Daftar Isi
Kata
pengantar .............................................................................................. i
Daftar
Isi........................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluam
a. Latar
Belakang................................................................................
b. Tujuan...............................................................................................
Bab II Pembahasan
a. Latar
belakang pelaksanaan kebijakan ekonomi...............................
b. Kebijakan
Moneter ...........................................................................
c. Konsep
uang beredar........................................................................
d. Deregulasi
Perbankan .......................................................................
Bab IIIStudi
Kasus
Bab IV Penutup
a. Kesimpulan.......................................................................................
b. Saran.................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tujuan pokokkebijakan
moneter merupakan tujuan tunggal Bank Indonesia berdaskan UU No.3 Th. 2004
adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan harga melalui
upaya mempertahankan tingkat inflasi yang rendah untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan jangka panjang. Ada dua aspek kestabilan
hargayaitu kestabilan mata uang rupiah terhadap barang dan jasa serta
kestabilan terhadap mata uang asing.
Kestabilan harga
merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap,
maupun sektor usaha. Inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat
dan mempengaruhi pengelolaan perusahaan dan dalam jangka panjang memperburuk perekomian
bangsa.
Maka dari itu perlu adanya kajian
dini yang mendalam tentang Kebijkan Moneter dan Deregulasi Perbankan Indonesia,
baik bagi pemerintahan yang sekarang maupun bagi generasi penerus pergerakan
ekonomi agar tercipta kemakmuran negara yang merata dan berkesinambungan.
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi bank dan lembaga keuangan bukan
bank. Makalah ini menjelaskan tentang kebijakan moneter dan deregulasi
Perbankan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Latar Belakang Kebijakan Ekonomi
Makro dan Kebijakan di Sektor Keuangan Sebelum Krisis Moneter
Secara teorits , dari sisi kebijakan
pembangunan ekonomi terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu aspek
penciptaaan iklim usaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro
yang tercermin dari harga barang dan jasa, nilai tukar uang dan suku bunga.
Aspek kedua adalah pengembangan infrastruktur perekonomian mencakup
pengembangan seluruh lembaga pendukung bagi aktivitas ekonomi, yaitu
pengembangan seluruh lembaga pendukung yaitu sektor usaha, sektor keuangan dan
perbankan, perangkat hukum dan peradilan, serta lembaga birokrasi yang
mengeluarkan kebijakan.Pemeliharaan kestabilan ekonomi makro dalam lingkup
tugas kebijakan ekonomi makro yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan
kebijkan nilai tukar. Kebijakan moneter dan kebijakan dibidang perbankan
merupakan cakupan bidang tugas Bank Indonesia dalam UU No.3 Th.2004.
Sebelum
krisis, ada empat kebijakan umum yang dijalankan dalam rangka mencapi dan
memelihara kestabilan ekonomi ekonomi makro (S.Soedradjad Djiwandono, 1996)
yaitu :
a. Menerapkan
kebijakan berimbang untuk menghindari penggunan utang dalam negeri dalam
pembiayaan pengeluaran pemerintah
b. Menerpakan
kebijkan moneter yang hati-hati menjaga agar pertumbuhan likuiditas sesuai
dengan pertumbuhan permintaan riil
c. Menjaga
agar posisi nilai tukar rupiah selalu berda dalam posisi realistis. Pertama ini
dilkukan melalui kebijakan devaluasi setip kali situasi ekonomi menuntut demikian.
Kemudian sejak tahun 1986 hal ini dilakukan melalui peneyesuaian sasaran nilai
tukar rupaih secara harian yang ditujukan utnuk mememlihara daya saing
industri-industri berorientasi ekspor dan seklaigus agar perkemabangan nilai
tukarrupiah sesuai dengan kondisi
permintaan dipasar valuta asing.
d. Menerapkan
kebijakan lalu lintas valuta bebas sejak tahun 1971. Kebijakan ini menarik
investasi asing dan membuat perekonomian Indonesia dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi dipasar
inrtenasional dengan relatif cepat.
Strategi deregulasi sektor keuangan yang
diterapkan, dimulai secara terbatas dengan menetapkan suku bungan bank lebih
realistis pada tahun 1983-1970, dan kemudian dilanjutkan dengan Deregulasi 1
Juni 1983 dan paket Deregulasi 27 Oktober 1988(Pakto). Deregulasi tersebut
telah mampu menigkatkan peran lembaga intermediasi dan penyedia jasa perbankan
yang menunjang pertumbuhan ekonomi, namun juga menimbulakb permasalahan di
sektor moneter. Kesenjangan pengendalian moneter dipengaruhi oleh arus
globalisasi yang menyebabkan kompleksitas transmisi kebijakan moneter dan
kurang efektifnya instrumen moneter yang ada.
