Friday, May 12, 2017

Makalah: Krisis Moneter dan Deregulasi Perbankan

Daftar Isi

Kata pengantar ..............................................................................................  i
Daftar Isi........................................................................................................ ii

Bab I   Pendahuluam
a.       Latar Belakang................................................................................
b.      Tujuan...............................................................................................
Bab II  Pembahasan
a.       Latar belakang pelaksanaan kebijakan ekonomi...............................
b.      Kebijakan Moneter ...........................................................................
c.       Konsep uang beredar........................................................................
d.      Deregulasi Perbankan .......................................................................
Bab IIIStudi Kasus
Bab IV Penutup
a.       Kesimpulan.......................................................................................
b.      Saran.................................................................................................
Daftar Pustaka
                       















BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Tujuan pokokkebijakan moneter merupakan tujuan tunggal Bank Indonesia berdaskan UU No.3 Th. 2004 adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan harga melalui upaya mempertahankan tingkat inflasi yang rendah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan jangka panjang. Ada dua aspek kestabilan hargayaitu kestabilan mata uang rupiah terhadap barang dan jasa serta kestabilan terhadap mata uang asing.
Kestabilan harga merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap, maupun sektor usaha. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan mempengaruhi pengelolaan perusahaan dan dalam jangka panjang memperburuk perekomian bangsa.
Maka dari itu perlu adanya kajian dini yang mendalam tentang Kebijkan Moneter dan Deregulasi Perbankan Indonesia, baik bagi pemerintahan yang sekarang maupun bagi generasi penerus pergerakan ekonomi agar tercipta kemakmuran negara yang merata dan berkesinambungan.                

1.2  Tujuan
      Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi bank dan lembaga keuangan bukan bank. Makalah ini menjelaskan tentang kebijakan moneter dan deregulasi Perbankan Indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN

Latar Belakang Kebijakan Ekonomi Makro dan Kebijakan di Sektor Keuangan Sebelum Krisis Moneter
     Secara teorits , dari sisi kebijakan pembangunan ekonomi terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek penciptaaan iklim usaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro yang tercermin dari harga barang dan jasa, nilai tukar uang dan suku bunga. Aspek kedua adalah pengembangan infrastruktur perekonomian mencakup pengembangan seluruh lembaga pendukung bagi aktivitas ekonomi, yaitu pengembangan seluruh lembaga pendukung yaitu sektor usaha, sektor keuangan dan perbankan, perangkat hukum dan peradilan, serta lembaga birokrasi yang mengeluarkan kebijakan.Pemeliharaan kestabilan ekonomi makro dalam lingkup tugas kebijakan ekonomi makro yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijkan nilai tukar. Kebijakan moneter dan kebijakan dibidang perbankan merupakan cakupan bidang tugas Bank Indonesia dalam UU No.3 Th.2004.
Sebelum krisis, ada empat kebijakan umum yang dijalankan dalam rangka mencapi dan memelihara kestabilan ekonomi ekonomi makro (S.Soedradjad Djiwandono, 1996) yaitu :
a.       Menerapkan kebijakan berimbang untuk menghindari penggunan utang dalam negeri dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah
b.      Menerpakan kebijkan moneter yang hati-hati menjaga agar pertumbuhan likuiditas sesuai dengan pertumbuhan permintaan riil
c.       Menjaga agar posisi nilai tukar rupiah selalu berda dalam posisi realistis. Pertama ini dilkukan melalui kebijakan devaluasi setip kali situasi ekonomi menuntut demikian. Kemudian sejak tahun 1986 hal ini dilakukan melalui peneyesuaian sasaran nilai tukar rupaih secara harian yang ditujukan utnuk mememlihara daya saing industri-industri berorientasi ekspor dan seklaigus agar perkemabangan nilai tukarrupiah  sesuai dengan kondisi permintaan dipasar valuta asing.
d.      Menerapkan kebijakan lalu lintas valuta bebas sejak tahun 1971. Kebijakan ini menarik investasi asing dan membuat perekonomian Indonesia dapat menyesuaikan  diri terhadap perubahan kondisi dipasar inrtenasional dengan relatif cepat.
     Strategi deregulasi sektor keuangan yang diterapkan, dimulai secara terbatas dengan menetapkan suku bungan bank lebih realistis pada tahun 1983-1970, dan kemudian dilanjutkan dengan Deregulasi 1 Juni 1983 dan paket Deregulasi 27 Oktober 1988(Pakto). Deregulasi tersebut telah mampu menigkatkan peran lembaga intermediasi dan penyedia jasa perbankan yang menunjang pertumbuhan ekonomi, namun juga menimbulakb permasalahan di sektor moneter. Kesenjangan pengendalian moneter dipengaruhi oleh arus globalisasi yang menyebabkan kompleksitas transmisi kebijakan moneter dan kurang efektifnya instrumen moneter yang ada.

