Sunday, November 12, 2017

HUKUM DAN MANAJEMEN KESEHATAN, KESELAMATAN KERJA (K3)


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dna kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika resiko yang mungkin muncul dari apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai hukum dan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.




B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil yang didapat, rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.        Apakah yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
2.        Apakah dasar hukum kesehatan dan keselamatan kerja?
3.        Apakah yang dimaksud dengan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
4.        Apakah tujuan dan sasaran dari manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
5.        Bagaimanakah proses sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
6.        Apa yang menjadi prinsip dasar sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
7.        Apa saja elemen dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?
8.        Apakah pedoman penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja?

C.      Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.        Mengetahui apa yang dimaksud dengan keselamatan dan kesehatan kerja
2.        Mengetahui dasar hukum dalam kesehatan dan keselamatan kerja
3.        Mengetahui manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
4.        Mengetahui tujuan dan sasaran dari manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
5.        Mengetahui proses sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
6.        Mengetahui prinsip dasar sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
7.        Mengetahui elemen dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
8.        Mengetahui pedoman penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja






BAB II
PEMBAHASAN

A.      KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia kesehatan dan keselamatan kerja serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga kesehatan dan keselamatan kerja yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma kesehatan dan keselamatan kerja agar terjalan dengan baik.

B.       DASAR HUKUM KESEHATAN, DAN KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja, diantaranya:
1.        Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan, dalam Pasal 87 ayat 1 mengamanatkan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan
2.        Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja sebagai berikut :
BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
(1)   "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
(2)   "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
(3)   "pengusaha" ialah :
a.         orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
b.        orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c.         orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
(4)   "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
(5)   "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
(6)   "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1)   Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2)   Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.         dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b.        dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
c.         dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
d.        dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
e.         dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
g.        dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu,
dermaga, dok, stasiun atau gudang;
h.        dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
i.          dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
j.          dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
k.        dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
l.          dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
m.      terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
n.        dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o.        dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
p.        dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
q.        dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
r.          diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
(3)   Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
(1)   Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a.         mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b.        mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c.         mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d.        memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
e.         memberi pertolongan pada kecelakaan;
f.         memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g.        mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
h.        mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
i.          memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j.          menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
k.        menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l.          memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m.      memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
n.        mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
o.        mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p.        mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
q.        mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
r.          menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2)   Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
(1)   Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
(2)   Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tandatanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
(3)   Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syaratsyarat keselamatan tersebut.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
(1)   Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
(2)   Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
(1)   Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
(2)   Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(3)   Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
(1)   Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
(2)   Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
(3)   Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
(1)   Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
a.         Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
b.        Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
c.         Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d.        Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
(2)   Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
(3)   Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
(4)   Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.
BAB VI
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 10
(1)   Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
(2)   Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII
KECELAKAAN
Pasal 11
(1)   Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
(2)   Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
a.       Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
b.      Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c.       Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.      Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e.       Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.

BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a.       Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
b.      Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;
c.       Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
(1)   Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.
(2)   Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
(3)   Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada
waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
3.        Peraturan Pemerintah RI No.50 Tahun 2012, tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 menyatakan bahwa: Setiap Perusahaan wajib menerapkan SMK3 bagi Perusahaan: 
-            Mempekerjakan pekerja / buruh paling sedikit 100 (seratus) orang, atau
-            Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi
4.        Permenaker No.5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3





C.      MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan (malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah satu bentuk kegiatan dalam upaya untuk menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadi kecelakaan kerja, sehingga pelaksanaan kerja dapat dilakukan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibagi kegiatan atau fungsi manajemen tesebut menjadi :
a.         Planning (perencanaan)
b.        Organizing (organisasi)
c.         Actuating (pelaksanaan)
d.        Controlling (pengawasan)

