Friday, May 12, 2017

Makalah: Bank Perkreditan Rakyat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagaimana telah diketahui bahwa bank adalah lembaga interediasi keuangan. umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan menerbitkan surat berharga. Peranan bank saat ini sangat dominan dalam perekonomian masyarakat Indonesia pada umumnya. Hampir setiap kegiatan perekonomian masyarakat tidak terlepas dari peran bank maupun lembaga keuangan lainnya. dalam menjalankan aktifitasnya, bank menawarkan berbagai produkyang berisi kegiatan pendukung perekonomian masyarakat. Perlunya peranan pemerintah untuk meratakan fasilitas atau kemudahan yang ditawarkan oleh bank ke pelosok sehingga dapay menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Maka diperlukan adanya bank perkreditan rakyat yang mampu menjangkau ke desa-desa yang ada di seluruh Indonesia. Selain itu dalam syariat islam penerapan sistem bunga yang diberlakukan oleh bank konvensioanl ini dilaramg atau dharamkan, maka diperlukan adanya Bank Syariah yang menerapkan syariat islam dalam sistem operasionalnya.
B.     Rumusan Masalah
1.       Apa pengertian BPR?
2.      Apa jenis-jenis BPR ?
3.      Usaha atau kegiatan apa yang dilakukan oleh BPR ?
4.      Produk apa yang dikeluarkan oleh BPR ?
5.      Apa pengertian dari bank syariah ?
6.      Usaha atau kegiatan apa yang dilakukan oleh bank syariah ?
7.      Produk apa yang dihasilkan atau dikeluarkan oleh bank syariah ?
8.      Apa perbedaan antara sistem bunga konvensional dengan sistem bagi hasil bank syariah ?



C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian,jenis,kegiatan dan produk yang dikeluarkan oleh BPR
2.      Mengetahui pengertian,jenis,kegiatan dan produk yang dikeluarkan oleh Bank Syariah
3.      Mengetahui perbedaan antara sistem bunga konvensional dengan sistem bagi hasil bank syariah


BAB II
PEMABAHASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
            Pendirian BPR ini dimulai pada abad ke-19 di mana pada saat itu sumber untuk memperoleh penjaman, terutama di wilayah pedesaan, hanya berasalh dari para pelepas uang (rentenir) dengan bunga mencapai antara 100% - 200% pertahun. Melihat kondisi masyrakat pedesaan saat itu, muncul beberapa gagasan yang menghendaki diadakanyya lembaga pengkreditan bagi masyrakat Indonesia dengan bunga yang ringan guna meningkatkan atau mencegah kemrosotan lebih lanjut dari kesejahteraan para petani, di samping untuk meningkatkan daya tahan mereka terhadap bencana-bencana yang mungkin terjadi. Gagasan untuk mendirikan Lembaga Pengkreditan Rakyat (LPR) di Indonesia tersebut muncul pada akhir abad 19 atas prakarsa perorangan yang kemudian di ambil alih oleh pemerintah Belanda.
            Landasan hukum pendirian dan beroperasinya Bank Pengkreditan Rakyat adalah Undang-Undang No. 7 tahun 1992tentang Perbankan sebagaimana telah diuabh dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998. Keberadaan BPR dalam masyarakat Indonesia sudah ada jauh sebelumdiundang-undangkannya Undang-Undang N0. 14 tahun 1967 yang kemudian diganti dengan UU No. 7 tahun 1992

A.    LEMBAGA DANA DAN KREDIT PEDESAAN
Tujuan pengembangan Lembaga Perkreditan Rakyat adalah menyediakan berbagai kemudahan dalam mendapatkan sumber permodalan bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, terutama di pedesaan guna mengembangkan usaha dan kemampuannya. Jasa-jasa perbankan yang diberikan antara lain kredit bagi pedagang/pengusaha kecil di pasar-pasar dan di desa-desa, serta mobilisasi dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka. Pengawasan dan pembinaan kegiatan usaha lebaga-lebaga ini dilakukan oleh Bank Indonesia, namun tugas pengawasan tersebut di delegasikan kepada Bank Rakyat Indonesia yang kantornya tersebar di berbagai daerah.


B.     FUNGSI BANK PENGKREDITAN RAKYAT
Keberadaan Bank Pengkrditan Rakyat dari sisi kepentingan pemerintah antara lain:
1.      memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak mimiliki akses ke bank umum
2.      membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola nasional agar akselerasi pembangunan di sektor pedesaan dapatlebih dipercepat
3.      menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat pedesaan
4.      mendidik dan mempercepat pemahan masyarakat terhadap pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan terakhir
C.     BANK PENGKREDITAN RAKYAT PASCAUUNO. 7 TAHUN 1992
Lahirnya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah dibah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, antara lain didasarkan pada pertimbangan bahwa telah terjadi perkembangan dalam perekonomian nasional dan semakin gencarnya tantangan dalam persaingan internasional sehingga perbankan nasional harus benar-benar disiapkan untuk menghadapi situasi lingkungan persaingan global. Dengan adanya undang-undang perbankan ini, pemerintah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Menata kembali struktur kelembagaan sektor perbankan dengan memberikan keleluasaan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
b.      Memberi kesempatan kepada sektor perbankan untuk memperluas jangkauan pelyanannya baik pelayanan perbankan umum yang menjangkau semua lapisan masyarakat maupun pelayanan perbankan yang berkonsentrasi pada sektor ekonomi berskala kecil atau usaha lemah terutama diwilayah pedesaan.
c.       Memperkuat landasan hukum terhadap pengaturan, pengawasan dan pembinaan perbankan.
Atas pertimbangan tersebut diatas, maka dalam UU No. 7 tahumn 1992 dilakukan penyederhanaan sistem perbankan dengan melakukan penggolongan bank kedalam dua jenis saja, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Pengaturan operasional BPR lebih lanjut ditetapkan dalam peraturan Bank Indonesia No.6/22/PBI/2004 tanggal 9 Agustus 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat.
D.    PENGERTIAN BPR
Berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 1992, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sementara bank menurut undang-undang ini adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
E.     BENTUK HUKUM DAN KLASIFIKASI BPR
Pendirian BPR dapat dilakukan dengan memilih bentuk hukum sebagai berikut :
a.       Perusahaan Daerah
b.      Koperasi
c.       Perseroan Terbatas
d.      Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
“Bentuk lain” sebagaimana disebutkan pada butir d diatas berdasarkan penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU No. 7 tahun 1992, dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari BPR, seperti Bank Desa, Lambung Desa, Badan Kredit Desa dan lembaga-lembaga lainnya yang dimaksud dalam Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1992. Dengan demikian pengertian Bentuk Hukum BPR dengan “Bentuk lain” diperuntukkan bagi lembaga-lembaga yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan, yang telah dikukuhkan sebagai BPR yang bentuk hukumnya bukan berupa salah satu dari Perusahaan Daerah, Koperasi atau Perseroan Terbatas. Sedangkan bagi lembaga lainnya BKK,LPN,KURK,LPK yang belum memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 19 PP No.71/1992 wajib menhajukan permohonan izin usaha sebagai BPR sampai tanggal 30 Oktober 1997 dengan memilih salah satu bentuk hukum berupa Perusahaan Daerah, Koprasi, atau Prseroan Terbatas.
Seiring dengan berkembangnya perekonomian, Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) ikut pula mengalami pertumbuhan terutama dilingkungan masyarakat pedesaan. Keberadaan lembaga keuangan mikro ini dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka, khususnya dalam bentuk jasa tabungan dan sumber kredit. Oleh karena itu lembaga ini perlu diperahankan eksistensinya di dalam masyarakat desa. Sehubungan dengan itu, untuk memperjelas status LDKP tersebut, berdasarkan Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1992, kberadaan LDKP yang terdiri dari :
a.       Bank Desa Lumbung Desa
b.      Bank Pasar
c.       Bank Pegawai
d.      Lumbung Pitih Nagari (LPN)
e.       Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
f.       Badan Kredit Desa (BKD)
g.      Badan Kredit Kecamatan (BKK)
h.      Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK)
i.        Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK)
j.        Bank Karya Produksi Desa (BKPD)
dan atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu diberikan status sebagai Bank Perkreditan Rakyat dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
            Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat ditetapkan bahwa LDKP yang belum mendapat izin usaha sebagai BPR dari Menteri Keuangan wajib mengajukan permohonan izin usaha sebagai BPR selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober 1997 dengan prsyaratan sebagai berikut :
a.       Memilih salah satu bentuk hukum berupa Perusahaan Daerah, Koprasi, atau Perseroan Terbatas.
b.      Memenuhi Kebutuhan Bersama Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, dan Bank Indonesia tanggal 26 September 1994 mengenai ketentuan modal minimum sebesar Rp. 50 juta; kualifikasi direksi yang berpengalaman di bidang perbankan; memiliki tempat/gedung dan kewajiban membuka kantor setiap hari.
Kemudian sete;ah dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, BPR dapat diklasifikasikan menjadi BPR Badan Kredit Desa dan BPR Bukan Badan Kredit Desa sebagaimana pada Tabel .
Bank Perkreditan Rakyat
a.       BPR Bukan Badan Kredit Desa
Jumlah
·         BPR baru
1.312
·         Bank Pasar
132
·         BKPD
133
·         Bank Pegawai
1
·         BPR Eks LDKP
564