Penyebab Krisis Moneter
     Proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam ekonomi global yang cepat tidak diikuti oleh infrastruktur perekonomian (sektor usaha, sektor keuangan/perbankan perngkat hukum dan pemerintahan) Indonesia. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien ternyata tidak tertata, akibatnya ekonomi menjadi rentan terhadap gejolak eksternal sebgaimana terjadi pada pertengahan tahun 1997. Kelemahan informasi memperburuk kualiatas keputusan yang diambil oleh dunia usaha dan pemerintah. Terdapat lima faktor ynag mengakibatkan kondisi ekonomi mikro perbankan nasional menjadi rentan terhadap gejolak ekonomi :
a.       Adanya jaminan terselubung (implict guarantee) dari bank sentral atas kelangsungan hidup suatau bank utnuk mencegah kegagalan sistemik dalam industri perbankan tealh menimbulkan moral hazard dikalangan pengelola dan pemilik bank.
b.      Sistem pengawasan oleh bank sentral belum efektif karena belum sepenuhnya dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan perbankan.
c.       Besarnya pemberia kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu atau kelompok usaha yang terkait dengan bank telah mendprpng tingginya resiko kredit macet yang dihadapi bank.
d.      Lemahnya kemampuan menenjerial bank tealah mengakibatkan penurunan kualitas aset produktif dan peningkatan resiko yang dihadapi bank.
e.       Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain telah mengakibatkan kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu bank juga tealah melemahkan upaya untuk melakukan kontrol sosial dan menciptakan disiplin pasar.
     Berbagai kelemahan ini mengakibatkan dunia usaha cenderung melakukan investasi berlebihan pada sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai tukar dan suku bunga, seperti sektor properti.
Ada dua alasan yang mendorong kecenderungan investai yang berlebih, pertama dinamisme perekonomian Indonesia yang semakin meningkat tealh menimbulkan keyakinan yang berlebihan pada investorasing sehingga mengurangi kehati-hatian mereka memberikan pinjaman kepada dunia usaha di Indonesia. Kedua, dunia usaha dalam negeri memanfaatkan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri yang cukup besar sehingga arus modal masuk dari luar negeri. Terutama dalam bentuk pinjaman swasta. Ketersediaan pembiayan yang mudah membuat swasta menjadi tidak hati-hati dalam kegiatan usaha yang menimbulkan kerentanan sektor swasta terhadap gejolak nilai tukardan mendorong kepailitan pada banyak perusahaan swasta.
Selanjutnya kelemahan-kelemahan fundamental mikroekonomi mengakibatkan ketergantungan pada sektor luar negeri, khusunya utang luang negeri sektor swasta kepada sektor luar negeri terus meningat sejalan dengan pesatnya investasi 1996. Dengan kondisi perekonomian yang seperti ini menimbulkan gejolak nilai tukar yang terjadi sejak 1997 berubah menjadi krisis ekonomi dan keuangan yang dalam.
     Disektor perbankan, krisis nilai tukar yang terjadi telah menyebabkan tergnggunya fungsi intermediasi yang ditandai dengan banyaknya bank menjadi insolvent. Hal ini terjadi karena meningkatnya kerentanan terhadap posisi hutang dalam USD sehingga memberatkan sisi lialbility non performing loanakibat banyaknya debitur yang gagal bayar (default). Sementara itu upaya pengetatan likuiditas melalui kenaikan suku bunga yang dilakukan guna menstabilkan inflasi dan nilai tukar rupiah. Krisis yang berkelanjutan menyebabkan perbankan semakin rawan. Kepercayaan masyarakat menurun itu terlihat dari pemindahan dana oleh penabung ke instrumen atau bank yang lebih aman baik dalam atau luar negeri. Tingginya bantuan likuiditas yang diberikan oleh bank sentral untuk bank-bank tealh mendorong peningkatan uang beredar sehingga tingkat inflasi semakin tinggi akibat depresiasi rupiah besar.
     Kebijakan yang daimbil selama krisis terfokus pada kepada pengembalian kestabilan makroekonomi dan membangun kembali infrastuktur ekonomi, khususnya sektor perbankan dan dunia usaha.
Berikut adalah program ekonomi yang diterapkan anatara lain sebagai berikut :
a.       Dibidang moneter, untuk mengurangi laju inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang secara berlebihan.
b.      Dibidang perbankan, memperbaiki sistem perbankan berupa program restruktrisasi untuk mencegah hal serupa lagi.
c.       Dibidang fiskal, terfokus pada upaya relokasi pengeluaran untuk mengurangi social cost yang disebabkan krisis ekonomi.

