
secara rinci penjelasan tentang (1)
Konsep pembudayaan karakter bangsa (2) Implementasi Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila (3) Strategi dalam pembudayaan karakter bangsa berdasarkan
nilai-nilai pancasila (4) Tantangan dalam pembudayaan karakter bangsa yang
bersumber pada nilai-nilai pancasila.
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat
dikemukakan simpulan sebagai berikut:
::
Pembudayaan nilai-nilai Pancasila adalah
memahami pancasila, menghayati serta mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari
oleh setiap individu dan seluruh lapisan masyarakat.
::
Karakter bangsa berarti kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas
baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku
berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan
karsa, serta olah dari raga seseorang atau sekelompok orang.
:: Strategi Pembudayaan Karakter Bangsa melalui Pendidikan Formal dan
non-Formal. Formal melalui jalur pendidikan
formal (sekolah) dari tingkat terendah sampai yang tertinggi. Non-formal
melalui jalur apa saja di luar pendidikan formal—media massa, jejaring sosial,
seni, lembaga sosial, lembaga adat, dan lembaga keagamaan.
::
Tantangan Pembudayaan Karakter Bangsa yaitu arus globalisasi, westernisasi, modernisasi,
Liberalisme-Kapitalisme, paham radikal yang mengatasnamakan agama, konflik
horizontal hingga gerakan separatisme.
3.2 Saran
Berdasarkan pada simpulan yang telah dikemukakan diatas,
ada beberapa saran yang ditujukan. Upaya mewujudkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memang tidak mudah. Sehubungan dengan
hal itu seluruh lapisan masyarakat diharapkan ikut andil berpartisipasi dalam
upaya Pembudayaan niali-nilai Pancasila. Sebab keberhasilan Pembudayaan
nilai-nilai Pancasila sebagai sumber karakter bangsa, sangat diitentukan oleh
para orang tua, totkoh-tokoh masyarakat, tokoh nasional, baik yang formal
maupun non-formal.
No comments:
Post a Comment