b.      BPR Badan Kredit Desa

·         Bank Desa
3.289
·         Lumbung Desa
2.056
c.       LDKP
1.620
            Sumber : Bank Indonesia Statisyik Ekonomi Keuangan Indonesia, per Desember 2003.
F.      PENDIRIAN DAN MODAL DISETOR BPR
Sebagai konsekuensi dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998, semua proses perizinan dibidang perbankan trmasuk BPR, yang sebelumnya dilakukan oleh Menteri Keuangan dialihkan kepada Bank Indonesia. Dengan demikian setelah undang-undang ini dikeluarkan, maka semua pengaturan dibidang perbankan, termasuk perizinan, dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia No.6/22/PBI/2004 Tahun 2004 tentang BPR, Bank Perkredita Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh :
a.       Warga Negara Indonesia
b.      Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya berstatus WNI
c.       Pemerintah Daerah
d.      Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a,b, dan huruf c.
Ketentuan modal disetor untuk mendirikan BPR ditetapkan paling sedikit sebesar
a.       Rp. 5 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta
b.      Rp. 2 miliar bagi BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di Pulau Jawa, dan Bali serta diwilayah kabupaten atau kodya Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
c.       Rp. 1 miliar bagi BPR yang didirikan diwilayah ibukota provinsi diluar Pulau Jawa dan Bali dan wilayah sebagaimana disebut dalam butir a dan b.
d.      Rp. 500 juta bagi BPR yang didirikan di wilayah lain diluar wilayah sebagaimana disebut dalam butir a,b, dan c.
Sementara itu, modal disetor bagi BPR yang berbentuk badan hukum koperasi adalah simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perkoperasian paling sedikit 50% dari modal disetor BPR wajib digunakan untuk modal kerja.
Salah satu pertimbangan dalam pemberian izin BPR oleh BI adalah hasil analisis atas potensi dan kelayakan pendirian BPR yang harus disampaikan sebagai salah satu persyaratan, yang meliputi penilaian terhadap :
a.                   Aspek demografi dan ekonomi wilayah
b.                   Jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan termasuk lembaga keuangan mikro
c.     Rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber daba dan penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud
d.    Proyeksi keuangan secara bulanan untuk tahun pertama, dan secara tahunan untuk dua tahun berikutnya, sejak BPR melakukan kegiatan operasional dan
e.     Perencanaan sumber daya manusia.
G.    ANGGOTA DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS BPR
Anggota direksi dan dewan komisaris wajib memenuhi persyaratan :
a.       Kompetensi
b.      Integritas; dan
c.       Reputasi keuangan
Pemenuhan persyaratan bagi anggota direksi dan Dewan Komisaris di atas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan (fi and proper test) BPR. Jumlah anggota Direksi minimal berjumlah 2 orang dengan pendidikan minimum D3
            Anggota Direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
a.       Anggota Direksi lainnya dalam hubungannya sebagai sebagai orang tua, anak, mertua, menantu, suami, isteri, saudara kandung atau ipar; dan/atau
b.      Anggota Dewan Komisaris dalam hubungannya sebagai orang tua,anak,mertua,menantu,suami,isteri,atau,atau saudara kandung.
Anggota direksi dilarang merangkap jebatan sebagai Anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif pada lembaga perbankan, perusahaan, atau lembaga lain.
Jumlah anggota Dewan Komisaris minimal 2 orang dan minimal50% anggota Dewan Komisaris memiliki pengalaman dibidng perbankan. Anggota Dewan Komisaris hanya dapat merangkap jabatan sebagai komisaris paling banyak pada 2 BPR atau pada satu Bank Umum.
H.    PEMBUKAAN KANTOR BPR
BPR pada dasarnya dapat membuka kantor cabang dan kantor kas. BPR hanya dapat membuka kantor cabang diwilayah provinsi yang sama dengan kantor pusatnya atas izin Bank Indonesia.
Berdasarkan ketentuan, wilayah DKI dan kabupaten atau kotamadya Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Karawang ditetapkan sebagai satu wilayah provinsi untuk keperluan pembukaan kantor cabang. Sebagai konsekuensi dari pentapan wilayah tersebut, maka :
a. BPR di provinsi Jabar dan diluar Kabupaten atau Kodya Bogor, Depok, Bekasi, dan Karawang.
b. BPR di Provinsi Banten diluar Kabupaten atau Kodya Tangerang tidak dapat membuka kantor cabang di Kabupaten atau Kodya Tangerang.
I.       KEGIATAN USAHA BPR
Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana halnya dengan bank umum dapat melakukan usaha sebagai konvensional maupun bank berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usaha yang diperkenankan bagi BPR secara umum adalah sebagai berikut :
a.       Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b.      Memberikan kredit
c.       Menyedihkan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah
d.      Menempatkan dananya Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deosito, dan atau tabungan bank lain.
Usaha yang dilarang bagi BPR berdasarkan undang-undang adalah :
a.       Menerim simpanan erupa giro dan iut serta dalam lalu lintas pembayaran
b.      Melakukan kegiatan dalam usaha bentuk valuta asing
c.       Melakukan pnyertaan modal
d.      Melakukan usaha perasuransian
e.       Melakukan usaha lain diluar kegiatan yang telah ditetapkan di atas.
J.       PENGATURAN DAN PENGAWASAN
Dengan dikeluarkannya UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, fungsi perizinan, pengaturan, dan pengawasa perankan dilakukan sepenuhnya oleh Bank Indonesia. Sebelumnya, fungsi perizinan ini dilakukan oleh Departemen Keuangan. Sementara itu, fungsi pengawasan dan pembinaan kegiatan operasional BPR yang sebelum dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992, yang seharusnya diakukan leh Bank Indonesia, diserahkan kepada Bank Rakyat Indonesia. Namun setelahnya dikeluarkannya Undang-undang Perbankan tersebut, fungsi pengawasan dan pembinaan diambil alih kembali oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Pengawasan dan pembinaan yang sebelumnya dilakukan oleh BRI menimbulkan ketidapuasan yang berkepanjangan dikalangan  BPR, mengingat BRI pada dasarnya merupakan kompetitor BPR terutama di wilayah pedesaan di mana kantor-kantor BRI juga beroperasi. Fungsi ganda yang diemban BRI tersebut yaitu di samping beroperasi sebagai bank umum yang jaringan kantornya menjangkau hampir semua wilayah pedesaan di Indonesia juga menjalankan fungsi supervisor terhadap BPR yang sudah barang tentu menimbulkan kekhawatiran kalangan BPR akan kemungkinan timbulnya benturan kepentingan dalam menjalankan fungsinya tersebut.
            Pada prinsipnya, ktentuan operasional perbankan syariah ditetapkan Bank Indonesia untuk bank-bank umum juga berlaku bagi BPR, kecualiketentuan operasional yang berdasakan peraturan tidak diperkenankan dilakukan oleh BPR, misalnya ketentuan giro wajib minimum valuta asng dan posisi devisa neto.

