BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Keselamatan
dan kesehatan kerja
merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dna
kesehatan kerja
maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.
Pekerjaan dikatakan aman jika resiko yang mungkin muncul dari
apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para
pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan
betah, sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya
kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan
keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan
keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental,
emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan
dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya
tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan
dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan
dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita
saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai hukum
dan manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil yang
didapat, rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
2.
Apakah dasar hukum kesehatan dan keselamatan kerja?
3.
Apakah yang dimaksud dengan manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja?
4.
Apakah tujuan dan
sasaran dari manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
5.
Bagaimanakah proses
sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
6.
Apa yang menjadi
prinsip dasar sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
7.
Apa saja elemen
dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
8.
Apakah pedoman
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan keselamatan dan kesehatan
kerja
2.
Mengetahui dasar hukum dalam kesehatan dan keselamatan kerja
3.
Mengetahui manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
4.
Mengetahui tujuan
dan sasaran dari manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
5.
Mengetahui proses
sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
6.
Mengetahui prinsip
dasar sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
7.
Mengetahui elemen
dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
8.
Mengetahui pedoman
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA
Keselamatan
dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik
jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula
meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal
tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai
tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan.
Dalam
pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan
kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan
martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut,
maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi
kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan
tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun
sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia kesehatan dan keselamatan kerja serta sarana yang ada. Oleh karena itu,
masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga kesehatan dan
keselamatan kerja yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma
kesehatan dan keselamatan kerja agar terjalan dengan baik.
B.
DASAR HUKUM KESEHATAN, DAN
KESELAMATAN KERJA
Kesehatan
dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam
ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur
tentang kesehatan dan keselamatan kerja, diantaranya:
1.
Undang-undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan, dalam Pasal 87 ayat 1 mengamanatkan bahwa:
Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) yang terintegrasi
dengan Sistem Manajemen Perusahaan
2.
Undang-undang No.1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok
mengenai penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan
kerja sebagai berikut :
BAB I
TENTANG
ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)
"tempat kerja" ialah tiap ruangan atau
lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam
pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya
yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja
tersebut;
(2)
"pengurus" ialah orang yang mempunyai
tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri
sendiri;
(3)
"pengusaha" ialah :
a.
orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu
usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b.
orang atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu
mempergunakan tempat kerja;
c.
orang atau badan hukum, yang di Indonesia
mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili
berkedudukan di luar Indonesia.
(4)
"direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
(5)
"pegawai pengawas" ialah pegawai teknis
berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
(6)
"ahli keselamatan kerja" ialah tenaga
teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1)
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah
keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan
hukum Republik Indonesia.
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut
berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.
dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin,
pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b.
dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan,
diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak,
mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c.
dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk
bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d.
dilakukan usaha : pertanian, perkebunan,
pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan,
perikanan dan lapangan kesehatan;
e.
dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan :
emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral
lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g.
dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal,
perahu,
dermaga, dok, stasiun atau gudang;
dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h.
dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan
pekerjaan lain di dalam air;
i.
dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas
permukaan tanah atau perairan;
j.
dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau
suhu yang tinggi atau rendah;
k.
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya
tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok,
hanyut atau terpelanting;
l.
dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau
lobang;
m.
terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu,
kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
atau getaran;
n.
dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau
limbah;
o.
dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio,
radar, televisi atau telepon;
p.
dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan,
penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q.
dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan,
dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r.
diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau
diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
mekanik.
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk
sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di
ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT
KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
(1)
Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.
mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri
pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.
memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.
memberi alat-alat perlindungan diri pada para
pekerja;
g.
mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin,
cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h.
mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i.
memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.
menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.
menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.
memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat
kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n.
mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
o.
mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p.
mengamankan dan memperlancar pekerjaan
bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q.
mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2)
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah
perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
(1)
Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung
dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2)
Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip
teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara
teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan
dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan,
pengepakan atau pembungkusan, pemberian tandatanda pengenal atas bahan, barang,
produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu
sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3)
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah
perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan
perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syaratsyarat
keselamatan tersebut.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
Pasal 5
(1)
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang
ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan
membantu pelaksanaannya.
(2)
Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas
dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan
peraturan perundangan.
Pasal 6
(1)
Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan
direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2)
Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia
Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga
Kerja.