Penyebab Krisis Moneter
Proses
integrasi perekonomian Indonesia ke dalam ekonomi global yang cepat tidak
diikuti oleh infrastruktur perekonomian (sektor usaha, sektor
keuangan/perbankan perngkat hukum dan pemerintahan) Indonesia. Perangkat
kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien ternyata tidak tertata,
akibatnya ekonomi menjadi rentan terhadap gejolak eksternal sebgaimana terjadi
pada pertengahan tahun 1997. Kelemahan informasi memperburuk kualiatas
keputusan yang diambil oleh dunia usaha dan pemerintah. Terdapat lima faktor
ynag mengakibatkan kondisi ekonomi mikro perbankan nasional menjadi rentan
terhadap gejolak ekonomi :
a. Adanya
jaminan terselubung (implict guarantee)
dari bank sentral atas kelangsungan hidup suatau bank utnuk mencegah kegagalan
sistemik dalam industri perbankan tealh menimbulkan moral hazard dikalangan pengelola dan pemilik bank.
b. Sistem
pengawasan oleh bank sentral belum efektif karena belum sepenuhnya dapat
mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan perbankan.
c. Besarnya
pemberia kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
individu atau kelompok usaha yang terkait dengan bank telah mendprpng tingginya
resiko kredit macet yang dihadapi bank.
d. Lemahnya
kemampuan menenjerial bank tealah mengakibatkan penurunan kualitas aset
produktif dan peningkatan resiko yang dihadapi bank.
e. Kurang
transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain telah mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu
bank juga tealah melemahkan upaya untuk melakukan kontrol sosial dan
menciptakan disiplin pasar.
Berbagai
kelemahan ini mengakibatkan dunia usaha cenderung melakukan investasi
berlebihan pada sektor ekonomi yang rentan terhadap perubahan nilai tukar dan
suku bunga, seperti sektor properti.
Ada
dua alasan yang mendorong kecenderungan investai yang berlebih, pertama dinamisme
perekonomian Indonesia yang semakin meningkat tealh menimbulkan keyakinan yang
berlebihan pada investorasing sehingga mengurangi kehati-hatian mereka
memberikan pinjaman kepada dunia usaha di Indonesia. Kedua, dunia usaha dalam
negeri memanfaatkan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri yang cukup besar
sehingga arus modal masuk dari luar negeri. Terutama dalam bentuk pinjaman
swasta. Ketersediaan pembiayan yang mudah membuat swasta menjadi tidak
hati-hati dalam kegiatan usaha yang menimbulkan kerentanan sektor swasta
terhadap gejolak nilai tukardan mendorong kepailitan pada banyak perusahaan
swasta.
Selanjutnya
kelemahan-kelemahan fundamental mikroekonomi mengakibatkan ketergantungan pada
sektor luar negeri, khusunya utang luang negeri sektor swasta kepada sektor
luar negeri terus meningat sejalan dengan pesatnya investasi 1996.
Dengan kondisi perekonomian yang seperti ini menimbulkan gejolak nilai tukar
yang terjadi sejak 1997 berubah menjadi krisis ekonomi dan keuangan yang dalam.
Disektor perbankan, krisis nilai tukar yang
terjadi telah menyebabkan tergnggunya fungsi intermediasi yang ditandai dengan
banyaknya bank menjadi insolvent. Hal ini terjadi karena meningkatnya
kerentanan terhadap posisi hutang dalam USD sehingga memberatkan sisi lialbility
non performing loanakibat banyaknya debitur yang gagal bayar (default). Sementara itu upaya pengetatan
likuiditas melalui kenaikan suku bunga yang dilakukan guna menstabilkan inflasi
dan nilai tukar rupiah. Krisis yang berkelanjutan menyebabkan perbankan semakin
rawan. Kepercayaan masyarakat menurun itu terlihat dari pemindahan dana oleh
penabung ke instrumen atau bank yang lebih aman baik dalam atau luar negeri.
Tingginya bantuan likuiditas yang diberikan oleh bank sentral untuk bank-bank
tealh mendorong peningkatan uang beredar sehingga tingkat inflasi semakin
tinggi akibat depresiasi rupiah besar.