BANK SYARIAH
Kegiatan usaha perbankan syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, melainkan atas dasar prinsip syariah sebagaimana digariskan syariah (hukum) islam. Hal ini berkebalikan dengan prinsip Bank Konvensional dimana imbalan selalu dihitung dalam bentuk bunga.
Pada dasarnya, produk perbankan syariah bersifat universal, tidak hanya dikhususkan untuk suatu kelompok masyarakat tertentu, meskipun prinsip operasi Bank Syariah ini didasarkan pada syariah Islam yaitu hukum-hukum yang bersumber dari Al- Qur’an dan Sunah Rasul
Maksud dari sistem yang sesuai degan syariah islam adalah beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat misalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil pembiayaan.

A.    PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH
Sistem syariah dewasa ini telah terintegrasi dan berinteraksi dengan sistem perekonomian dunia. Sistem perbankan syariah tidak lagi hanya monopoli dan diklaim sebagai sistem perbankan negara-negara Islam.
Oleh para pengamat, sistem syariah ini diyakini akan mampu menjadi sistem alternatif yang mampu mengembalikkan ekonomi Indonesia. Hal ini terbukti karena dalam waktu yang sama pada saat Indonesia mengalami krisismoneter, bank-bank syariah tetap bertahan dan usahanya tidak terlalu banyak terpengaruh oleh krisis moneter. Dewasa ini produk-produk keuangan syariah lainnya sudah memasuki sektor perekonomian di berbagai negara, antara lain produk pasar modal syariah (misalnya obligasi syariah), rksa dana syariah, indeks syariah, dan di sektor industri asuransi dikenal pula dengan asuransi berdasarkan prinsip syariah Islam.
Dalam upaya pengembangan Bank Syariah dijumpai berbagai kendala antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1.      Masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap jenis operasi dan produk-produk yang ditawarkan oleh bank-bank syariah
2.      Jumlah dan jaringan kantor bank syariah yang masih terbatas sehingga menyulitkan masyarakat mengakses pelayanan Bank Syariah
3.      Kurangnya sumber daya manusia memiliki pemahaman dan pengalaman teknik perbankan syariah.
Keberadanaan perbankan syariah dapat dikatakan benar0benar muncul pada dekade 1990-an yang diawali dengan disahkannya undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Setelah UU No. 7 Tahun 1992 tersebut diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, penggunaan istilah Prinsip Syariah dinyatakan jelas dalam beberapa pasal. Lebih lanjut, ketentuan pelaksanaan operasional perbankan syariah diatur secara komprehensif oleh Peraturan Bank Indonesia.
Gagasan atas adanya sistem perbankan syariah ini pertama dikemukakan Majelis Ulama Indonesia di awal tahun 1990 dalam Musyawarah Nasional ke IV. Selanjutnya, dengan inisiatif beberapa pihak termasuk Persiden Soeharto saat itu, pendirian Bank Syariah pertama, PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), diresmikann dengan modal disetro berasal dari umat islam sebesar Rp 106 miliar. Kantot-kantor cabang BMI saat ini tersebar ke beberapa ibukota provinsi di Jawa dan di luar Jawa. 
Pelaksanaan kegiatan perbankan syariah secara teknis juga diatur oleh Bank Indonesia melalui beberapa peraturan, antara lain :
1.      PBI No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usahan Berasarkan Prinsip Syariah
2.      PBI. No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 juli 2004 tentang Bank Pengkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah
3.      PBI. No.5/9/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah
4.      PBI. No.5/3/PBI/2003 tanggal 4 februari 2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah
5.      PBI. No.5/5/7//PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah.
Perlu dipahami bahwa sistem perbankan syariah ini bukanlan sistem perbankan Arab. Sistem perbankan syariah inibersifat universal. Artinya, negara manapun dapat melakukan dan mengadopsi sistem perbankan syariah dalam hal :
1.      Penetapan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yangdipercayakan kepadanya
2.      Penetapan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan yang baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja.
3.      Penetapan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh Bak Syariah.