(3)
Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding
lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar
retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan
perundangan.
Pasal 8
(1)
Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan,
kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun
akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2)
Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang
ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
(3)
Norma-norma mengenai pengujian keselamatan
ditetapkan dengan peraturan perundangan.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
(1)
Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan
pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a.
Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang
dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b.
Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang
diharuskan dalam tempat kerjanya;
c.
Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja
yang bersangkutan;
d.
Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
(2)
Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja
yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami
syarat-syarat tersebut di atas.
(3)
Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan
bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan
dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4)
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankannya.
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN
DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
(1)
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerjasama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga
kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi.
(2)
Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11
(1)
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan
yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2)
Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan
oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN
HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga
kerja untuk :
a.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta
oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
b.
Memakai alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan;
c.
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.
Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua
syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e.
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana
syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.
BAB IX
KEWAJIBAN BILA
MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan
mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan
diri yang diwajibkan.
BAB X
KEWAJIBAN
PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a.
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja
yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b.
Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya,
pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
c.
Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 15
(1)
Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal
di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2)
Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1)
dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah).
(3)
Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada
pada
waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang
ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada
pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN
KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
3.
Peraturan
Pemerintah RI No.50 Tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: Setiap
Perusahaan wajib menerapkan SMK3 bagi
Perusahaan:
-
Mempekerjakan pekerja
/ buruh paling sedikit 100 (seratus) orang, atau
-
Mempunyai tingkat
potensi bahaya tinggi
4.
Permenaker No.5
Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
C.
MANAJEMEN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA
Manajemen
adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan
bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian
atau kesalahan (malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah satu bentuk
kegiatan dalam upaya untuk menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman,
sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan
terjadi kecelakaan kerja, sehingga pelaksanaan kerja dapat dilakukan secara
efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Untuk mencapai
tujuan tersebut, dibagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi :
a.
Planning
(perencanaan)
b.
Organizing
(organisasi)
c.
Actuating
(pelaksanaan)
d.
Controlling
(pengawasan)
1. Planning (Perencanaan)
Fungsi
perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu mendapat
perhatian, karena dari perencanaan yang baik dapat diharapkan terlaksananya
fungsi manajemen lainnya dengan baik, karena semua fungsi manajemen berkaitan
satu sama lain. Pelaksanaan kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja menjadi
kurang terarah apabila tidak ada perencanaan yang baik. Begitu pula fungsi
pengawasan akan berjalan dengan baik kalau perencanaan sudah baik.
Fungsi
perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa
mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah
keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan
yang ditentukan meliputi :
a.
apa yang dikerjakan
b.
bagaimana
mengerjakannya
c.
mengapa mengerjakan
d.
siapa yang
mengerjakan
e.
kapan harus
dikerjakan
f.
di mana kegiatan
itu harus dikerjakan
Kegiatan
kesehatan dan keselamatan kerja sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan,
tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian,
juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak ragamnya, semuanya menyebabkan
resiko bahaya yang dapat terjadi makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha
pengamanan kerja harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan
kerja.
2. Organizing (organisasi)
Fungsi
perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan
sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang
telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan. Contoh fungsi pengorganisasian
dalam managemen kesehatan dan keselamatan kerja antara lain :
1.
Menyusun garis
besar pedoman kesehatan dan keselamatan kerja
2.
Memberikan
bimbingan, penyuluhan, pelatihan dan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan
kerja
3.
Menentukan pelaksanaan
pedoman pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja
4.
Memberikan
rekomendasi untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan berkait kesehatan dan
keselamatan kerja
5.
Mengatasi dan
mencegah meluasnya bahaya yang ditimbulkan di tempat kerja
3. Actuating (pelaksanaan)
Fungsi
pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan,
mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan
menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan
program kesehatan dan keselamatan kerja sasarannya ialah tempat kerja yang aman
dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja wajib mengetahui dan memahami
semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam,
serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi
berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia
dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk
mengambil keputusan penyelesaiannya.
4.
Controlling (pengawasan)
Fungsi
pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a.
adanya rencana
b.
adanya
instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam
fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama. Sosialisasi
perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun
baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan
Tujuan dan Sasaran Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Tujuan
dan sasaran SMK3 adalah terciptanya sistem kesehatan dan keselamatan kerja di
tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif. Karena sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau
dunia internasional saja tetapi juga tanggungjawab pengusaha untuk menyediakan
tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.