Kebijakan yang daimbil selama krisis
terfokus pada kepada pengembalian kestabilan makroekonomi dan membangun kembali
infrastuktur ekonomi, khususnya sektor perbankan dan dunia usaha.
Berikut
adalah program ekonomi yang diterapkan anatara lain sebagai berikut :
a. Dibidang moneter, untuk
mengurangi laju inflasi dan penurunan atau depresiasi nilai mata uang secara
berlebihan.
b. Dibidang perbankan, memperbaiki
sistem perbankan berupa program restruktrisasi untuk mencegah hal serupa lagi.
c. Dibidang fiskal, terfokus
pada upaya relokasi pengeluaran untuk mengurangi social cost yang disebabkan krisis ekonomi.
Program Pemulihan Sektor Perbankan
Terganggunya
fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi dan alat transmisi kebijakan
moneter dan kurang efektif dalam
mencapai sasaran nya. Berikut langkah yang diambil dalam uapaya pemberdayaan
perbankan :
a. Melaksanakan
program rekapitalisasi bagi bank-bank yang masih dapat dipertahankan
b. Melakukan
restrukturisasi kredit
c. Pengembangan
infrastruktur perbankan
d. Perbaikan
dan penyempurnaan fungsi pengawasan bank
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter atau Moneter Policy memiliki peran yang sangat
penting dalam upaya pencapaian sasaran ekonomi makro. Pengambilan kebijakan
yang tepat akan mempengaruhi stabilitas harga, tingkat pertumbuhan ekonomi ,
perluasan dan penciptaan kesempatan kerja dan keseimbangan neraca pembayaran.
Sasaran dari kenijakn moneter ini sering berbenturan satu sama lain, misal
pertimbangan kepentingan pertumbuhan ekonomi disatu pihak dengan laju inflasi
yang rendah dipihak lainnya.
Implementasi
kebijakan moneter dalam mencapai sasran dilkukan dengan dua pendekatan:
a. Pendekatan
harga (price targetting) digunakan
untuk kebijakan moneter satu/tunggal sasaran(stabilitas harga atau pengendalian
tingkat inflasi).
b. Pendekatan
kuantitas, untuk kebijakan moneter sasaran multi (pertumbuhan ekonomi,
perluasan kesempatan kerja dll)
Dalam pendekatan kuantitas , jumlah uang
primer diupayakan selalu terkendali sehingga jumlah uang yang beredar (MI dan
M2) dapat terkendali. Dan dengan jumlah uang yang beredar terkendali diharapkan
permintaan agregat akan seimbang dengan kemampuan nasional sehingga nilai tukar
dapat bergerak stabil.
Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter yang mengarah pada kebijakan pengetatan atau kontraksi moneter (Monetary contraction policy) atau
kabijakan ekspansi (expantion policy)
Pelaksanaan kebijakan pengendalian uang beredar tergantung pada kondisi uang
beredar dan arah kebijakan moneter bank indonesia. Jika jumlah uang yang
beredar melebihi jumlah yang ditargetkan, maka akan dilakukan kebijakan
pengetatan atau kontraksi. Demikian juga bila uang yang beredar perlu
diperlonggar Bank Indonesia akan menjalankan kebijakan ekspansi.
Beberapa
instrumen kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua jenis instrumen :
a. Instrumen
kebijakan langsung (direct monetary
instruement) dan
b. Instrumen
kebijakan moneter tidak langsung (indirect
monetary policy instrument)
Instrumen kebijakan langsung (direct monetary instruement)
Instrumen
kebijakan moneter langsung adalah instruemen kebijakan yang digunakan bank
sentral untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar secara langsung. Intstrumen
ini memiliki kemampuan yang langsung mempengaruhi neraca bank-bank umum, dengan
menetapkan tingkat bunga simpanan maupun tingkat bunga pinjaman (interest rete celling) atau menetapkan
maksimal kredit yang dapat disalurkan oleh setiap bank disebut Credit Celling.