B.     SISTEM PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
Sutau kebijakan diharapkan dapat memperbaiki dan memperkokoh ketahanan perbankan nasional. Kebijakan perbankan yang komprehensif, transparan dan mengandung kepastian hukumtersebut di antaranya berkaitan dengan pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan, perluasan jaringan, serta perubahan kegiatan usaha Bank Syariah. Artinya, Bank Indonesia antara lain tetap mempertimbangkan fajtor-faktor kemampuan Bank Syariah, prinsip kehati-hatian operasional, tingkat persaingan yang sehat, tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan uasaha berdasarkan prinsip syariah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana kerja, serta kemampuan dan atau kelayakan pemilik, pengurus dan pejabat.
Agar Bank Syariah dapat bersaing di dunia perbankan internasional,Bank Syariah harus memiliki permodalan yang kuat. Selain itu Bank perlu didukung pula oleh pengurus, Dewan Pengurus Syariah. Dan pejabat yang mampu dan kompeten untuk mengelola Bank secara sehat.

C.     PENGERTIANBANK SYARIAH
Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Sedangkan yang dimaksud dengan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah menurut Pasal 1angka 13 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara pihak lain utnuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha. Atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain:
1.      Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
2.      Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
3.      Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
4.      Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
5.      Dengan adanyapilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarahwa iqtina)

D.    BENTUK HUKUM, PERMODALAN DAN KEPEMILIKAN
Berdasarkan Uuperbankan, bentuk hukum Bank Syariah dapat berupa
1.      Perseroan Terbatas
2.      Koperasi
3.      Perusahaan daerah

Modal disetor untuk mendirikan Bank Syariah ditetapkan sekurag-kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000.000 (tiga triliun rupiah). Pendirian Bank Syariah hanya dapat dilakukan oleh
1.      Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia
2.      Warga negara Indonesia dan atau badan hukum indonesia dengan warga negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.

Sedangkan kepemilikan yang berasaldariwarga negara asing dan atau badan hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal disetor Bank.
Semesntara kepemilikan Bank oleh Badan Hukum Indonesia setinggi-tingginya adalah sebesar modalbersih sendiri dari Badan Hukum yang bersangkutan. Dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank dilarang bersumber dari :
1.      Pinjaman atau fasilitas pembiayaandalam bentuk apapun dari bank dan atau pihak lain
2.      Sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering)

Selanjutnya,bedasarkanketentuan Bank Indonesia, yang dapat menjadi pemilik Bank adalah pihak-pihak yang:
1.      Tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham aau pengurus bank. Seduai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bsnk Indonesia.
2.      Menurut penilaian Bank Indonesia, yang bersangkutan memiliki integritas yang baik yaitu antara lain adalah pihak-pihak yang :
·         Memiliki akhlak dan moral yang baik
·         Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
·         Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan Bank yang sehat
3.      Pemegang saham pengendali wajib memenuhi persyaratan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Berdasarkan ketentuan Bank indonesia, Bank yang telah mendapat izin beroperadi sebagai bank Syariah dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvesional dan dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi bank konvensional.

E.     DEWAN SYARIAH NASIONAL
Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan pakar dalam bidang-bidang yang tekait dengan perekonomian dan syariah muamalah. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN adalah Dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang berugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkanfatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah, serta mengawasi fatwa yang dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.
DSN juga mempunyai kewenangan untuk :
1.      Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebgai anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga keungan syariah, termasuk bank, asuransi, dan reksa dana.
2.      Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadidasar tindakan hukum pihak terkait.
3.      Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM
4.      Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN
5.      Mengusulkan kepadapihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Dewan Syariah Nasional dibentuk tahun 1997 dan merupakanlembaga otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipimpin oleh Ketua Umum MUI. Tugas-tigas Dewan Syariah Nasional antara lain sebagai berikut :
1.      Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam.
2.      Menyusun guidelines  atau panduan produk syariah yang bersumber dari hukum Islam yang dijadikan dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah lembaga-lembaga keuangan syariah.
3.      Memberi rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan menjadi Dewan Pengawas Syariah pada suatu suatu lembaga keuangan syariah
4.      Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang dikembangkan lembaga keuangan syariah.

F.      DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Dewan Pengurus Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah, alam kegiatan Usaha Bank Syariah.
Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang. Anggota DPS hanya dapat merangkap jabatan sebagaianggota DPS sebanyak-banyaknya pada 2 bank lain dan 2 lembaga keuangan syariah bukan bank. Anggota DPS juga bisa merangkap sebagai DSN.
Anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.      Integritas
2.      Kompetensi
3.      Reputasi keuangan

Anggota DPS juga harus memenuhi persyaratan integritas, antara lain:
1.      Memiliki akhlak dan moral yang baik
2.      Memiliki komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku\
3.      Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional Bank Syariah yang sehat
4.      Tidak termasuk dalam daftar tidak lulis sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bak Indonesia.

Anggota DPS yang memenuhi persyaratan kompetensi, antara lain adalah memiliki pengetahuan dan pengalaman dibidang syariah mu’amalah dan pengetahuan dibidang perbankan dan atau keuangan secara umum.
Anggota DPS yang harus memenuhi persyaratan reputasi keuangan antara lain :
1.      Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet
2.      Tidak pernah rdinyatakan pailit atau menjadi Direksi atau komisaris
3.      Tidak dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 tahun terakhir sebelum dicalonkan.
Tugas, wewemang dan tanggung jawab DPS antara\ lain
1.      Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasinal bank terhadap fatwayang dikeluarkan oleh DSN
2.      Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan Bank
3.      Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank secraa keseluruhan dalam laporan publikasi Bank Syariah
4.      Mengkaji produk dan jasa baru yang belum adafatwa untu, dimintakan fatwa kepada DSN
5.      Menyampaikan alporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurang nya setiap ^ bulan kepadaDireksi, komisaris, dewan Syariah Nasional, dan Bank Indonesia