Program Pemulihan Sektor Perbankan
Terganggunya fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi dan alat transmisi kebijakan moneter  dan kurang efektif dalam mencapai sasaran nya. Berikut langkah yang diambil dalam uapaya pemberdayaan perbankan :
a.       Melaksanakan program rekapitalisasi bagi bank-bank yang masih dapat dipertahankan
b.      Melakukan restrukturisasi kredit
c.       Pengembangan infrastruktur perbankan
d.      Perbaikan dan penyempurnaan fungsi pengawasan bank


2. Kebijakan Moneter
     Kebijakan moneter atau  Moneter Policy memiliki peran yang sangat penting dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan kebijakan yang tepat akan mempengaruhi stabilitas harga, tingkat pertumbuhan ekonomi , perluasan dan penciptaan kesempatan kerja dan keseimbangan neraca pembayaran. Sasaran dari kenijakn moneter ini sering berbenturan satu sama lain, misal pertimbangan kepentingan pertumbuhan ekonomi disatu pihak dengan laju inflasi yang rendah dipihak lainnya.
Implementasi kebijakan moneter dalam mencapai sasran dilkukan dengan dua pendekatan:
a.       Pendekatan harga (price targetting) digunakan untuk kebijakan moneter satu/tunggal sasaran(stabilitas harga atau pengendalian tingkat inflasi).
b.      Pendekatan kuantitas, untuk kebijakan moneter sasaran multi (pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dll)
     Dalam pendekatan kuantitas , jumlah uang primer diupayakan selalu terkendali sehingga jumlah uang yang beredar (MI dan M2) dapat terkendali. Dan dengan jumlah uang yang beredar terkendali diharapkan permintaan agregat akan seimbang dengan kemampuan nasional sehingga nilai tukar dapat bergerak stabil.

Instrumen Kebijakan Moneter
     Kebijakan moneter yang mengarah pada kebijakan pengetatan atau kontraksi moneter (Monetary contraction policy) atau kabijakan ekspansi (expantion policy) Pelaksanaan kebijakan pengendalian uang beredar tergantung pada kondisi uang beredar dan arah kebijakan moneter bank indonesia. Jika jumlah uang yang beredar melebihi jumlah yang ditargetkan, maka akan dilakukan kebijakan pengetatan atau kontraksi. Demikian juga bila uang yang beredar perlu diperlonggar Bank Indonesia akan menjalankan kebijakan ekspansi.
Beberapa instrumen kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua jenis instrumen :
a.       Instrumen kebijakan langsung (direct monetary instruement) dan
b.      Instrumen kebijakan moneter tidak langsung (indirect monetary policy instrument)