1. Planning (Perencanaan)
Fungsi perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu mendapat perhatian, karena dari perencanaan yang baik dapat diharapkan terlaksananya fungsi manajemen lainnya dengan baik, karena semua fungsi manajemen berkaitan satu sama lain. Pelaksanaan kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja menjadi kurang terarah apabila tidak ada perencanaan yang baik. Begitu pula fungsi pengawasan akan berjalan dengan baik kalau perencanaan sudah baik.
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium. Dalam perencanaan, kegiatan yang ditentukan meliputi :
a.         apa yang dikerjakan
b.        bagaimana mengerjakannya
c.         mengapa mengerjakan
d.        siapa yang mengerjakan
e.         kapan harus dikerjakan
f.         di mana kegiatan itu harus dikerjakan
Kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja sekarang tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metoda-metoda yang dipakai makin banyak ragamnya, semuanya menyebabkan resiko bahaya yang dapat terjadi makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja.
2. Organizing (organisasi)
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan. Contoh fungsi pengorganisasian dalam managemen kesehatan dan keselamatan kerja antara lain :
1.        Menyusun garis besar pedoman kesehatan dan keselamatan kerja
2.        Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan dan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja
3.        Menentukan pelaksanaan pedoman pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja
4.        Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan berkait kesehatan dan keselamatan kerja
5.        Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang ditimbulkan di tempat kerja
3. Actuating (pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja wajib mengetahui dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas manajer untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
4. Controlling (pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a.         adanya rencana
b.        adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan

Tujuan dan Sasaran Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah terciptanya sistem kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Karena sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggungjawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.
Selain itu penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja juga mempunyai banyak manfaat bagi industri kita antara lain :
Manfaat langsung:
-            Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
-            Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja
-            Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.
Di samping itu juga, sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja juga memiliki banyak manfaat tidak langsung yakni:
-            Meningkatkan image market terhadap perusahaan
-            Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan
-            Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

Proses Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pendekatan kesisteman dalam mengelola kesehatan dan keselamatan kerja menggunakan konsep manajemen modern yaitu mengikuti proses manajemen, salah satu yang populer adalah siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action) Sama seperti sistem manajemen lain seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan dan manajemen produksi, maka manajemen kesehatan dan keselamatan kerja juga dikembangkan dengan siklus manajemen mulai dari perencanaan, penerapan atau implementasi, pengukuran dan pemantauan dan koreksi untuk peningkatan berkelanjutan.
Keberhasilan organisasi dalam menerapkan SMK3 bergantung pada komitmen dari seluruh tingkatan dan fungsi organisasi terutama dari manajemen puncak. Sistem ini memungkinkan suatu organisasi mengembangkan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja, menetapkan sasaran dan proses untuk mencapai komitmen kebijakan, melakukan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan menunjukkan kesesuaian sistem yang ada terhadap persyaratan dalam standar ini. Tujuan umum dari standar ini adalah untuk menunjang dan menumbuhkembangkan pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi. Keberhasilan penerapan dari standar ini dapat digunakan oleh organisasi untuk memberi jaminan kepada pihak yang berkepentingan bahwa SMK3 yang sesuai telah diterapkan.
a.         Plan (Perencanaan)          : Menetapkan tapkan sasaran dan proses yang
  diperlukan untuk mencapai hasil sesuai dengan
  kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja
  organisasi.
b.        Do (Pelaksanaan)             : Melaksanakan proses.
c.         Check (Pemeriksaan)        : Memantau dan mengukur kegiatan proses terhadap
  kebijakan, sasaran, peraturan perundang-undangan
  dan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja
  Iainnya serta melaporkan hasilnya.
d.        Act (Tindakan)                 : Mengambil tindakan untuk perbaikan kinerja
  kesehatan dan keselamatan kerja
  secara berkelanjutan.
Pada umumnya organisasi mengelola kegiatannya melalui penerapan sistem proses dan interaksinya, yang dikenal dengan istilah "pendekatan proses" seperti pada ISO 9001. Karena metode PDCA ini dapat diterapkan pada semua proses, maka dua metode ini dianggap sesuai (kompatibel).
Standar ini berisi persyaratan yang dapat diaudit secara obyektif. Namun demikian standar ini tidak menetapkan persyaratan mutlak untuk kinerja K3 di luar komitmen, di dalam kebijakan K3, untuk memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dan persyaratan lain yang diacu organisasi, untuk mencegah cedera dan gangguan kesehatan, dan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan. Dengan demikian dua organisasi yang melakukan kegiatan yang hampir sama tetapi memiliki kinerja K3 yang berbeda keduanya dapat dinyatakan memenuhi persyaratan standar ini.
Standar ini tidak mencakup persyaratan tertentu pada sistem manajemen yang lain, seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan, manajemen keamanan, atau manajemen keuangan. Walaupun demikian, elemen-elemen dalam standar ini dapat digabungkan atau diintegrasikan dengan sistem-sistem manajemen tersebut. Hal ini memungkinkan organisasi dapat menyesuaikan sistem manajemen yang ada dengan maksud untuk menetapkan SMK3 yang sesuai dengan persyaratan standar ini. Namun demikian, harus ditegaskan bahwa penerapan berbagai elemen boleh berbeda bergantung pada tujuan yang diharapkan dan keterlibatan pihak yang berkepentingan.
Tingkat kerumitan dan kerincian SMK3, luas cakupan dokumentasi dan sumber daya yang diperuntukkan bergantung pada beberapa faktor, seperti lingkup sistem, ukuran dan sifat kegiatan, produk dan jasa, dan budaya organisasi.