G.    PENGURUS BANK SYARIAH
Bank Syariah terdiri dari Direksi dan dewan Komisaris dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.Di samping itu. Bank Syariah wajib membentuk dan memiliki  Dewan Pengawas Syariah yang berkeduaukan di kantor pusat bank. Anggota Direksi dan  dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Tidak termasuk dalam daftar  orang-orang  yang dilarang  menjadi  pemegang  saham dan atau pengurus bank sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank  Indonesia
b.      Menurut penilaian Bank lndonesia yang bersangkutan memiliki kompetensi  dan integritas yang baik.
Anggota Direki dan dewan Komisaris Bank Syaliah yang memiliki kompetensi dan  integritas yang baik, antara lain adalah pihak-pihak yang:
a)      Memiliki akhlak dan moral yang baik;
b)      Mematuhi peraturan  perundang-undangan yang berlaku;
c)      Memiliki komitmen yang tinggi dalam mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional;
d)     .Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan atau mengarvasi kegiatan usaha Bank Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
Mayoritas anggota Direksi dilarang saling memiliki hubungan keluarga sarnpai derajat  kedua termasuk besan dengan anggota  dewan  Komisaris.  Anggota  Direksi  dilarang merangkap  jabatan sebagai anggota Direksi, dewan Komisaris, atau Pejabat Eksekutif pada bank perusahaan atau lembaga lain yang memerlukan tanggung jawab penuh sebanyak-banyaknya  pada 2 lembaga/perusahaan lain bukan bank.
Dewan Direksi dan Dewan Pengawas
Calon anggota Direksi atau dewan Komisaris wajib memperoleh persetujuan dari Bank lndonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.Sebelum dimintakan persetujuan dari Bank Indonesia, penetapan calon anggota Direksi atau dewan Komisaris wajib dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan  perundang-undangan yang berlaku.
Bank Syariah wajib mengajukan calon anggota Dewan Pengawas Syariah untuk memperoleh:
a)      Persetujuan  Bank Indonesia
b)      Penetapan  Dewan  syariah  Nasional  sebelum  diangkat  dan mendudukijabatannya.
Pejabat  Eksekutif
Pengangkatan atau penggantian Pejabat Eksekutif atau pemimpin Kantor Cabang Syariah  wajib dilaporkan oleh Bank Syariah kepada Bank Indonesia selambat-larnbatnya I0 hari setelah  tanggal pengangkatan efektif, disertai  dengan:
a.       Surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai Pejabat Eksekutifatau pemimpin  Kantor Cabang dari Direksi Bank Syariah.
b.      Dokumen mengenai identitas Pejabat Eksekutif atau pemimpi Kantor Cabang Bank  Syariah.
Apabila berdasarkan penilaian dan penelitian Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif atau  pemimpin Kantor cabang termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi  pemegang saham, pemegang saham pengendali, pengurus, pejabat eksekutifbank maka bank  syariah wajib segera memberhentikan yang bersangkutan
H.    UNIT USAHA SYARIAH
Kantor-kantor cabang syariah dari bank umum konvensional  pada dasarnya merupakan unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang berbeda, serta mempunyai pencatatan  dan pembukuan yang terpisah dari kantor-kantor konvensionalnya. Oleh karena itu,  dibutuhkan  suatu  unit kerja khusus yang disebut dengan Unit Usaha Syariah (UUS) yang berfungsi  sebagai kantor  induk cabang syariah. Unit tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi atau pejabat satu tingkat di bawah direksi. Secara umum tugas UUS mencakup :
a.       Mengatur dan mengawasi  seluruh  kegiatan  kantor  cabang  syariah.
b.      Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumberdari kantor-kantor  cabang  syariah.
c.       Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor cabang syariah.
d.      Melaksanakan tugas penatausahaan laporan keuangan  kantor-kantor  cabang  syariah.
I.       SUMBER DAYA MANUSIA
Kegiatan usaha bank secara umum menuntut adanya prolesionalisme yang tinggi guna  mendukung proses pengambilan keputusan dan pengendalian risiko usaha sekecil mungkin.  Sesuai dengan karakteristik kegiatan usahanya, sumber daya manusia perbankan syariah  selain harus mempunyai kemampuan teknis di bidang perbankan, juga dituntut untuk  memiliki pengetahuan mengenai kententuan dan prinsip syariah secara baik, serta memiliki  akhlak dan moral yang  lslami. Akhlak dan moral yang Islami dalam bekerja mempunyai empat ciri pokok yaitu: shiddiq (benar dan jujur), tabligh (mengembangkan lingkungan /bawahan menuju kebaikan), antanah (dapat dipercaya), dan fathonah (kompeten dan profesional).  Keempat ciri pokok tersebut hendaknya dapat menjadi ketentuan umum  yang  bersifat normatif dalarn  penetapan  kualitas sumber daya manusia baik pimpinan maupun pelaksana pada bank syariah.
Secara khusus Bank lndonesia mengatur bahwa pimpinan bank syariah dan pimpinan kantor cabang bank syariah diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.       Memiliki komitmen dalam merrjalankan operasional bank berdasarkan prinsip syariah secara konsisten.
b.      Memiliki integritas dan moral yang baik.
c.       Mempunyai pengalaman operasional perbankan syariah atau telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan perbankan syariah baik di dalam maupun di luar negeri.
Oleh karena bank syariah memerlukan kepercayaan masyarakat bahwa dalam pelaksanaan kegiatan usahanya tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah serta mempertimbangkan aspek sosio-kultur masyarakat muslim Indonesia, maka sebaiknya dalam tahap awal pengangkatan pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah beragama Islam.
J.       KEGIATAN USAHABANK SYARIAH
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor:6212 4lPBl/2004 tanggal I4 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdliarkan prinsip syariah. kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan sebagai berikut :
a.       Penghimpun dana (funding)
b.      Penyaluran dana atau pembiayaan (financing)
c.       Penyediaan jasa-jasa pelayanan perbankan (bank services)
K.    PENGHIMPUNAN DANA
Penghimpunan dana atau disebut juga funding adalah kegiatan penarikan dana atau penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi berdasarkan prinsip syariah. Berkaitan dengan kegiatan penghimpunan dana, dalam prinsip syariah dibedakan antara simpanan yang tidak memberikan imbalan dan simpanan yang mendapatkan imbalan. Dana simpanan atau tabungan yang tidak memberikan imbalan bagi nasabah dimaksudkan semata-mata hanya sebagai cara untuk menyimpan atau menitipkan uang. Sementara simpanan untuk tujuan investasi akan mendapatkan imbalan dari bank. Bentuk simpanan manapun yang dipilih sangat dipengaruhi oleh niat atau motif dari nasabah. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Al-Wadi’ah dan Al-Mudharabah. Dengan demikian penghimpunan dana pada bank syariah disesuaikan dengan prinsip yang melandasinya.
Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat disebutkan sebagai berikut
a.       Giro berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah.
b.      Tabungan berdasarkan prinsip Al- Wadi’ah dan Al-Mudharabah.
c.       Deposito berjangka berdasarkan prinsip Al-Mudharabah.
L.     PRINSIPAL WADI’AH
Produk pendanaan pada bank syariah pada prinsipnya tidak berbeda dengan produk pendanaan bank konvensional. Namun yang membedakan adalah penggunaan prinsip syariah yang menyertai masing-masing produk pendanaan, misalnya bahwa giro dan tabungan pada dasarnya dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip Al-Wadi’ah. Giro Al-Wadi’ah dan tabungan Al-Wadi’ah adalah simpanan atau titipan yang kedua-keduanya dapat ditarik sewaktu-waktu. Prinsip titipan atau simpanan dalam fiqhi dikenal dengan prinsip Al-Wadi’ah. Al-Wadi’ah berarti titipan murni dari nasabah kepada bank atau pihak lain yang harus dijaga dan dikembalikan kepada penitip (penabung) kapan saja ia inginkan.
            Prinsip Al-Wadi’ah yang berlaku baik untuk simpanan dalam bentuk giro maupun tabungan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Berdasarkan karakteristik giro dan tabungan menggunakan prinsip syariah Al-Wadi’ah yad dhamanah. Artinya, bank dapat memanfaatkan dan menyalurkan kedua jenis sumber dana tersebut serta menjamin simpanan dapat ditarik setiap saat oleh pemilik dana (penabung).
b.      Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan pemilik dana tidak memperoleh imbalan atau menanggung kerugian.
c.       Manfaat yang diperoleh pemilik dana (penabung) adalah jaminan keamanan terhadap dana titipannya serta fasilitas-fasilitas pelayanan giro dan tabungan lainnya. Misalnya buku cek,bilyet giro, atau buku tabungan, serta kartu ATM.
d.      Pada dasarnya bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana namun tidak ada perjanjian di muka.
e.       Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
f.       Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat menganakan biaya administrasi. Untuk menghindari riba, maka biaya administrasi harus dinyatakan dengan nominal, bukan persentase.
g.      Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Prinsip Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. Sementara M. Syafi’i antonio (2001) mendefinisikan Al-Mudharabah sebagai akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shhibulmaal) menyediakan seluruh modal,sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila terjadi kerugian, hal tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelol, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
            Produk pendanaan yang dapat menggunakan prinsip Al-Mudharabah adalah tabungan dan deposito berjangka. Selanjutnya, berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana (penabung), prinsip Al-Mudharabah dapat dibedakan dalam 2 jenis sebagai berikut :
a.       Mudharabah muthlaqah.
b.      Mudharabah muqayyadah.
Mudharabah muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan mudharib (bank) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,waktu,dan wilayah bisnis. Artinya, pemilik dana memberikan bank kekuasaan yang sangat besar dalam penggunaan dana simpanannya kepada mudharib. Dalam kegiatan penghimpunan dana, prinsip mudharabah mutlaqah dapat diterapkan untuk pembukaan rekening tabungan dan deposito berjangka. Ini menyebabkan kemungkinan 2 jenis penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah yaitu: Tabungan Al-Mudharabah dan Deposito Berjangka Al-Mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Prinsip Al-Mudhorabah yang berlaku baik untuk Tabungan maupun Deposito Berjangka adalah sebagai berikut:
a.       Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tatacara pemberian keuntungan dana/atau perhitungan pembagian keuntungan serta risiko yang dapat timbul dari penyimpanan dana.  Apabiia telah tercapai kesepakatan, maka hal terseiut harus dicantumkan dalam akad.
b.      Untuk Tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan' serta kartu ATM dan/atau alat penarikan lainnya kepada penabung.
c.       Bank wajib memberikan sertifikat atau bukti simpanan kepada deposan bagi deposito berjangka Mudharabah.
d.      Deposito berjangka mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati.
e.       Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan maka secara otomatis tidak perlu dibuat akad baru.
f.       Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Mudharabah Muqayyadah
Jenis mudharabah Al-Muqayyadah merupakan simpanan dana khusus (restricted investment) dimana pemilik dana menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. Mudharabah Al-Muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah mutlaqah dimana mudharib (bank) dibatasi jenis usaha, waktu,atau tempat usaha.
Karakteristik jenis simpanan Mudharobah Muqayyah ini adalah sebagai berikut:
a.       Pemilik dana menetapkan syarat penyaruran dana. Untuk itu bank wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
b.      Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus.
c.       Bank wajib memisahkan dana dari rekening simpanan khusus dengan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri aatam rekening administratif.
d.      Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana.
M.   PENYALURAN DANA
Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan Bank Syariah harus tetap berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh bank indonesia. Oleh karena itu, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyaluran dana perbankan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan bank syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam 4 kelompok sebagai berikut :
a.       Prinsip jual beli (Bai’).
b.      Prinsip bagi hasil.
c.       Prinsip sewa menyewa (ijarah).
d.      Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh.
Prinsip Jual Beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah rerdapat 3 jenis prinsipjuar beri (bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
a.       Bai'al Murabahah
b.      Bai'qs-Salam
c.       Bai'al-Istishna
Bai' Al-Murabahah
Bai' Al-Murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati.
Pinsip murabahah banyak diterapkan daram pembiayaan pengadaan barang investasi. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan menyerupai kredit investasi pada bank konvensional. Skema murabahah sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Ia meminta kepada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan membayarnya sesuai kemampuan keuangannya. Harga jual pada pemesanan adarah harga pokok ditambah marjin keuntungan yang disepakati. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal selama berlakunya akad.
Transaksi dengan prinsip Bai’ al-Murabahah ini dapat dijelaskan sebagai berikut: PT Anda Tbk membutuhkan mesin baru untuk mengganti mesin lamanya yang sudah sering rusak sehingga menghambat produksi. Rencana pembelian mesin tersebut terhalang karena jumlah cadangan pembelian mesin baru hanya sebesar Rp 300 juta. Jumrah ini sangat jauh dari cukup PT Anda.
Kemudian mengajukan permohonan pembiayaan untuk jangka waktu 3 tahun kepada PT Bank Syariah Anti Riba (Bank SAR) dengan menyampaikan proposal dan spesifikasi serta proyeksi harga mesin yang diinginkan. Selanjutnya Bank SAR menyanggupi membiayai pengadaan mesin baru dengan harga Rp 1 miliar, sudah termasuk biaya instalasi. Apabila diasumsikan margin keuntungan bank disepakati 15%  p.a dan PT Anda Tbk bersedia membiayai sebagian pembelian mesin tersebut dengan menyetor Rp300 juta. Perhitungan pembiayaan tersebut sebagai berikut:
Jumlah pembiayaan yang diberikan bank adalah sebesar Rp700 juta (Rp I miliar - Rp300 juta). Marjin keuntungan Rp 315 juta (Rp700juta x l5% x 3 tahun). Harga jual mesin oleh bank dihitung sebagai berikut:
Harga beli mesin                     =  Rp1.000.000.000
Margin keuntungan                 =  Rp   315.000.000
Harga jual bank                       =  Rpl .315.000.000
Uang muka                              =  Rp   300.000.000
Sisa Angsuran                         =  Rp1.015.000.000
Cicilan perbulan selama 36    
bulan: Rp 1.0 I 5.000.000/35  = Rp      28.194.445