Selain
itu penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja juga mempunyai
banyak manfaat bagi industri kita antara lain :
Manfaat
langsung:
-
Mengurangi jam
kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
-
Menghindari
kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja
-
Menciptakan tempat kerja
yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
Di samping itu juga, sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja juga memiliki banyak manfaat tidak
langsung yakni:
-
Meningkatkan image
market terhadap perusahaan
-
Menciptakan
hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan
-
Perawatan terhadap
mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.
Proses Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pendekatan
kesisteman dalam mengelola kesehatan dan keselamatan kerja menggunakan konsep
manajemen modern yaitu mengikuti proses manajemen, salah satu yang populer
adalah siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action)
Sama seperti sistem manajemen lain seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan
dan manajemen produksi, maka manajemen kesehatan dan keselamatan kerja juga
dikembangkan dengan siklus manajemen mulai dari perencanaan, penerapan atau
implementasi, pengukuran dan pemantauan dan koreksi untuk peningkatan
berkelanjutan.
Keberhasilan
organisasi dalam menerapkan SMK3 bergantung pada komitmen dari seluruh
tingkatan dan fungsi organisasi terutama dari manajemen puncak. Sistem ini
memungkinkan suatu organisasi mengembangkan kebijakan kesehatan dan keselamatan
kerja, menetapkan sasaran dan proses untuk mencapai komitmen kebijakan,
melakukan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan menunjukkan
kesesuaian sistem yang ada terhadap persyaratan dalam standar ini. Tujuan umum
dari standar ini adalah untuk menunjang dan menumbuhkembangkan pelaksanaan
kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, sesuai dengan kebutuhan sosial
ekonomi. Keberhasilan penerapan dari standar ini dapat digunakan oleh
organisasi untuk memberi jaminan kepada pihak yang berkepentingan bahwa SMK3
yang sesuai telah diterapkan.
a.
Plan
(Perencanaan) : Menetapkan tapkan
sasaran dan proses yang
diperlukan untuk mencapai hasil sesuai dengan
kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja
organisasi.
b.
Do
(Pelaksanaan) : Melaksanakan
proses.
c.
Check
(Pemeriksaan) : Memantau dan
mengukur kegiatan proses terhadap
kebijakan, sasaran, peraturan
perundang-undangan
dan persyaratan kesehatan dan keselamatan
kerja
Iainnya serta melaporkan hasilnya.
d.
Act
(Tindakan) :
Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja
kesehatan
dan keselamatan kerja
secara berkelanjutan.
Pada
umumnya organisasi mengelola kegiatannya melalui penerapan sistem proses dan
interaksinya, yang dikenal dengan istilah "pendekatan proses" seperti
pada ISO 9001. Karena metode PDCA ini dapat diterapkan pada semua proses, maka
dua metode ini dianggap sesuai (kompatibel).
Standar
ini berisi persyaratan yang dapat diaudit secara obyektif. Namun demikian
standar ini tidak menetapkan persyaratan mutlak untuk kinerja K3 di luar
komitmen, di dalam kebijakan K3, untuk memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan dan persyaratan lain yang diacu
organisasi, untuk mencegah cedera dan gangguan kesehatan, dan untuk melakukan
perbaikan berkelanjutan. Dengan demikian dua organisasi yang melakukan kegiatan
yang hampir sama tetapi memiliki kinerja K3 yang berbeda keduanya dapat
dinyatakan memenuhi persyaratan standar ini.
Standar
ini tidak mencakup persyaratan tertentu pada sistem manajemen yang lain,
seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan, manajemen keamanan, atau manajemen
keuangan. Walaupun demikian, elemen-elemen dalam standar ini dapat digabungkan
atau diintegrasikan dengan sistem-sistem manajemen tersebut. Hal ini
memungkinkan organisasi dapat menyesuaikan sistem manajemen yang ada dengan
maksud untuk menetapkan SMK3 yang sesuai dengan persyaratan standar ini. Namun
demikian, harus ditegaskan bahwa penerapan berbagai elemen boleh berbeda
bergantung pada tujuan yang diharapkan dan keterlibatan pihak yang
berkepentingan.