Instrumen kebijakan langsung (direct monetary instruement)
     Instrumen kebijakan moneter langsung adalah instruemen kebijakan yang digunakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar secara langsung. Intstrumen ini memiliki kemampuan yang langsung mempengaruhi neraca bank-bank umum, dengan menetapkan tingkat bunga simpanan maupun tingkat bunga pinjaman (interest rete celling) atau menetapkan maksimal kredit yang dapat disalurkan oleh setiap bank disebut Credit Celling.
Berikut instrumen kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank sentral atau otoritas moneter terdiri dari beberapa jenis antara lain :
a.       Credit Celling
Credit celling  atau pagu kredit adlah penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan untuk disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral. Penentuan pagu kredit yang dapat disalurkan dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal yang dimilikioleh bank atau dikaitkan dengan jumalah dana pihak ketiga yang dikelola.
b.      Penetapan Tingkat Bunga
Bank sentral dalam melaksanakan pengedalian moneter langsung dengan menetapkan tingkat bunga (interest rate celling), dilakukan dengan menentukan besarnya tingkat suku bunga yang diberikan atau dikenakan oleh bank kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau penabung maupun nasabah debiturnya.
c.       Penurunan nilai uang
Salah satu kebijakan pengendalian moneter yang berdampak langsung terhadap pengurangan jumalah uang yang beredar adalah dengan menurunkan nilai uang yang ada ditangan masyarakat atau diperbankan. Nilai penurunan uang biasanya dilakukan dengan presentase tertentu, misalnya 25% atau 50% dari nilai nominal uang, tergantung  kebijakan pemerintah atau bank sentral. Pengurangan nilai uang tersebut tidak mendapat penggantian dari pemerintah.
d.      Kredit langsung
Kredit langsung dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan telah diprogramkan oleh pemrintah. Kredit ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga keuangan (perbankan) sebagai agennya. Oelh karena itu program ini disebut kredit program.