Bai' As-salam
Bai' as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayaran dilaksanakan di muka secara tunai Bai' as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya/Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual atau produsen harus bertanggungjawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti dengan barang yang sesuai pesanan.
Mengingat bank tidak memproduksi atau memiliki persediaan atas barang yang dibeli atau dipesan nasabah, maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad as-salam dengan pihak lain yakni pemasok, misalnya bulog, pedagang pasar induk, atau rekanan lain. Mekanisme transaksi as-salam seperti ini disebut dengan Paralel As-Salam.
Transaksi bai' as-salam ini menyerupai praktik ijon yang masih banyak ditemukan di desa-desa. Kedua transaksi ini sebenarnya sangat jelas perbedaannya. Dalam praktek ijon, barang yang dibeli (diijon) tidak dihitung atau diukur secara spesifik. Penentuan harga
tidak transparan, cenderung sepihak, dan sangat memberatkan pihak penjual sebagai pihak lemah. Harga biasanya ditentukan untuk suatu hasil setelah panen. Sebaliknya, dalam bai' as-salam kesepakatan antara pembeli dan penjual meliputi harga, ukuran kuantitas, kualitas, dan yang paling penting adalah harga barang dibayar di muka secara tunai. Di samping itu, transaksi as-salam lebih cenderung bersifat suka sama suka.
Bai' Al-Istishna' ,
Bai’al-istishna’ pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai,cicil, atau ditangguhkan. Untuk melaksanakan skim Bai’al-istishna’ kontrak dilakukan ditempat pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang disebutkan dalam kontrak kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip Bai’al-istishna’ menyerupai bai as-salam, namun dalam istishna’ pembayarannya dilakukan dimuka,dicicil, atau ditangguhkan. Sementara dalm skim as-salam dilakukan secara tunai.
Skim istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur,
industri kecil menengah, dan kontruksi. Dalam istishna ini kriteria barang pesanan harus jelas jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang tetah disepakati dicantumkan dalam akad istishna' dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung oleh nasabah.
Dalam pelaksanaannya istishna'dapat dilakukan melalui dua macam cara:
a.       Pihak produsen ditentukan oleh bank dan pihak produsen ditentukan oleh nasabah.
b.      Pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan dimuka dalam   akad, berdasarkan kesepakatan ke dua belah pihak.
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau profit sharing
dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari empat jenis akad, yaitu: al-Mudharabah,al- Musyarakah,al-Muzara'ah, dan al-Musaqah. Namun yang paling banyak diimplementasikan dalam perbankan syariah adalah dua prinsip bagi hasil pertama, yaitu al-Mudharabah dan al-Musyarakah sementara yang dua terakhir umumnya digunakan dalam rangka plantation financing.
Al-Musyarakah
Antonio Syaf i (2003) mendefinisikan al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu, akad Kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Bank Indonesia mendefinisikan Al-Musyarakah sebagai suatu perjanjian diantara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal rnereka pada suatu usaha tertentu, dengan pombagian keuntungan di antara pemilik dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Pemilik modal yang dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh rnelakukan tindakan seperti:
a.       Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
b.      Menjalank anproyekmusyarakahdenganpihak lain tanpa izin dari prmilik rnodal lainnya.
c.       Memberi pinjaman kepada pihak lain.
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasarna apabila:
a.       Menarik diri dari Perserikatan,
b.      Meninggal dunia,
c.       Menjadi tidak cakaP hukum.
Dalam hal di mana pemilik modal sepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai pengelola
proyek (wakil), maka ada duaperjanjian yang berlaku. Perjanjian pertama yaitu perlanjian musyarakah antar pemilik modal. Perjanjian kedua adalalr perjanjian mudharabah atau murabahah' yaitu antara pemilik modal dengan pengelola proyek (wakil). Biaya yang timbul dalam pelaksanaan
proyek sertajangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi sesuai kontribusi modal. Apabola terjadi perubahan kontribusi modal maka pembagian keuntungan berubah sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian berubah sesuai dengan kontribusi modal. proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati.
JENIS-JENIS AL-MUSYARAKAH
prinsip al-musyarakah dapat dibagi kedalam beberapa jenis, sebagi berikut :
a.       Syirkah Al’inan
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan bagian modal dan ikut aktif dalam usaha kerja. Porsi setotan modan, keuntungan, kerugian jumlahnya dibagi sesuai kesepakatan dan tidak harus sama besar.
b.      Syirkah Mufawadhah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan ikut berpartisipasi dalam pekerjaan. Demikian pula tanggung jawab dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak
c.       Syirkah A’maal (Syirkah Abdan atau sanaa’i)
yaitu perjanjian kerjasama antara dua puhak atau lebih yang memiliki keahlian atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan dibagi bersama.
d.      Syirkah Wujuh
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki reputasi dan kredibilitas (kepercayaan) dalam melakukan suatu usaha.
e.       Syirkah Al-Mudharabah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana dimana pihak satunya menyediakan dana dan pihak lainnya menyediakan tenaga atau keahlian. beberapa ahli fiqih berpendapat bahwa Al-Mudharabah tidak dikelompokkan ke dalam prinsip Al-Musyrakah.
AL-MUDHARABAH
Al-Mudharabah pada dasarnya adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan dana dan pihak lainnya menyediakan tenaga atau keahlian.
Antonio Syafi’i mendifinisikan al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik modal atau sibhul maal) menyediakan seluruh kebutuhan modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha yang diperoleh akan dibagi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan. Sebaliknya apabila usaha mengalami kerugian yang disebabkan bukan karena kesalahan atau kelalaian pengelola (mudharib), kerugian tersebut merupakan tanggng jawab pemilik modal (shohibul maal).
JENIS JENIS AL-MUDHARABAH
Prinsip al-mudharabah dapat digolongkan kedalam dua jenis, yaitu al-mudharabah mutlaqah dan al-mudharabah muqqayyadah.
a.       Al-Mudharabah Mutlaqah
Al-Mudharabah Mutlaqah merupakan bentuk mudharabah antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (bank), dimana shahibul maal memberikan hak atau kekuasaan yang sangat bear kepada mudharib untuk melakukan bisnis.
Implementasi konsep al-mudharabah mutlaqah dalam perbankan syari’ah diatur sebagai berikut :
·         jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus berupa uang tunai.
·         hasil pengelolaan modal pembiayaan mudharabh diperhitungkan dengan cara :
a.       perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
b.      perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
·         hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalain dana penyimpangan pihak nasabah.
·         bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja dapat dikenakan sanaksi administrasi.