Berikut
instrumen kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank sentral
atau otoritas moneter terdiri dari beberapa jenis antara lain :
a. Credit
Celling
Credit
celling atau pagu
kredit adlah penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan untuk
disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral. Penentuan
pagu kredit yang dapat disalurkan dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal
yang dimilikioleh bank atau dikaitkan dengan jumalah dana pihak ketiga yang
dikelola.
b. Penetapan
Tingkat Bunga
Bank sentral dalam
melaksanakan pengedalian moneter langsung dengan menetapkan tingkat bunga (interest rate celling), dilakukan dengan
menentukan besarnya tingkat suku bunga yang diberikan atau dikenakan oleh bank
kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau penabung maupun nasabah
debiturnya.
c. Penurunan
nilai uang
Salah satu kebijakan
pengendalian moneter yang berdampak langsung terhadap pengurangan jumalah uang
yang beredar adalah dengan menurunkan nilai uang yang ada ditangan masyarakat
atau diperbankan. Nilai penurunan uang biasanya dilakukan dengan presentase
tertentu, misalnya 25% atau 50% dari nilai nominal uang,
tergantung kebijakan pemerintah atau
bank sentral. Pengurangan nilai uang tersebut tidak mendapat penggantian dari
pemerintah.
d. Kredit
langsung
Kredit langsung
dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu yang
diprioritaskan untuk dikembangkan dan telah diprogramkan oleh pemrintah. Kredit
ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga keuangan (perbankan) sebagai
agennya. Oelh karena itu program ini disebut kredit program.
Instrumen Kebijakan Moneter Tidak
Langsung (indirect monetary policy)
Instrumen kebijakan tidak langsung adalah
instrumen pengendalian moneter yang tidak langsung mempengaruhi sasaran
operasional ke arah yang ditargetkan oleh bank sentral sebagai otoritas
moneter. Instrument kebijakan moneter tidak langsung sebagai berikut :
a. Likuiditas
Wajib Minimum (statutory reserve
requirements)
Likuiditas wajib
minimum adalah ketentuan mewajibkan setiap bank memelihara sejumlah minimum
alat likuid yang dinyatakan dalam presentase tertentu dari jumlah dana pihak
ketiga yang dihimpun atau kewajiban lancar bank. Di Indonesia sampai dengan
deregulasi pakto 27 1998, alat likuid yang wajib dipelihara terdiri dari kas
dan giro pada bank Indonesia sebesar 15% dari kewajiban segera bank. Namun
negara biasanya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai alat likuid (liquid assets) ini. The ferderal reserves
misalnya mendefinisikan cash assets sebagai alat likuid yang terdiri dari cash
vault, cash item in the process collection, balance at Federal Reserves and
Balance in correspondent banks. Demikian pula ketentuan besarnya presentase
likuiditas wajib yang harus dipelihara sangat bervariasi antara satu negara
dengan negara lain.
Likuiditas sering
dibedakan menjadi 2, yaitu : Cadangan Primer dan cadangan sekunder . Bank
Sentral bisa saja mewajibkan setiap bank memlihara kedua jenis cadangan
tergantung kebijkana moneter yang dijalankan. Bank biasanya memiliki cadangan
selain selain primer yaitu cadangan sekunder yang harus dipelihara. Cadangan
primer dalam bentuk giro dibank tidak mendapat bunga atau jasa giro. Namun bank
sentral dapat memberikan jika kelebihan saldo likuiditas wajib minimum.
Ketentuan Pakto 27,
1988 mengalami perubahan . komponen likuid yang wajib dipelihara bank hanya
Saldo Giro pada Bank Indonesia minimum 2% dari dana pihak ketiga. Sedangkan
tidak lagi daitur dan diserahkan kepada masing-masing bank untk menentukan dan
mengelola kasnya. Ketentuan likuiditas wajib minimum ini juga disebut Giro
Wajib Minimum (GWM).
Presentasi GWM menjadi
3% pada tahun 1993 dinaikka lagi 5%. Tahun 2004 GWM disesuaikan dengan besarnya
dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank. Semua bank memelihara GWM sebesar
dari DPK dengn ketentuan berikut :
a. Bank
yang memilki DPK Rp.1 s.d Rp.10 triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar
1% dari DPK dalam rupiah
b. Bank
yang memiliki DPK Rp.10 s.d Rp.50 triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar
2% dari DPK dalam rupiah
c. Bank
yang memiliki DPK lebih besar dari Rp.50
triliun wajib memelihara tambahan GWM sebesar 3% dari DPK dalam rupiah
d. Bank
yang memiliki DPK kurang dari Rp.1 triliun tidak dikenakan kewajiban tambahan
GWM.
b. Fasilitas
diskonto (discount Facility)
Bank sentral dalam
melakukan pengendalian moneter dapat menggunakan fasilitas diskonto yaitu
fasilitas yang diberikan kepada perbankan dalam bentuk pinjaman dengan
menggunakan suarat-surat berharga yang dimilki sebagai jaminan. Tingkat
diskonto (discount rate) untuk
fasilitas pinjaman ini sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter. Tingkat diskonto
yang dikenakan oleh bank sentral ini akan menjadi benchmark (patokan) tingkat bunga kredit perbankan.
c. Operasi
pasar terbuka (Open Market Operation)
Bank Indonesia
melaksanakan Operasi pasar terbuka (OPT) sebagai salah satu cara pengendalian
moneter sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 undang-undang No.23 Th.1999 yang
diubah dengan UU No.3 Th.2004 tentang Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat
menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar
(target kuantitas) atau suku bunga (target suku bunga).