Instrumen Kebijakan Moneter Tidak Langsung (indirect monetary policy)
     Instrumen kebijakan tidak langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang tidak langsung mempengaruhi sasaran operasional ke arah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagai otoritas moneter. Instrument kebijakan moneter tidak langsung sebagai berikut :
a.       Likuiditas Wajib Minimum (statutory reserve requirements)
Likuiditas wajib minimum adalah ketentuan mewajibkan setiap bank memelihara sejumlah minimum alat likuid yang dinyatakan dalam presentase tertentu dari jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun atau kewajiban lancar bank. Di Indonesia sampai dengan deregulasi pakto 27 1998, alat likuid yang wajib dipelihara terdiri dari kas dan giro pada bank Indonesia sebesar 15% dari kewajiban segera bank. Namun negara biasanya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai alat likuid (liquid assets) ini. The ferderal reserves misalnya mendefinisikan cash assets sebagai alat likuid yang terdiri dari cash vault, cash item in the process collection, balance at Federal Reserves and Balance in correspondent banks. Demikian pula ketentuan besarnya presentase likuiditas wajib yang harus dipelihara sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Likuiditas sering dibedakan menjadi 2, yaitu : Cadangan Primer dan cadangan sekunder . Bank Sentral bisa saja mewajibkan setiap bank memlihara kedua jenis cadangan tergantung kebijkana moneter yang dijalankan. Bank biasanya memiliki cadangan selain selain primer yaitu cadangan sekunder yang harus dipelihara. Cadangan primer dalam bentuk giro dibank tidak mendapat bunga atau jasa giro. Namun bank sentral dapat memberikan jika kelebihan saldo likuiditas wajib minimum.
Ketentuan Pakto 27, 1988 mengalami perubahan . komponen likuid yang wajib dipelihara bank hanya Saldo Giro pada Bank Indonesia minimum 2% dari dana pihak ketiga. Sedangkan tidak lagi daitur dan diserahkan kepada masing-masing bank untk menentukan dan mengelola kasnya. Ketentuan likuiditas wajib minimum ini juga disebut Giro Wajib Minimum (GWM).
Presentasi GWM menjadi 3% pada tahun 1993 dinaikka lagi 5%. Tahun 2004 GWM disesuaikan dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank. Semua bank memelihara GWM sebesar dari DPK dengn ketentuan berikut :
a.       Bank yang memilki DPK Rp.1 s.d Rp.10 triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar 1% dari DPK dalam  rupiah
b.      Bank yang memiliki DPK Rp.10 s.d Rp.50 triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar 2% dari DPK dalam rupiah
c.       Bank yang memiliki DPK  lebih besar dari Rp.50 triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar 3% dari DPK dalam rupiah
d.      Bank yang memiliki DPK kurang dari Rp.1 triliun tidak dikenakan kewajiban tambahan GWM.
b.      Fasilitas diskonto (discount Facility)
Bank sentral dalam melakukan pengendalian moneter dapat menggunakan fasilitas diskonto yaitu fasilitas yang diberikan kepada perbankan dalam bentuk pinjaman dengan menggunakan suarat-surat berharga yang dimilki sebagai jaminan. Tingkat diskonto (discount rate) untuk fasilitas pinjaman ini sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter. Tingkat diskonto yang dikenakan oleh bank sentral ini akan menjadi benchmark (patokan) tingkat bunga kredit perbankan.
c.       Operasi pasar terbuka (Open Market Operation)
Bank Indonesia melaksanakan Operasi pasar terbuka (OPT) sebagai salah satu cara pengendalian moneter sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 undang-undang No.23 Th.1999 yang diubah dengan UU No.3 Th.2004 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar (target kuantitas) atau suku bunga (target suku bunga).
Dalam kebijakn moneter difokuskan pada pengendalian jumlah uang yang beredar, Bank Indonesia menerapkan uang primer atau komponennya sengai target operasional dan jumlah uang yang beredar dalam arti sempit maupun luas sebagai target antara. Bank indonesia menetapka suku bunga pasar jangka pendek sebagai target operasional. Kebijakan moneter berdasarkan kauntitas atau suku bunga, Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter melalui OPT yang bersifat Konstraksi atau Ekspansi.
Istilah yang sering digunakan sebagai berikut :
a.       Operasi pasar terbuka
b.      Konstraksi moneter
c.       Ekspansi moneter
d.      Sertifikat Bank Indonesia
e.       Surat utang negara
Tujuan Operasi Pasar Terbuka adalah mencapai target operasional kenijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia. Targetnya berupa uang primer atau komponennya atau target suku bunag pasar jangka pendek. Dilakukan dengan cara mempengaruhi likuiditas perbankan melalui kontraksi atau ekspansi moneter.
Kegiatan OPT,  dilakukan melalui kegiatan :
a.    Penerbiatan Surat Bank Indonesia
b.    Jual beli suarat berharga dalam rupiah yang meliputi SBI, utang negera dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah di cairkan
c.    Penyediaan fasilitas simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (FASBI)
d.   Jual beli valuta asing
Jual beli surat utang negara dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan dapat dilkukan dalam berbagai jenis transaksi yang meliputi namun tidak terbatas pada :
a.    Pembelian dan penjualan secara lepas
b.    Pembelian dn penjualan secara bersyarat
Penyediaan FASBI dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Jangka waktu FASBI minimum 7 hari dihitung dari tanggal penyelasaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
b.      Tingkat diskonto FASBI ditetapkan oleh bank indonesia
c.       Nilai diskonto dan nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan rumus diskonto murni (true discount) sebagai berikut :
d.      Pengajuan FASBI bersifat final dan tidak dapat dibatalkan
e.       FASBI tidak dapat diperdangkan, tidak dapat digunakan, dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.
f.       Bank Indonesia dapat menyediakan FASBI setiap saat apabila dianggap perlu.
Peserta OPT terdiri dari bank, lembaga perntara dan pihak lain yang ditetapkan Bank Indonesia. Peserta dibedakan menjadi dua langsung dan tidak langsung.
Pelaksanaan OPT dilakukan secara berkala dan dalam hal yang diperlukan, OPT dapat dilakukan sewaktu-waktu. Dengan mekanisme lelang dan nonlelang.

e.    Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI)
Bank Indonesia menggunakan instrumenlain yang berdampak kontraktif yang dikenal dengan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). Fasilitas yang diberikan BI untuk menetapkan dananya di Bank Indonesia.
f.     Fasilitas Diskonto Ulang (Rediscount Facility)
Adalah fasilitas pendanaan yang disedika oleh BI bagi bank yang membutuhkan dana dengan cara mendiskonto ulang surat-surat berharga yang dimilikinya.
g.    Persuasi Moral (Moral Suasion)
Cara kerja instrumen ini pada BI memberikan himbauan pada bank-bank, biasanya pada bank-bank utama saja agar menjalankan permintaan BI sesuai kebijakan moneter yang dijalankan.untuk itu Bank Sentral harus kredibel yang baik didukung oleh kinerja yang baik sebgai otoritas moneter.