a.       Al-Mudharabah Muqayyadah
Sifat kontrak kerjasama antara Shahibul maal dan mudharib memberikan batasan kepada mudharib dalam melaksanakan bisnisnya yang diatur dalam akad perjanjian kerjasama. karena danya pembatasan-pembatasan bagi mudharib dalam menjalankan usahanya, maka mudharib harus mengikuti ketentuan tersebut.
Karakteristik mudharabah muqayyah dalam penerapannya di dalam perbankan syariah pada dasarnya sama dengan persyaratan mudharabah mutaqah bagi perbankan syariah yang telah dijelaskan diatas. Perbedaannya adalah penyediaan modal yang hanya untuk kegiatan tertentu dan dengan syarat yang sepenuhnya ditetapkan oleh bank sebagai shahibul maal.
N.    PRINSIP SEWA-MENYEWA
Prinsip ketiga dalam penyaluran bank syariah adalah sewa-menyewa. Sewa-menyewa pada dasranya meruapakn transaksi sewa guna usaha atau lesaing. Oleh karena itu sebagaimana dalam praktek, sewa guna usaha bisa dalam bentuk sewa guna usaha dengan hak opsi atau financial lease dan sewa guna tanpa hak opsi atau operating lease. Dalam syariah islam prinsip sewa menyewa ini dibedakan berdaarkan akad. yaitu al-iajarah dan al-ijarah al-muntahiya bit-tamlik.