Dalam kebijakn moneter
difokuskan pada pengendalian jumlah uang yang beredar, Bank Indonesia menerapkan
uang primer atau komponennya sengai target operasional dan jumlah uang yang
beredar dalam arti sempit maupun luas sebagai target antara. Bank indonesia
menetapka suku bunga pasar jangka pendek sebagai target operasional. Kebijakan
moneter berdasarkan kauntitas atau suku bunga, Bank Indonesia dapat melakukan
pengendalian moneter melalui OPT yang bersifat Konstraksi atau Ekspansi.
Istilah yang sering
digunakan sebagai berikut :
a. Operasi
pasar terbuka
b. Konstraksi
moneter
c. Ekspansi
moneter
d. Sertifikat
Bank Indonesia
e. Surat
utang negara
Tujuan Operasi Pasar Terbuka
adalah mencapai target operasional kenijakan moneter dalam rangka mendukung
pencapaian sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia. Targetnya berupa uang
primer atau komponennya atau target suku bunag pasar jangka pendek. Dilakukan
dengan cara mempengaruhi likuiditas perbankan melalui kontraksi atau ekspansi
moneter.
Kegiatan OPT, dilakukan melalui kegiatan :
a. Penerbiatan
Surat Bank Indonesia
b. Jual
beli suarat berharga dalam rupiah yang meliputi SBI, utang negera dan surat
berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah di cairkan
c. Penyediaan
fasilitas simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (FASBI)
d. Jual
beli valuta asing
Jual
beli surat utang negara dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan dapat dilkukan dalam berbagai jenis transaksi yang meliputi
namun tidak terbatas pada :
a. Pembelian
dan penjualan secara lepas
b. Pembelian
dn penjualan secara bersyarat
Penyediaan
FASBI dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Jangka
waktu FASBI minimum 7 hari dihitung dari tanggal penyelasaian transaksi sampai
dengan tanggal jatuh tempo.
b. Tingkat
diskonto FASBI ditetapkan oleh bank indonesia
c. Nilai
diskonto dan nilai tunai transaksi dihitung berdasarkan rumus diskonto murni (true discount) sebagai berikut :
d. Pengajuan
FASBI bersifat final dan tidak dapat dibatalkan
e. FASBI
tidak dapat diperdangkan, tidak dapat digunakan, dan tidak dapat dicairkan
sebelum jatuh tempo.
f. Bank
Indonesia dapat menyediakan FASBI setiap saat apabila dianggap perlu.
Peserta
OPT terdiri dari bank, lembaga perntara dan pihak lain yang ditetapkan Bank
Indonesia. Peserta dibedakan menjadi dua langsung dan tidak langsung.
Pelaksanaan
OPT dilakukan secara berkala dan dalam hal yang diperlukan, OPT dapat dilakukan
sewaktu-waktu. Dengan mekanisme lelang dan nonlelang.
e. Fasilitas
Simpanan Bank Indonesia (FASBI)
Bank Indonesia menggunakan instrumenlain
yang berdampak kontraktif yang dikenal dengan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
(FASBI). Fasilitas yang diberikan BI untuk menetapkan dananya di Bank Indonesia.
f. Fasilitas
Diskonto Ulang (Rediscount Facility)
Adalah fasilitas pendanaan yang disedika
oleh BI bagi bank yang membutuhkan dana dengan cara mendiskonto ulang
surat-surat berharga yang dimilikinya.
g. Persuasi
Moral (Moral Suasion)
Cara kerja instrumen ini pada BI
memberikan himbauan pada bank-bank, biasanya pada bank-bank utama saja agar
menjalankan permintaan BI sesuai kebijakan moneter yang dijalankan.untuk itu
Bank Sentral harus kredibel yang baik didukung oleh kinerja yang baik sebgai
otoritas moneter.