Konsep Uang Beredar
     Pengertian uang beredar dikategorikan menjadi 2 : dalam arti sempit (narrow money) M1 dan uang yang beredar dalam arti luas (broad money) M2. M1 terdiri atas semua uang semua uang kartal dan giral. M2 merupakan penjumlahan M1 ditambah deposito berjangka atau tabungan.
    
Peran Bank dalam Penciptaan Uang
Proses penciptaan uang oleh bank umum
a.       Ketentuan cadangan likuiditas wajib (RR) 5%
b.      Semua Loanable funds yaitu dana setalah dikurangi RR disalurkan dalam bentuk kredit
c.       Setiap transaksi menggunakan cek
d.      Semua simpanan dalam bentuk giro
e.       Simpanan giro pertama sebesar Rp.1 juta dan disimpan pada Bank Umum

Kronologi Kebijakan Moneter dan Deregulasi Perbankan
1.      Periode stabilisasi dan rehabilitasi Ekonomi
2.      Periode saat perekonomian ditunjang sektor minyak
3.      Periode Deregulasi Perbankan
4.      Kebijakan 1 Juni 1983
5.      Paket 27 oktober 1998 (pakto 27, 1988)
6.      Paket kebijakan 20 Desember 1988 (pakdes 20, 1988)
7.      Paket kebijakan 25 Maret 1989 (Pakmar 25, 1989)
8.      Paket kebijakan 29 Januari 1990 (Pakjan 29, 1990)
9.      Paket kebijakan 28 Februari 1991 (Pakfeb 28, 1991)
10.  Paket kebijakan 29 Mei 1993 (Pakmei 29, 1993)

Kondisi Perbankan Era Krisis Moneter
Tahun 1997/1998 adalah tahun terberat dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Diawali krisis nilai tukar, kinerja perekonomian menurun tajam. Pemerintah menempuh berbagai upaya namun tidak menunjukan hasil karena krisis kepercayaan kemampuan dan prospek perkonomian semakin melemah.
Beberpa faktor yang mengakibatkan kondisi menjadi renta terhadap gejolak anatar lain :
a.       Adanya jaminan terselubung (implict guarantee) dari bank sentral atas kelangsungan hidup suatau bank utnuk mencegah kegagalan sistemik dalam industri perbankan tealh menimbulkan moral hazard dikalangan pengelola dan pemilik bank.
b.      Sistem pengawasan oleh bank sentral belum efektif karena belum sepenuhnya dapat mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan perbankan.
c.       Besarnya pemberia kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada individu atau kelompok usaha yang terkait dengan bank telah mendprpng tingginya resiko kredit macet yang dihadapi bank.
d.      Lemahnya kemampuan menenjerial bank tealah mengakibatkan penurunan kualitas aset produktif dan peningkatan resiko yang dihadapi bank.
e.       Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain telah mengakibatkan kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu bank juga tealah melemahkan upaya untuk melakukan kontrol sosial dan menciptakan disiplin pasar.

Kebijakan Pemulihan Perbankan
a.       Pemerintah melaksanakan program penjaminan penuh dana deposan dan kerditor dari semua bank umum
b.      Membentuk badan penyehatan perbankan nasional (BPPN)
c.       Melaksanakan program rekapitalisasi perbankan agar memenuhi permodalan minimum perbankan.







BAB IV
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok kebijakan moneter adalah mencapai kestabilan dan memelihara kestabilan moneter. Karena kestabilan harga merupakan hal yang sangat penting baik bagi kalangan rumah tangga terutama masyarakat yang berependapatan tetap maupun sektor usaha.
Beberapa kebijikan dibuat untuk mengatasi problematika , dan beberapa instrumen kebijakan yang dijalankan suatu negara guna mengurangi krisis nilai tukar dan kepercyaan.

1.2  Saran
Masyarakat hendaknya memiliki kesadaran akan pentingnya mempelajari kebijakan moneter dan deregulasi perbankan indonesia. Dan pemerintah harus lebih baik dalam mengambil kebijakan dalam perekonomian.
Daftar Pustaka


Dumairy, “Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi”, Edisi kedua, Yogyakarta, 2014.

No comments:

Post a Comment