a.       Al-Ijarah
Al Ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia mendefinisikan Ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa barang dalam jangka waktu tertentu melalui pembayaran sewa. Sementara Syafi’i Antonio mendefinisikan al-ijarah sebagai akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
b.      Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual-beli dan sewa-menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah dimana naabah (penyewa) diberi hak untuk membeli atau memiliki obyek sewa pada akhir akad. Harga sewa dan beli ditetapkan diawal perjanjian. Objek sewa harus bermanfaat, dibenarkan oleh syariah dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.


O.    PRINSIP PINJAM MEMINJAM BERDASARKAN AKAD AL-QORDH
Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Syafi’i Antonio memberikan pengertian al-qardh sebagai pemberian harta kepada orang lain yang dapt ditagis atau diminta kembali. Dengan kata lain qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Pengembalian pinjaman tersebut dapat dilakukan sesuai dengan kempuan nasabah misalnya secara harian atau mingguan. Bagi Bank Syariah qardh menjadi suatu produk pembiayaan, dimana nasabah diberikan suatu suatu plafon pembiayaan untuk menutupi suatu pembayaran dan akan dikembalikan secepatnya sejumlah yang dipinjam. Oleh karena itu, al-qardh disebut sebagai pembiayaan dana talangan bagi nasabah atau sebagai sumber dana talangan antar bank.
P.      JASA-JASA BANK SYARIAH
Jasa- jasa yang diberikan bank syariah kepada nasabah berdasarkan ajad dengan mendapatkan imbalan adalah :
a.       Al-Wakalah
Al-wakalah secara harfiah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mabdat. dalam aplikasi perbankan, al-wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepda bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau jasa tertentu. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena fprce majeure yang menjadi tanggung jawab nasabah. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan dietujui bersama natara nasabah dengan bank.
b.      Al-Hawalah
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Transaksi ini pada dasarnya merupakan pemidahan beban utang debitur menjadi tanggungan pihak lain yang berkewajiban menanggung pembayaran utang. Transaksi ini dalam praktek perbankan bisa diterapkan dalam rangka factoring atau anjak piutang.
c.       Al-Kafalah
Al-kafalah adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk menanggung kewajiban pihak kedua apabila pihak kedua tidak dapat memenuhi kewajibannya. Untuk mendapatkan garansi bank, bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan atau menyetor sejumlah dana unutk mendapatkan jasa ini, dank bank menerima dana tersebut dengan prinsip al wadi’ah.
d.      Al-Rahn
Al Rahn adalah harta atau asset yang harus diserahkan oleh peminjam sebagai jaminan atas diterimanya pinjaman dari bank. Tujuan pemberian Al-rahn adalah untuk membantu nasabah dalam pembiayaan usahanya. Kontrak Rahn dipakai pada perbankan syariah dalam dua hal yaitu :
1.      sebagai prinsip, artinya sebagai akad tambahan terhadap produk syariah lain.
2.      sebagai produk penjamin, artinya bank tidak memperoleh apa-apa kecuali imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan, asuransi, dan adminitrasi barang yang digadaikan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :
1.      milik nasabah sendiri
2.      jelas ukuran, sifat, jumlah, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
3.      dapat dikuasai namun tidak boleh digunakan oleh bank.
Q.    KEGIATAN USAHA LAINNYA
Kegaiatan usaha yang dapat dilakukam Bank Syariah yang tetapkan oleh Bank Indonesia antara lain
a.       membeli, menjual dan/atau meminjam atas resiko sendiri dari surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah.
b.      membeli surat berharga berdasarakan prinsip syariah
c.       menerbitakan surat berharga berdasarakan prinsip syariah
d.      memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah
e.       menerima pembayaran surat taguhan atas surat berharga yang diterbitakn dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
f.       menmfasilitasi generasi bank berdasarkan prinsip syariah
g.      melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah
h.      melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf
i.        melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan prinsip syariah
j.        dan beberapa lainnya yang belum disebutkan.



R.     PERBEDANAAN BUNGA DENGAN SYARIAH
Berikut tabel perbedaan sistem bunga dengan prinsip syariah
Pokok perbedaan
Sistem bunga atau konvensional
Prinsip yariah islam
Dasar perjanjian penentuan bunga
Tidak berdasarkan keuntungan atau kerugian
Berdasarkan keuntungan atau kerugian
Dasar perhitungan bunga
Presentasi tertentu dari peminjaman
Nisbah bagi hasil berdasarka keuntungan yang diperoleh
Kewajiban membayar bunga
a.       tetap harus dibayar meskipun usaha nasabah merugi
b.      besarnya pembayaran bunga tetap
a.       imbalan dibayar bila usaha nasabah untung. bila mengalami kerugian, kerugian ditanggung dua belah pihak
b.      besarnya imbalan disesuaikan keuntungan
Persyaratan jaminan
Mutlak diperlukan
Tidak mutlak
Oyek usaha yang dibiayai
Tidak ada pembatasan jenis usaha selama bankable
Jenis usaha harus sesuai syariah
Kedudukan prinsip bunga berdasarkan syariah
Pengenaan bunga sifatnya haram
Pembayaran imbalan berdasarakan bagi hasil adalah halal



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
BPR (Bank Perkreditan Rakyat) sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Selain itu Bank Syariah juga sama pentingnya dengan BPR, Bank Syariah diperlukan untuk membantu masyarakat Indonesia yang membutuhkan bantuan lembaga keuangan namun takut akan terjadi riba’.
B.     Saran
Perlu adanya pemerataan pembangunan atau ditribusi fasilitas publik yang dalam hal ini adalah lembaga keuangan. pemerintah harus menswadayakan pembentukan BPR dan Bank Syariah di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen lembaga keuangan kebijakan moneter dan perbankan, Edisi kelima, Fakultas Ekonomi UI; Jakarta.

No comments:

Post a Comment