Prinsip Dasar Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1.        Penetapan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja
2.        Perencanaan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
3.        Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja
4.        Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja kesehatan dan keselamatan kerja
5.        Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja kesehatan dan keselamatan kerja secara berkesinambungan

Elemen Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1.        Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
2.        Pendokumentasian strategi
3.        Peninjauan ulang desain dan kontrak
4.        Pengendalian dokumen
5.        Pembelian
6.        Keamanan bekerja berdasarkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
7.        Standar pemantauan
8.        Pelaporan dan perbaikan
9.        Pengelolaan material dan perpindahannya
10.    Pengumpulan dan penggunaan data
11.    Audit sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
12.    Pengembangan kemampuan dan ketrampilan

Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1.        Komitmen dan kebijakan
a.         Kepemimpinan dan komitmen
-            organisasi kesehatan dan keselamatan kerja
-            menyediakan anggaran, SDM dan sarana
-            penetapan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban
-            perencanaan kesehatan dan keselamatan kerja
-            melakukan penilaian
b.         Tinjauan awal kesehatan dan keselamatan kerja
-            identifikasi kondisi dan sumber bahaya
-            pengetahuan dan peraturan perundangan kesehatan dan keselamatan kerja
-            membandingkan penerapan
-            meninjau sebab akibat
-            efisiensi dan efektifitas sistem
2.        Perencanaan
a.         Manajemen resiko
b.         Peraturan perundangan
c.         Tujuan dan sasaran :
1)        dapat diukur
2)        indikator pengukuran
3)        sasaran pencapaian
4)        jangka waktu pencapaian
d.        Indikator kinerja
e.         Perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung
3.        Penerapan
a.         Jaminan kemampuan
-            SDM, sarana dan dana
-            integrasi
-            tanggung jawab dan tanggung gugat
-            konsultansi, motivasi dan kesadaran
-            pelatihan dan kompetensi kerja
b.         Kegiatan pendukung
-            komunikasi
-            pelaporan
-            pendokumentasian
-            pengendalian dokumen
-            pencatatan dan manajemen informasi
c.         Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko
-            manajemen resiko
-            perencanaan (design) dan rekayasa
-            pengendalian administratif
-            tinjauan kontrak
-            pembelian
-            prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana
-            prosedur menghadapi insiden
-            prosedur rencana pemulihan keadaan darurat

























BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak selulu berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

B.       SARAN
1.        Untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan adanya manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.
2.        Belum maximalnya pelaksanaan managemen kesehatan dan keselamatan kerja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan informasi tentatang manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, untuk itu kepada Menteri terkait dan dunia industri agar diadakan sosialisasi secaras terus menerus.
3.        Perlu peningkatan promosi keselamatan kerja pada setiap dunia kerja agar semua orang mementingkan keselamtan kerja itu sendiri.
4.        Sekolah secara khusus SMK yang dipersiapkan untuk tenaga kerja menengah kebawah hendaknya dibekali dengan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.





























DAFTAR RUJUKAN

Aniatih. 2013. Analisis Sistem Manajemen Kesehatan. (Online), (http://aniatih.blogspot.co.id/2013/12/analisis-sistem-manajemen-kesehatan-dan.html), diakses 7 Maret 2016
Rahman. 2013. Manajemen. (Online), (http://rahmandtb.blogspot.co.id/2013/01/manajemen-k3.html), diakses 7 Maret 2016


No comments:

Post a Comment