Konsep Uang Beredar
Pengertian
uang beredar dikategorikan menjadi 2 : dalam arti sempit (narrow money) M1 dan
uang yang beredar dalam arti luas (broad money) M2. M1 terdiri atas semua uang
semua uang kartal dan giral. M2 merupakan penjumlahan M1 ditambah deposito
berjangka atau tabungan.
Peran Bank dalam Penciptaan Uang
Proses
penciptaan uang oleh bank umum
a. Ketentuan
cadangan likuiditas wajib (RR) 5%
b. Semua
Loanable funds yaitu dana setalah dikurangi RR disalurkan dalam bentuk kredit
c. Setiap
transaksi menggunakan cek
d. Semua
simpanan dalam bentuk giro
e. Simpanan
giro pertama sebesar Rp.1 juta dan disimpan pada Bank Umum
Kronologi Kebijakan Moneter dan
Deregulasi Perbankan
1. Periode
stabilisasi dan rehabilitasi Ekonomi
2. Periode
saat perekonomian ditunjang sektor minyak
3. Periode
Deregulasi Perbankan
4. Kebijakan
1 Juni 1983
5. Paket
27 oktober 1998 (pakto 27, 1988)
6. Paket
kebijakan 20 Desember 1988 (pakdes 20, 1988)
7. Paket
kebijakan 25 Maret 1989 (Pakmar 25, 1989)
8. Paket
kebijakan 29 Januari 1990 (Pakjan 29, 1990)
9. Paket
kebijakan 28 Februari 1991 (Pakfeb 28, 1991)
10. Paket
kebijakan 29 Mei 1993 (Pakmei 29, 1993)
Kondisi
Perbankan Era Krisis Moneter
Tahun
1997/1998 adalah tahun terberat dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Diawali
krisis nilai tukar, kinerja perekonomian menurun tajam. Pemerintah menempuh
berbagai upaya namun tidak menunjukan hasil karena krisis kepercayaan kemampuan
dan prospek perkonomian semakin melemah.
Beberpa
faktor yang mengakibatkan kondisi menjadi renta terhadap gejolak anatar lain :
a. Adanya
jaminan terselubung (implict guarantee)
dari bank sentral atas kelangsungan hidup suatau bank utnuk mencegah kegagalan
sistemik dalam industri perbankan tealh menimbulkan moral hazard dikalangan pengelola dan pemilik bank.
b. Sistem
pengawasan oleh bank sentral belum efektif karena belum sepenuhnya dapat
mengimbangi pesat dan kompleksnya kegiatan perbankan.
c. Besarnya
pemberia kredit dan jaminan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
individu atau kelompok usaha yang terkait dengan bank telah mendprpng tingginya
resiko kredit macet yang dihadapi bank.
d. Lemahnya
kemampuan menenjerial bank tealah mengakibatkan penurunan kualitas aset
produktif dan peningkatan resiko yang dihadapi bank.
e. Kurang
transparannya informasi mengenai kondisi perbankan selain telah mengakibatkan
kesulitan dalam melakukan analisis secara akurat tentang kondisi keuangan suatu
bank juga tealah melemahkan upaya untuk melakukan kontrol sosial dan
menciptakan disiplin pasar.
Kebijakan Pemulihan Perbankan
a. Pemerintah
melaksanakan program penjaminan penuh dana deposan dan kerditor dari semua bank
umum
b. Membentuk
badan penyehatan perbankan nasional (BPPN)
c. Melaksanakan
program rekapitalisasi perbankan agar memenuhi permodalan minimum perbankan.
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok kebijakan moneter adalah mencapai
kestabilan dan memelihara kestabilan moneter. Karena kestabilan harga merupakan
hal yang sangat penting baik bagi kalangan rumah tangga terutama masyarakat
yang berependapatan tetap maupun sektor usaha.
Beberapa
kebijikan dibuat untuk mengatasi problematika , dan beberapa instrumen
kebijakan yang dijalankan suatu negara guna mengurangi krisis nilai tukar dan
kepercyaan.
1.2 Saran
Masyarakat hendaknya memiliki kesadaran akan
pentingnya mempelajari kebijakan moneter dan deregulasi perbankan indonesia.
Dan pemerintah harus lebih baik dalam mengambil kebijakan dalam perekonomian.
Daftar Pustaka
Dumairy,
“Matematika Terapan untuk Bisnis dan Ekonomi”, Edisi kedua, Yogyakarta, 2014.
No comments:
Post a Comment