Tingkat
kerumitan dan kerincian SMK3, luas cakupan dokumentasi dan sumber daya yang
diperuntukkan bergantung pada beberapa faktor, seperti lingkup sistem, ukuran
dan sifat kegiatan, produk dan jasa, dan budaya organisasi.
Prinsip Dasar Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
1.
Penetapan kebijakan
kesehatan dan keselamatan kerja
2.
Perencanaan
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
3.
Penerapan kesehatan
dan keselamatan kerja
4.
Pengukuran, pemantauan
dan evaluasi kinerja kesehatan dan keselamatan kerja
5.
Peninjauan secara
teratur untuk meningkatkan kinerja kesehatan dan keselamatan kerja secara
berkesinambungan
Elemen Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1.
Pembangunan dan
pemeliharaan komitmen
2.
Pendokumentasian
strategi
3.
Peninjauan ulang
desain dan kontrak
4.
Pengendalian
dokumen
5.
Pembelian
6.
Keamanan bekerja
berdasarkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
7.
Standar pemantauan
8.
Pelaporan dan
perbaikan
9.
Pengelolaan material
dan perpindahannya
10.
Pengumpulan dan
penggunaan data
11.
Audit sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
12.
Pengembangan kemampuan
dan ketrampilan
Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
1.
Komitmen dan
kebijakan
a.
Kepemimpinan dan
komitmen
-
organisasi
kesehatan dan keselamatan kerja
-
menyediakan
anggaran, SDM dan sarana
-
penetapan tanggung jawab,
wewenang dan kewajiban
-
perencanaan
kesehatan dan keselamatan kerja
-
melakukan penilaian
b.
Tinjauan awal
kesehatan dan keselamatan kerja
-
identifikasi
kondisi dan sumber bahaya
-
pengetahuan dan
peraturan perundangan kesehatan dan keselamatan kerja
-
membandingkan
penerapan
-
meninjau sebab
akibat
-
efisiensi dan efektifitas
sistem
2.
Perencanaan
a.
Manajemen resiko
b.
Peraturan
perundangan
c.
Tujuan dan sasaran
:
1)
dapat diukur
2)
indikator
pengukuran
3)
sasaran pencapaian
4)
jangka waktu
pencapaian
d.
Indikator kinerja
e.
Perencanaan awal
dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung
3.
Penerapan
a.
Jaminan kemampuan
-
SDM, sarana dan
dana
-
integrasi
-
tanggung jawab dan
tanggung gugat
-
konsultansi,
motivasi dan kesadaran
-
pelatihan dan
kompetensi kerja
b.
Kegiatan pendukung
-
komunikasi
-
pelaporan
-
pendokumentasian
-
pengendalian
dokumen
-
pencatatan dan
manajemen informasi
c.
Identifikasi
bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
-
manajemen resiko
-
perencanaan
(design) dan rekayasa
-
pengendalian
administratif
-
tinjauan kontrak
-
pembelian
-
prosedur menghadapi
keadaan darurat atau bencana
-
prosedur menghadapi
insiden
-
prosedur rencana
pemulihan keadaan darurat
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah
suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko
kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja,
perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja
tidak selulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental,
psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena
itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk
mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan
yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak
faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang
disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan
yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak
terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan
sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu
melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga
pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai
peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.
B.
SARAN
1.
Untuk meningkatkan
keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan adanya manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja.
2.
Belum maximalnya
pelaksanaan managemen kesehatan dan keselamatan kerja disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan informasi tentatang manajemen kesehatan dan keselamatan kerja,
untuk itu kepada Menteri terkait dan dunia industri agar diadakan sosialisasi
secaras terus menerus.
3.
Perlu peningkatan promosi keselamatan kerja pada setiap dunia kerja agar
semua orang mementingkan keselamtan kerja itu sendiri.
4.
Sekolah secara
khusus SMK yang dipersiapkan untuk tenaga kerja menengah kebawah hendaknya
dibekali dengan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.
DAFTAR RUJUKAN
Aniatih. 2013.
Analisis Sistem Manajemen Kesehatan. (Online), (http://aniatih.blogspot.co.id/2013/12/analisis-sistem-manajemen-kesehatan-dan.html),
diakses 7 Maret 2016
Rahman. 2013.
Manajemen. (Online), (http://rahmandtb.blogspot.co.id/2013/01/manajemen-k3.html),
diakses 7 Maret 2016
No comments:
Post a Comment